Tambang Nikel Ancam Raja Ampat: Fakta dan Dampaknya!

Ade Banteng

Rancak Media – Destinasi wisata Raja Ampat, yang terkenal akan keindahan alamnya, belakangan ini menjadi pusat perhatian publik. Selain pesona pariwisatanya, Raja Ampat kini juga menghadapi kehadiran industri ekstraktif, yaitu penambangan nikel. Lantas, ada apa sebenarnya dengan Raja Ampat?

Raja Ampat merupakan destinasi unggulan di Provinsi Papua Barat Daya, sebuah provinsi yang baru dimekarkan dari Provinsi Papua Barat pada tahun 2022. Potensi pariwisata di gugusan pulau ini tidaklah main-main, baik di kancah nasional maupun internasional. Ini terbukti dari data tahun 2024 yang mencatat kunjungan sebanyak 24.934 turis asing dan 8.343 turis lokal. Para pelancong ini datang untuk menikmati keindahan Raja Ampat, baik di permukaan maupun bawah laut, dengan mendaki perbukitan karst yang eksotis atau menyelami birunya perairan.

Sebagai “jantung” Segitiga Terumbu Karang Dunia, Raja Ampat yang dilintasi garis khatulistiwa, menyimpan keanekaragaman hayati laut terkaya di Bumi. Menurut data dari Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah Pengelolaan Kawasan Konservasi di Perairan Kepulauan Raja Ampat, wilayahnya membentang luas 4,6 juta hektar lautan, dihiasi oleh 1.411 pulau kecil, pulau karang, atol, dan beting yang mengelilingi empat pulau utama: Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool.

Keindahan Raja Ampat memang tak diragukan lagi. Banyak media berskala internasional telah menobatkan Raja Ampat sebagai salah satu destinasi wisata terbaik yang wajib dikunjungi. CNN pada tahun 2015 menobatkannya sebagai situs selam atau diving terbaik dunia. Tak hanya itu, pada tahun 2023, Lonely Planet memberikan predikat “Must Visit Location” atau Destinasi yang Harus Dikunjungi. Yang terbaru, dua media internasional terkemuka, The New York Times dan National Geographic, turut mengukuhkan status Raja Ampat sebagai destinasi wisata unggulan. “Berenanglah di antara ikan boxfish kuning tutul dan menyelamlah di antara kipas laut gorgonian ungu,” tulis Ratha Tep, seorang penulis ulasan, seperti dikutip Antara. “Di daratan, jelajahi pantai-pantai terpencil yang dikelilingi oleh pohon kelapa atau berjalanlah ke dalam hutan untuk melihat burung cendrawasih Wilson yang mencolok dan langka,” tambahnya.

Dikenal sebagai “negeri laut ajaib,” Kepulauan Raja Ampat diberkahi dengan sekitar 500 jenis karang, lebih dari 1.000 spesies ikan karang, serta makhluk laut unik seperti pari manta, duyung, dan hiu zebra. Berbagai spot snorkeling terbaik tersebar di seluruh Raja Ampat, menawarkan pengalaman tak terlupakan bagi para turis. Beberapa di antaranya yang patut dicoba adalah Pulau Arborek, Desa Yenbuba, Desa Sawandarek, Pulau Friwen, Pulau Kri, Manta Sandy, dan Teluk Kabui.

Pariwisata Berbasis Lingkungan sebagai Tulang Punggung Ekonomi

Sejak terbentuk pada tahun 2003, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat telah mengambil keputusan strategis untuk menjadikan pariwisata sebagai tulang punggung perekonomian daerah. Keputusan ini didukung oleh besarnya potensi alam bahari, kekayaan tradisi budaya, dan jejak sejarah di gugusan pulau yang 80 persen wilayahnya adalah laut. Sejak tahun 2008, Raja Ampat gencar membangkitkan industri pariwisatanya, dengan fokus pada pariwisata berbasis lingkungan.

