Rancak Media – , JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) terus mengintensifkan berbagai upaya strategis untuk meningkatkan likuiditas pasar saham, dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada saham-saham berkapitalisasi besar atau big caps.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menjelaskan bahwa permasalahan likuiditas erat kaitannya dengan sisi suplai di Bursa. Untuk mengatasi hal ini, BEI secara aktif berkolaborasi dengan berbagai stakeholders demi menarik lebih banyak lagi perusahaan-perusahaan lighthouse untuk melantai di bursa melalui proses IPO (Initial Public Offering).
“Sebagai gambaran, saat ini tiga perusahaan sudah berhasil melakukan listing, dan kami menargetkan dua perusahaan tambahan dalam waktu dekat,” ungkap Iman dalam konferensi pers BEI pada Rabu, 25 Juni 2025. Iman juga menegaskan bahwa BEI tidak hanya berfokus pada kuantitas IPO, tetapi juga sangat memperhatikan kualitas dari perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana tersebut.
Selain mendorong pertumbuhan jumlah IPO dari perusahaan-perusahaan terkemuka, BEI juga meluncurkan sejumlah inisiatif lain untuk memacu likuiditas pasar. Salah satu langkah konkret adalah memperkenalkan produk kontrak berjangka indeks asing atau foreign index futures yang telah diluncurkan pada awal tahun ini. Produk derivatif ini, secara spesifik, didasarkan pada indeks berjangka asing MSCI Hong Kong.
Tak hanya itu, Bursa juga memperkaya ragam produk derivatif, seperti single stock futures, sebagai instrumen vital untuk memperdalam likuiditas. “Jadi, ketika kita berbicara tentang likuiditas, cakupannya tidak hanya terkait dengan IPO semata, tetapi juga meluas pada produk-produk derivatifnya,” jelas Iman.
Dalam upaya lebih lanjut, Iman menambahkan bahwa peluncuran liquidity provider juga menjadi agenda penting Bursa untuk meningkatkan dinamika perdagangan. Skema liquidity provider ini diharapkan dapat mulai beroperasi pada kuartal III tahun 2025. Selain itu, BEI juga menargetkan untuk membuka fitur kode domisili secara penuh pada kuartal III tahun 2025. “Saat ini kode domisili hanya kami buka di sesi kedua. Ke depannya, kami akan memperluas pembukaan kode ini hingga akhir sesi pertama,” tutur Iman.
Sementara itu, Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, memberikan pembaruan mengenai salah satu instrumen penting untuk peningkatan likuiditas, yakni short selling, yang saat ini masih ditunda penerapannya. “Penerapan short selling memang masih ditahan hingga 26 September. Kami berharap, setelah tanggal tersebut dan melihat kondisi pasar yang memungkinkan, adanya short selling akan dapat turut meningkatkan likuiditas pasar secara signifikan,” terang Jeffrey.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Bursa Efek Indonesia (BEI) mengintensifkan upaya strategis untuk meningkatkan likuiditas pasar saham dan mengurangi ketergantungan pada saham berkapitalisasi besar. Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menjelaskan bahwa BEI berkolaborasi dengan pemangku kepentingan untuk menarik perusahaan-perusahaan berkualitas tinggi untuk melakukan IPO. Selain itu, BEI telah meluncurkan produk derivatif baru seperti kontrak berjangka indeks asing dan single stock futures sebagai upaya untuk memperdalam likuiditas pasar.
Dalam rencana ke depan, BEI juga akan meluncurkan skema *liquidity provider* dan memperluas pembukaan fitur kode domisili secara penuh pada kuartal III tahun 2025. Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, menambahkan bahwa penerapan *short selling* masih ditunda hingga 26 September. Diharapkan setelah tanggal tersebut, jika kondisi pasar memungkinkan, *short selling* dapat turut meningkatkan likuiditas pasar secara signifikan.