Rancak Media JAKARTA. Harga emas kembali mencatatkan rekor tertinggi, mengukuhkan posisinya sebagai aset primadona di tengah gejolak global. Kenaikan signifikan ini terjadi menyusul eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah, khususnya setelah serangan militer Israel terhadap Iran.
Berdasarkan data dari Trading Economics, harga emas pada Jumat (13/6) pukul 20.10 WIB tercatat melonjak ke level US$ 3.436 per ons troi. Angka ini menandai kenaikan sebesar 1,46% dibandingkan hari sebelumnya dan berhasil melampaui rekor tertinggi sebelumnya di US$ 3.431 per ons troi, yang tercapai pada 5 Mei 2025.
Andy Nugraha, Analis dari Dupoin Futures Indonesia, menegaskan bahwa emas tetap menjadi pilihan utama sebagai aset lindung nilai, terutama ketika ketidakpastian geopolitik meningkat. Serangan Israel yang memicu respons keras dari Iran, mendorong lonjakan drastis permintaan terhadap aset safe haven ini, mengingat kekhawatiran pelaku pasar terhadap potensi konflik yang lebih luas.
Selain faktor geopolitik, sentimen positif terhadap emas juga diperkuat oleh data ekonomi Amerika Serikat (AS). Rilis terbaru Indeks Harga Konsumen (CPI) dan Indeks Harga Produsen (PPI) menunjukkan angka yang lebih rendah dari perkiraan. Kondisi ini memperbesar ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve (The Fed) berpotensi mulai melonggarkan kebijakan moneter mereka pada akhir 2025.
Harga Emas Dekati Level Puncak dalam 2 Bulan, Perang Israel-Iran Picu Permintaan
Menurut Andy, ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter tersebut memberikan tekanan signifikan pada nilai tukar Dolar AS, yang dalam beberapa sesi terakhir mengalami pelemahan tajam. “Kelemahan dolar AS ini secara otomatis mendorong harga emas lebih tinggi karena daya beli investor non-AS menjadi lebih kuat,” jelasnya dalam riset yang diterbitkan pada Jumat (13/6).
Meskipun demikian, pergerakan pasar emas tidak sepenuhnya didominasi oleh satu arah. Di tengah isu geopolitik dan depresiasi dolar, Dolar AS sempat mengalami penguatan sementara. Hal ini dipicu oleh kabar pembatalan beberapa tarif dagang oleh pengadilan AS, yang kemudian mendorong peningkatan selera risiko di pasar global.
Optimisme terhadap potensi pembicaraan damai dagang antara AS dan China juga turut menekan minat investor pada aset lindung nilai, meskipun ketidakpastian masih membayangi. Andy menambahkan bahwa pasar masih cenderung menahan posisi di emas, lantaran belum adanya kejelasan mengenai arah final kebijakan fiskal dan moneter AS.
Dari perspektif teknikal, pergerakan harga emas menunjukkan sinyal penguatan tren naik yang semakin solid. Kombinasi formasi candlestick bullish dan posisi harga yang berada di atas garis Moving Average (MA) semakin memperkuat proyeksi bahwa tren kenaikan ini berpotensi berlanjut.
Ketegangan Iran–Israel Meledak, Investor Panik Borong Emas! Harga Menuju Rekor Baru?
“Apabila tekanan beli terus berlanjut dan tidak ada kejutan negatif dari data ekonomi atau pernyataan penting dari The Fed, maka emas memiliki potensi besar untuk menguji area resistansi US$ 3.500 pada minggu depan,” imbuhnya.
Namun, Andy juga mengingatkan akan adanya skenario pembalikan (reversal) yang patut diwaspadai. Jika harga emas gagal bertahan di atas level dukungan kritis US$ 3.212, maka terbuka peluang bagi emas untuk terkoreksi menuju zona US$ 3.133.
“Level tersebut akan menjadi titik uji penting bagi sentimen pasar, terutama jika rilis data inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) minggu depan atau imbal hasil obligasi AS kembali melonjak tajam,” pungkasnya.
Ringkasan
Harga emas kembali mencetak rekor tertinggi, mencapai US$ 3.436 per ons troi, setelah eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah akibat serangan Israel terhadap Iran. Peningkatan ketidakpastian ini mendorong permintaan aset lindung nilai seperti emas. Selain itu, sentimen positif juga didorong oleh data ekonomi Amerika Serikat yang menunjukkan inflasi lebih rendah, meningkatkan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter Federal Reserve yang melemahkan Dolar AS.
Dari sisi teknikal, pergerakan harga emas menunjukkan sinyal penguatan tren naik yang solid, dengan potensi menguji area resistansi US$ 3.500 dalam waktu dekat. Namun, skenario pembalikan patut diwaspadai jika harga emas gagal bertahan di atas level dukungan US$ 3.212. Koreksi bisa terjadi, terutama jika data inflasi penting AS atau imbal hasil obligasi AS menunjukkan lonjakan tajam.