Persoalan kontrak di arena MotoGP kembali menjadi sorotan utama, khususnya terkait situasi yang melibatkan Jorge Martin dan tim Aprilia. Dinamika ini bahkan memancing Direktur Tim Pertamina Enduro VR46, Alessio Salucci, untuk buka suara mengenai kisruh perjanjian yang kian marak di kejuaraan balap motor paling bergengsi ini. Permasalahan Jorge Martin dan Aprilia, secara tersirat, menegaskan bahwa kontrak tampaknya tidak lagi sepenuhnya mengikat di MotoGP.
Jorge Martin, sang juara bertahan, berambisi untuk mengaktifkan klausul performa dalam kontraknya, bertujuan untuk memangkas durasi perjanjian setahun lebih awal pada akhir musim ini. Berdasarkan informasi dari Motorsport.com, klausul tersebut memberinya hak untuk menerima tawaran dari pabrikan rival apabila ia tidak mampu menjadi penantang gelar setelah enam seri pertama. Namun, kenyataan berkata lain; badai cedera membuat Martinator baru tampil sekali musim ini. Sementara di sisi Aprilia, belum ada pembalap yang benar-benar konsisten bersaing di podium, setidaknya hingga Marco Bezzecchi berhasil menjuarai balapan GP Inggris, yang merupakan seri ketujuh. Martin sempat mengajukan permohonan agar tenggat waktu klausul ditunda hingga ia sepenuhnya pulih, namun usulan tersebut tidak diterima dengan baik oleh Aprilia.
Marc Marquez Bukan Pembalap Sombong di MotoGP, Pengakuan dari Kepala Kru Isyaratkan Adanya Sikap Terpuji
Fenomena berakhirnya kontrak lebih cepat di MotoGP bukanlah hal yang baru. Pada tahun 2023, Marc Marquez, misalnya, mengambil langkah berani meninggalkan Honda setahun sebelum masa kontraknya berakhir. Keputusan ini didasari oleh performa motor yang kurang kompetitif, meskipun memang terjadi atas kesepakatan bersama. Kasus lain yang sedang hangat adalah nasib Miguel Oliveira yang terancam menjadi tumbal kedatangan Toprak Razgatlioglu ke Prima Pramac Yamaha, meskipun ia masih terikat kontrak hingga tahun 2026. Menariknya, Jorge Martin sendiri juga pernah terlibat dalam sengketa kontrak di masa lalu. Pada tahun 2020, ia sempat diliputi kontroversi saat memutuskan meninggalkan KTM demi melakoni debutnya di kelas MotoGP bersama Pramac, yang kala itu didukung penuh oleh pabrikan Ducati. Martin saat itu memanfaatkan klausul yang memungkinkannya hengkang lebih cepat jika tidak ada pembalap KTM yang berada di posisi 10 besar klasemen MotoGP hingga bulan Juni. Padahal, musim 2020 dilanda musibah COVID-19, sehingga balapan kelas para raja baru dimulai pada bulan berikutnya.
Dalam konteks ini, Salucci lantas menceritakan kisah komitmen sahabat karibnya, Valentino Rossi. The Doctor, julukan Valentino Rossi, tetap berpegang teguh untuk menyelesaikan kontraknya meskipun menghadapi kesulitan luar biasa bersama Ducati pada musim 2011 dan 2012. Periode tersebut menjadi momen terberat dalam karier Rossi, di mana ia untuk pertama kalinya gagal meraih satu pun kemenangan. Podium pun hanya berhasil diraihnya tiga kali dalam dua musim, lantaran karakteristik Ducati Desmosedici GP yang kala itu masih dianggap terlalu ‘liar’ dan sulit dikendalikan. Salucci, yang akrab disapa Uccio, mengungkapkan bahwa Rossi bahkan sempat berniat untuk tidak balapan dan memilih tinggal di rumah, terutama setelah awal yang kurang memuaskan di musim keduanya. “Dia tidak pernah memberi tahu saya untuk mengakhiri kontraknya, tetapi bahwa dia ingin di rumah saja. Tetapi itu hanya selama 10 menit saja,” kenang Uccio dalam interviu dengan MowMag.com. “Setelah itu dia menarik lengan bajunya (kiasan), datang ke balapan karena telah memenangi beberapa gelar juara, dan bekerja keras untuk berada di depan semua lawan, setidaknya yang memakai Ducati.” Uccio menambahkan, “Ketika dia datang ke sini, dia selalu memberi 110 persen. Menurut saya itulah yang harus kita lakukan. Itulah yang selalu diajarkan ke kami, bahkan oleh orang tua kami, untuk menghormati. Jika Anda menandatangani kontrak selama dua tahun, Anda harus berusaha, diam, dan pergi (ke balapan). Berharap ini akan berakhir secepat mungkin,” tegasnya.
Rangkaian kejadian yang nyaris berulang inilah yang membuat Uccio berharap agar kesepakatan dalam MotoGP dapat lebih dihormati. “Saya sejujurnya berharap (MotoGP tidak menjadi seperti F1 karena lemahnya kekuatan kontrak),” ujar Uccio. Ia melanjutkan, “Saya telah melihat (Flavio) Briatore membuat kontrak setiap tiga balapan, menurut saya kita harus berhati-hati dalam melakukan hal-hal seperti itu.” Uccio menekankan kembali prinsipnya, “Lalu, demi Tuhan, saya harap tidak, terlepas dari hal-hal yang mencolok… kalau seorang manajer terampil dalam menaruh opsi yang tertulis hitam di atas putih, kontraknya harus dihormati.” Ia mengklarifikasi, “Saya tidak berbicara soal Martin, tetapi secara umum. Namun, jika kontraknya mengatakan satu hal, kita harus mencoba untuk menghormatinya.” Uccio khawatir, jika tidak ada perubahan, MotoGP akan berubah menjadi seperti “Wild West”, merujuk pada zaman koboi berbahaya di Amerika Serikat yang minim penegakan hukum dan aturan.
MotoGP Italia 2025 – Selain Francesco Bagnaia, Siapa Bisa Jaga Kehormatan Tuan Rumah di Tengah Teror Marc Marquez
Ringkasan
Dinamika kontrak di MotoGP menjadi sorotan utama, khususnya terkait upaya Jorge Martin dengan Aprilia untuk memangkas durasi perjanjiannya lebih awal melalui klausul performa. Meskipun sempat mengajukan permohonan penundaan tenggat waktu karena cedera, usulan Martin tidak diterima oleh Aprilia. Kondisi ini memicu kekhawatiran bahwa komitmen kontrak tampaknya mulai melemah di kejuaraan balap motor tersebut.
Fenomena berakhirnya kontrak lebih cepat bukanlah hal baru, dengan kasus Marc Marquez meninggalkan Honda dan sengketa kontrak Jorge Martin di masa lalu sebagai contoh. Direktur Tim VR46, Alessio Salucci, menyoroti hal ini dengan mengutip komitmen Valentino Rossi yang tetap menghormati kontraknya dengan Ducati meskipun menghadapi kesulitan besar. Salucci menekankan pentingnya menghormati perjanjian tertulis agar MotoGP tidak menjadi “Wild West” yang minim aturan.