Overbooking Camping: Pendaki Terancam? FMI Beri Peringatan!

Ade Banteng

JAKARTA, KOMPAS.com – Federasi Mountaineering Indonesia (FMI), sebuah organisasi nirlaba yang menaungi para pecinta dan pelaku pendakian gunung di Indonesia, baru-baru ini menyuarakan keprihatinannya terkait praktik booking lahan area camp yang semakin marak dilakukan oleh sejumlah Trip Organizer di berbagai kawasan wisata pendakian gunung.

Praktik yang meresahkan ini dinilai tidak hanya memicu ketidakharmonisan antar sesama pendaki, tetapi juga berpotensi besar merusak kelestarian alam, mengganggu kenyamanan flora dan fauna, serta meningkatkan risiko keselamatan akibat pelanggaran terhadap prinsip Keselamatan, Kesehatan, dan Keamanan (K3).

Gatot Wisnu Wiryawan, juru bicara FMI, dengan tegas menekankan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku di setiap kawasan pendakian gunung, termasuk penerapan prinsip K3 yang menjadi fondasi utama dalam setiap aktivitas pendakian.

Regulasi terkait pendakian gunung sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan.

“Setiap pendaki, termasuk para Trip Organizer, wajib memahami dan mematuhi pedoman yang telah ditetapkan oleh pengelola kawasan, seperti Taman Nasional atau pihak berwenang lainnya. Salah satu aspek krusial adalah memastikan bahwa area camp tidak melebihi kapasitas maksimum yang telah ditentukan,” ungkap Wisnu dalam siaran pers yang diterima KompasTravel, Kamis (5/6/2025).

Bahaya Kelebihan Kapasitas Area Camp

Menurut Wisnu, kelebihan kapasitas di area kemah dapat memicu berbagai potensi bahaya yang mengancam keselamatan para pendaki. Risiko longsor, kebakaran, atau kesulitan evakuasi dalam situasi darurat akan meningkat secara signifikan. Selain itu, dampak lingkungan terhadap ekosistem setempat juga akan semakin berat.

Menyadari pentingnya edukasi dan sosialisasi, FMI berkomitmen untuk terus mendukung upaya-upaya yang bertujuan meningkatkan pemahaman terkait etika pendakian, penerapan K3, dan menjaga hubungan sosial yang harmonis antar sesama pendaki.

“Kami mengajak seluruh pelaku pendakian, baik individu maupun kelompok, untuk menghindari tindakan-tindakan yang dapat memicu konflik, seperti klaim sepihak atas area camp. Mari kita prioritaskan sikap saling menghormati dan berbagi ruang dengan sesama pendaki,” imbau Wisnu.

Menjaga Kelestarian Alam adalah Tanggung Jawab Bersama

Lebih lanjut, FMI mengingatkan bahwa menjaga kelestarian alam merupakan tanggung jawab yang harus diemban bersama. Setiap pendaki memiliki peran penting dalam meminimalkan dampak lingkungan yang mungkin terjadi.

Wisnu secara khusus meminta semua pendaki untuk tidak meninggalkan sampah, menjaga kebersihan sumber air, serta menghormati keberadaan flora dan fauna di kawasan pendakian. Tindakan-tindakan ini selaras dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maupun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

“Dengan demikian, kenyamanan, keindahan, dan keseimbangan alam dapat terus dinikmati oleh generasi mendatang. Kami mengapresiasi kerja sama dari berbagai pihak, termasuk seluruh komunitas pendaki, dalam menciptakan lingkungan pendakian yang bertanggung jawab dan aman,” tambah Wisnu.

FMI juga menegaskan komitmennya untuk terus berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Taman Nasional, dalam upaya memperkuat edukasi, pengawasan, dan penegakan aturan, termasuk penerapan K3. Langkah ini diambil demi menjaga integritas budaya pendakian di Indonesia.

Viral di Media Sosial

Isu booking lahan camp ini mencuat ke permukaan setelah viral di media sosial sebuah video yang memperlihatkan seorang pendaki yang diminta untuk pindah area berkemah saat mendaki salah satu gunung di Indonesia. Alasannya, area perkemahan tersebut telah di-booking sebelumnya.

“Tadi kita udah pasang tenda di sini, terus katanya udah di-booking, terus kita diusir, dari tenda yang udah jadi di sini, pindah ke sebelah sini,” ungkap pendaki tersebut dalam unggahan video pendek oleh akun Instagram @luluvitaaasa_, dikutip, Senin (2/6/2025).

