Kemarin sore, Rabu (9/7/2025) pukul 17.39 WIB, saya berkesempatan mengunjungi Taman Hutan Kota Penjaringan yang terletak di Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Berdasarkan catatan Kompas, taman ini memiliki luas sekitar 4,4 hektar. Dulunya merupakan lahan terlantar.
Kini, kawasan ini disulap menjadi ruang terbuka hijau, yang berbatasan langsung dengan Kanal Banjir Barat, dan bersebelahan dengan jalan tol menuju Bandara Soekarno-Hatta.
Setibanya di lokasi, deretan mobil terparkir rapi di sisi jalan depan pintu masuk utama. Di dalam area parkir, puluhan sepeda motor juga tertata teratur.
Saya disambut hangat oleh Bapak Muhammad, satpam yang berjaga hari itu. Dari obrolan singkat dengannya, saya mengetahui bahwa mayoritas pengunjung taman berasal dari warga di kawasan Teluk Gong dan sekitarnya.
Taman ini dibuka setiap hari dari pukul 05.00 hingga 09.00 WIB, dengan waktu kunjungan paling ramai terjadi menjelang sore.
Tidak cuma orang dewasa yang memanfaatkan taman ini, banyak juga anak-anak yang ikut berolahraga bersama keluarganya.
Pengunjung datang menggunakan mobil, sepeda motor, bahkan sepeda. Menariknya, tidak ada biaya tiket masuk alias gratis.
Namun, bagi yang membawa kendaraan, umumnya memberikan uang parkir seikhlasnya kepada satpam. “Biasanya Rp2.000, tapi itu juga tidak dipaksa,” ujar Pak Muhammad.
Saya pun melangkah masuk ke dalam taman. Saat itu, jam menunjukkan pukul 17.56 WIB, lampu-lampu taman mulai dinyalakan.
Di sisi kanan dan kiri pintu masuk, terdapat bangku dan meja kecil yang ditempati pengunjung yang sedang menikmati camilan.
Seorang pedagang tampak menjajakan dagangannya, kemungkinan bakso atau cilok. Sayangnya, di sekitar tempat duduk tersebut, banyak botol plastik dan bungkus makanan berserakan, meskipun tempat sampah telah disediakan.
Mas Dwi (34), petugas kebersihan taman, mengeluhkan perilaku sebagian pengunjung yang masih membuang sampah sembarangan. Ia dan tim kebersihan harus rutin memilah sampah plastik dari tumpukan sampah daun.
Di bawah pohon, saya juga melihat beberapa kantong plastik besar berisi sampah daun yang belum diangkut.
“Sampah ini akan dikumpulkan dulu hingga penuh, baru diangkut oleh truk pengangkut, biasanya satu atau dua minggu sekali,” jelas Mas Dwi.
Saya melanjutkan perjalanan menyusuri jalan setapak menuju tengah taman. Saat langit mulai gelap dan nyamuk mulai menyerang, saya memutuskan untuk kembali.
Di tengah perjalanan, saya sempat melewati bundaran kecil dan gazebo di sisinya, tampak beberapa pengunjung masih duduk santai melepas lelah.
Satu hal yang menjadi perhatian saya adalah kondisi jalan setapak yang masih bergelombang di beberapa bagian. Hal ini, tentu bisa membahayakan pengunjung yang sedang joging, terutama saat hari sudah mulai gelap.
Saat hampir keluar dari taman, saya melewati fasilitas bermain anak di sisi kiri jalan. Terdapat ayunan yang tampaknya sedang dalam perbaikan.
Namun, dari semua hal yang saya amati, satu hal yang paling mencolok adalah keberadaan pepohonan besar yang tumbuh tinggi menjulang.
Mengingat posisi taman yang berdekatan dengan jalan tol, pemangkasan atau pruning sebaiknya rutin dilakukan demi keselamatan pengguna jalan tol dan pengunjung taman.
Secara umum, fasilitas Taman Hutan Kota Penjaringan ini cukup lengkap. Tersedia musholla, toilet, pendopo, bangku taman, hingga area parkir yang memadai untuk kendaraan roda dua dan empat.
Semuanya masih terlihat terawat dengan baik. Namun, dari kunjungan singkat ini, saya mencatat beberapa hal yang kiranya dapat menjadi perhatian bagi Suku Dinas Pertamanan dan Kehutanan Kota Jakarta Utara, antara lain:
Penggantian tempat sampah yang saat ini terbuat dari beton ke jenis yang lebih ringan agar memudahkan petugas dalam mengangkutnya ke truk sampah.Pemasangan papan imbauan untuk tidak membuang sampah sembarangan di beberapa titik strategis dalam taman.Pemangkasan pepohonan tinggi yang berisiko mengganggu jalur lalu lintas di jalan tol.Perbaikan jalan setapak yang bergelombang demi kenyamanan dan keselamatan pengunjung.Pembangunan pagar beton tinggi untuk membentengi taman dari potensi gangguan eksternal.
Sebagai penutup, saya ingin mengajak seluruh warga dan pengunjung taman untuk lebih peduli terhadap ruang publik ini.
Taman Hutan Kota Penjaringan adalah milik bersama. Karena itu, menjaga kebersihan dan kenyamanan bukan hanya tugas petugas kebersihan, melainkan tanggung jawab kita semua.