KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sektor ritel Tanah Air kembali menjadi sorotan investor. Sejumlah emiten ritel terkemuka baru-baru ini mengumumkan keputusan pembagian dividen tunai kepada para pemegang saham, yang telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) masing-masing perusahaan. Langkah ini menjadi sinyal penting tentang kesehatan keuangan dan arah strategi bisnis mereka.
Besaran payout rasio dividen, yaitu persentase laba bersih yang dibagikan kepada pemegang saham, bukan sekadar angka. Angka ini berfungsi sebagai indikator krusial untuk menganalisis kebijakan manajemen serta prospek bisnis emiten ke depan. Setiap variasi tingkat pembagian dividen secara langsung merefleksikan perbedaan strategi dan prioritas unik setiap perusahaan dalam mengelola laba bersih mereka.
Beberapa nama besar di industri ritel telah merilis kebijakan dividen mereka. PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES), misalnya, telah mengalokasikan sebesar 65% dari laba bersih tahun buku 2024 untuk dividen tunai. Sementara itu, emiten lain seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), dan PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) juga telah menetapkan payout rasio dividen masing-masing sebesar 45%, 44,97%, 29,04%, 113%, dan 81%.
Emiten Sektor Konsumer dan Ritel Bakal Tertekan Imbas Turunnya Keyakinan Konsumen
Menurut Irsyady Hanief, Research Analyst PT Henan Putihrai Sekuritas, emiten ritel yang menetapkan payout rasio tinggi, seperti kasus ACES atau LPPF, umumnya menunjukkan komitmen manajemen untuk mengembalikan nilai langsung kepada pemegang saham melalui dividen. Ini mengisyaratkan adanya kondisi arus kas yang kuat dan prospek ekspansi yang mungkin lebih terukur. Ia menegaskan, rasio dividen yang besar tidak selalu berarti perusahaan minim rencana ekspansi. Sebaliknya, hal ini seringkali menandakan bahwa perusahaan telah mencapai fase yang lebih matang (mature), di mana kebutuhan belanja modal (capex) tambahan sudah relatif terbatas dan arus kas operasional sangat stabil. Dengan demikian, laba bisa secara optimal dialokasikan kembali kepada investor.
Kondisi ini lazim terlihat pada emiten yang sudah memiliki jaringan toko yang mapan dan stabil, dengan pertumbuhan organik yang mulai melambat. “Selain sebagai bentuk pengembalian nilai, dividen besar juga bisa menjadi strategi efektif perusahaan untuk menjaga sentimen positif di kalangan investor, terutama saat prospek ekspansi jangka pendek kurang menjanjikan,” tambah Irsyady kepada Kontan, Kamis (19/6).
Di sisi lain, emiten dengan payout rasio yang lebih rendah umumnya memilih untuk menahan sebagian besar laba bersih mereka. Dana ini kemudian diinvestasikan kembali untuk mendanai berbagai inisiatif ekspansi yang ambisius. Contoh nyata dari strategi ini adalah ERAA, yang saat ini sedang gencar memperluas kanal penjualan dan melakukan digitalisasi operasional secara agresif.
Irsyady menekankan pentingnya bagi investor untuk tidak hanya terpaku pada besaran nominal payout rasio. Jauh lebih krusial adalah mempertimbangkan kondisi keuangan secara keseluruhan dan strategi jangka panjang perusahaan. Ia menjelaskan bahwa payout rasio yang tinggi idealnya lebih cocok bagi investor yang menganut strategi income investing, yaitu mereka yang mencari aliran kas dividen yang stabil, asalkan didukung oleh kinerja laba dan arus kas operasional yang solid.
Sebaliknya, untuk investor dengan pendekatan growth investing, emiten dengan payout rasio lebih rendah justru bisa menjadi pilihan yang lebih menarik. Terutama jika perusahaan tersebut menunjukkan prospek pertumbuhan yang kuat melalui ekspansi usaha yang agresif dan pengembangan produk yang inovatif.
Emiten Ritel Tancap Gas Ekspansi, Ini Rencana Capex dan Rekomendasi Sahamnya
Mengingat kondisi pasar saat ini yang masih diliputi ketidakpastian konsumsi dan tekanan daya beli masyarakat, Irsyady merekomendasikan AMRT sebagai salah satu pilihan saham defensif yang sangat menarik. Alasannya, AMRT secara konsisten menunjukkan kinerja operasional yang kuat berkat jaringan distribusi yang sangat luas dan fokus strategis pada penyediaan kebutuhan pokok melalui ribuan outlet-nya.
Secara teknikal, saham AMRT memiliki area support di level Rp 2.270 per saham, sementara level resistance terdekat terpantau di Rp 2.500 per saham.
Ringkasan
Sektor ritel Indonesia menarik perhatian investor setelah sejumlah emiten mengumumkan pembagian dividen tunai, mencerminkan kesehatan keuangan dan strategi bisnis mereka. Payout rasio dividen, persentase laba bersih yang dibagikan, adalah indikator penting untuk menganalisis kebijakan manajemen dan prospek perusahaan. ACES (65%), AMRT (45%), dan LPPF (81%) termasuk emiten yang telah menetapkan rasio dividen mereka.
Analis menjelaskan bahwa rasio dividen tinggi, seperti pada ACES atau LPPF, menunjukkan komitmen manajemen kepada pemegang saham dan arus kas yang kuat, seringkali menandakan fase kematangan perusahaan. Sebaliknya, rasio rendah mengindikasikan reinvestasi laba untuk ekspansi ambisius, seperti ERAA. Investor perlu mempertimbangkan strategi jangka panjang; rasio tinggi cocok untuk income investing, sedangkan rendah untuk growth investing, dengan AMRT direkomendasikan sebagai pilihan defensif saat ini.