Dalam kolom komentarnya, ia menjelaskan bahwa kejadian tersebut terjadi saat dirinya mendirikan tenda di Pos Plawangan 2 Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat.

Ia mengaku telah bertanya kepada para porter pendaki yang berada di lokasi kemah. Namun, setelah tenda selesai didirikan, ia didatangi dan dimarahi oleh porter pendaki lain yang mengklaim bahwa lahan tersebut telah di-booking oleh temannya.

“Ada porter lokal yang datang dan marahin kami suruh pindah, katanya lahan sudah dibooking sama temannya. Lalu tanpa debat panjang, saya dan teman-teman pindah cari tempat lain,” tambahnya.

Sontak, unggahan tersebut memicu reaksi keras dari para netizen. Kolom komentar pun dipenuhi dengan berbagai komentar yang menyebut akun milik Tiga Dewa Adventure Indonesia. Tak sedikit dari mereka yang menghujat operator tur pendakian tersebut.

“lawak lu @tigadewaadventureindonesia,” tulis akun @apipsupriadi11.

“@tigadewaadventureindonesia gamau bikin klarifikasi????? lagian lu biar apasih begitu? ngerasa OT keren? KOCAKKK,” tulis akun @ipandh93.

Bantahan dari Pemilik Tiga Dewa Adventure Indonesia

Menanggapi tuduhan yang ramai beredar di media sosial, pemilik Tiga Dewa Adventure Indonesia, M. Rifqi Maulana (32), membantah dengan tegas soal praktik booking lahan camp yang berujung pada pengusiran pendaki di gunung.

Rifqi menjelaskan bahwa video-video yang menyudutkan Tiga Dewa Adventure Indonesia berlokasi di Gunung Slamet, Sumbing, Rinjani, dan Lawu.

“Jadi saya ingin hanya memberikan informasi klarifikasi saja seperti itu. Jadi supaya nanti berita-berita (yang) beredar tidak semakin liar. Jadi tidak ada dari Tiga Dewa pun, tidak ada kok yang sampai memonopoli atau memblokade atau sampai booking itu tidak ada sama sekali. Itu bisa dibuktikan kok,” kata Rifqi saat dikonfirmasi KompasTravel, Senin (2/6/2025) malam.

Ia mengaku telah berkomunikasi dengan para pemilik video yang diduga menyudutkan usaha operator wisata pendakian gunung miliknya.

Selain itu, Rifqi juga telah melakukan investigasi dan evaluasi terhadap kinerja timnya saat memandu tamu mendaki gunung di berbagai daerah. Ia memastikan bahwa sistem dan kinerja timnya berjalan dengan baik, tidak seperti yang dinarasikan di media sosial.

“Padahal dari berbagai macam video itu yang beredar, tidak ada kayak bendera yang misalnya kayak kita mengusir pendaki ataupun yang sebagainya. Jadi kita fair-fair-an saja gitu. Tapi memang apa ya teman-teman tuh khawatir gitu ketika kita tidak membuat suatu pernyataan atau suatu klarifikasi malah menjadi ke mana-mana,” tambah Rifqi.

Ringkasan

Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) menyampaikan keprihatinan terkait praktik booking lahan camp oleh Trip Organizer yang dinilai meresahkan dan berpotensi merusak lingkungan serta meningkatkan risiko keselamatan pendaki. FMI menekankan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku dan penerapan prinsip Keselamatan, Kesehatan, dan Keamanan (K3) di setiap kawasan pendakian gunung sesuai Undang-Undang yang berlaku. Overkapasitas area camp dapat memicu bahaya seperti longsor, kebakaran, dan kesulitan evakuasi.

Isu ini mencuat setelah viral video di media sosial yang memperlihatkan pendaki diusir karena lahan telah di-booking, yang kemudian memicu reaksi keras terhadap salah satu operator tur pendakian. Pemilik operator tur tersebut membantah adanya praktik booking lahan dan pengusiran pendaki, serta mengklaim telah melakukan investigasi dan evaluasi terhadap timnya. FMI mengajak seluruh pendaki untuk menghindari tindakan yang dapat memicu konflik dan menjaga kelestarian alam sebagai tanggung jawab bersama.

Baca Juga

Bagikan: