Reksadana Saham Syariah: Kinerja Membaik, Prospek Investasi Bagaimana?

Ade Banteng

JAKARTA – Kinerja reksadana saham syariah mulai menunjukkan sinyal perbaikan yang menjanjikan memasuki pertengahan tahun 2025. Meskipun demikian, volatilitas masih menjadi tantangan yang perlu diwaspadai dalam investasi berbasis Islami ini.

Research Analyst Infovesta Kapital Advisori, Arjun Ajwani, menjelaskan bahwa capaian positif ini tidak merata di seluruh produk reksadana saham syariah. Kinerjanya bergerak cukup variatif, bergantung pada fokus investasi masing-masing produk. Menurut Arjun, produk yang utamanya berbasis pada saham blue chip syariah cenderung lebih rentan terhadap pergerakan keluar masuk dana asing. Ini disebabkan oleh ketidakpastian kondisi global maupun domestik yang sering kali memicu perubahan sentimen investor.

“Secara historis, kepemilikan asing memang paling banyak di saham-saham tersebut. Sehingga paling tertekan dan rentan terhadap derasnya capital outflow sepanjang tahun ini,” terang Arjun kepada Kontan.co.id, Senin (09/6). Situasi ini menciptakan tekanan signifikan pada saham-saham unggulan tersebut.

Berbeda dengan saham blue chip syariah, aliran dana asing tidak terlalu membebani saham-saham yang berorientasi pada komoditas, seperti emiten emas, nikel, atau tembaga. Akibatnya, kinerja sektor komoditas ini justru melesat, jauh mengungguli saham-saham unggulan lainnya.

Dinamika ini tercermin jelas dalam performa dua indeks saham utama yang memenuhi kriteria syariah, yaitu indeks LQ45 dan indeks SMC Liquid. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, indeks LQ45 terpantau masih berada dalam zona koreksi sebesar minus 3,02% secara year to date (ytd). Di sisi lain, indeks SMC Liquid berhasil tumbuh positif sebesar 0,16% ytd.

Arjun lebih lanjut menjelaskan, indeks LQ45 sebagian besar ditopang oleh bobot saham blue chip, sementara indeks SMC Liquid lebih banyak didukung oleh saham-saham komoditas dan saham lapis kedua. “Karena saham blue chip tertekan, sebaliknya saham komoditas dengan lapis kedua melonjak dan bobotnya jauh besar di indeks SMC Liquid. Hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan kinerja dari kedua indeks tersebut,” paparnya.

Meskipun demikian, optimisme terhadap reksadana saham syariah tetap tinggi di kalangan praktisi. CEO STAR AM, Hanif Mantiq, meyakini bahwa prospek reksadana saham syariah masih sangat positif hingga akhir tahun 2025. Keyakinan ini didukung oleh beberapa faktor pendorong utama.

Salah satunya adalah tren pertumbuhan aset under management (AUM) reksadana syariah yang telah mencapai Rp 54,94 triliun per April 2025, menunjukkan pertumbuhan 8,68% ytd. Selain itu, peningkatan total unit penyertaan (UP) sebesar 3,75% ytd, serta kondisi makroekonomi domestik yang stabil, turut menjadi katalis positif. Per 05 Juni, reksadana saham syariah secara kolektif telah mencatatkan kinerja positif sebesar 1,69% ytd.

Hanif merekomendasikan agar investor dapat masuk secara bertahap ke dalam reksadana saham syariah. Ia menyarankan untuk memilih portofolio yang berbasis pada sektor defensif, serta melakukan rebalancing berkala. Langkah ini penting guna memastikan investasi tetap sesuai dengan profil risiko masing-masing investor dan mampu beradaptasi dengan dinamika kondisi pasar.

Senada dengan Hanif, CEO Pinnacle Investment, Guntur Putra, menekankan pentingnya bagi investor untuk tetap berpegang pada produk-produk reksadana syariah yang menawarkan transparansi portofolio. Selain itu, produk tersebut harus dikelola oleh manajer investasi (MI) yang berpengalaman dan memiliki rekam jejak kinerja yang stabil serta konsisten sesuai prinsip syariah.

Sebagai contoh, berdasarkan data Infovesta Utama per 05 Juni 2025, Bahana Icon Syariah Kelas G menjadi salah satu produk reksadana saham syariah yang menonjol dengan mencetak return positif 1,98% ytd. Dalam fund fact sheet per April 2025, aset saham dalam produk ini sebagian besar ditempatkan pada PANI sebesar 16% dan DEWA sebesar 11%.

Ringkasan

Kinerja reksadana saham syariah menunjukkan sinyal perbaikan pada pertengahan 2025, meskipun volatilitas masih menjadi tantangan. Capaian positif ini tidak merata; produk berbasis saham blue chip syariah rentan terhadap capital outflow, sedangkan saham komoditas justru melesat. Hal ini tercermin dari indeks LQ45 yang terkoreksi, berbanding terbalik dengan indeks SMC Liquid yang berhasil tumbuh positif.

Prospek reksadana saham syariah diperkirakan tetap positif hingga akhir tahun 2025, didukung pertumbuhan aset kelolaan (AUM) dan kondisi makroekonomi domestik yang stabil. Investor disarankan untuk masuk secara bertahap, memilih portofolio pada sektor defensif, dan melakukan rebalancing berkala. Penting juga untuk memilih produk dengan transparansi portofolio yang dikelola manajer investasi berpengalaman sesuai prinsip syariah.

Baca Juga

Bagikan:

Tags