Guna mewujudkan visi tersebut, sejumlah kampung wisata dikembangkan sebagai daya tarik utama, seperti Yenwaupnor, Arborek, Yenbuba, Sawinggrai, dan Sawandarek. Keberadaan kampung-kampung wisata ini bukan hanya memperkaya pengalaman turis, melainkan juga menjadi wahana penting bagi keterlibatan masyarakat lokal sebagai operator dan penyedia jasa wisata. Kesadaran akan pariwisata dan kelestarian lingkungan dibentuk dan ditanamkan langsung dari kampung-kampung ini, mengingat masa lalu ketika kapal penangkap ikan dari berbagai wilayah kerap masuk ke kawasan konservasi perairan Raja Ampat dan menangkap ikan dengan cara yang merusak, seperti menggunakan bom ikan, yang mengakibatkan kerusakan terumbu karang.

Melihat maraknya praktik perusakan tersebut, masyarakat setempat berinisiatif untuk berpatroli di perairan Raja Ampat sambil menjalani aktivitas sehari-hari sebagai nelayan. “Memang, dari awal kami jaga karang. Kalau ada bom, masyarakat tidak terima,” ungkap Tetua Adat Maribeko di Kampung Friwen, Derek Wawiyai, dalam sebuah pertemuan di Kampung Friwen, Raja Ampat, Papua Barat Daya, Jumat (7/6/2024). Ia menjelaskan bahwa kebanggaan masyarakat terhadap keindahan terumbu karang mereka sangat besar, sehingga warga tak segan menangkap oknum tak bertanggung jawab dan menyerahkannya kepada pihak kepolisian. Berkat upaya kolektif ini, industri pariwisata di Raja Ampat kian berkembang. Dari hanya sekitar 2.000 turis asing pada tahun 2008, jumlahnya melonjak hingga mencapai hampir 25.000 orang pada tahun 2024, menunjukkan keberhasilan pariwisata berbasis konservasi.

Polemik Industri Tambang Nikel Mengancam Ekosistem

Meskipun Raja Ampat diberkahi dengan ekosistem pesisir dan laut yang kaya, yang menawarkan beragam manfaat biologis dan sosial-ekonomi penting, termasuk pariwisata dan perikanan sebagai sumber pendapatan utama dan pangan bagi masyarakat lokal, kini wilayah ini terancam oleh aktivitas penambangan nikel. Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menemukan aktivitas pertambangan nikel di beberapa pulau di Raja Ampat, seperti Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.

Analisis Greenpeace menunjukkan bahwa aktivitas tambang tersebut telah menyebabkan kerusakan ekosistem hutan yang sangat signifikan. “Lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami di tiga pulau tersebut telah dibabat habis,” ujar Iqbal Damanik. Selain itu, Greenpeace juga mendokumentasikan bukti adanya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir laut. Kondisi ini berpotensi merusak terumbu karang dan ekosistem perairan Raja Ampat, yang secara global diakui sebagai salah satu kawasan laut dengan biodiversitas tertinggi.

Pemerintah Turun Tangan Menyikapi Isu Tambang Nikel

Menyikapi ekspansi tambang nikel di wilayah Raja Ampat yang lokasinya relatif berdekatan dengan Kawasan Wisata UNESCO Global Geopark (UGGp) Raja Ampat, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menegaskan bahwa setiap aktivitas industri ekstraktif di Indonesia harus mengedepankan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan. Hal ini bertujuan agar industri ekstraktif dapat berjalan selaras dengan pembangunan pariwisata, ekologi, dan kehidupan sosial budaya masyarakat. Dalam pertemuannya dengan Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Rabu (4/6/2025), Widiyanti menyampaikan bahwa Kementerian Pariwisata mencermati dengan serius persoalan tambang nikel di Raja Ampat, mengingat kekhawatiran yang timbul di kalangan masyarakat dan pemerhati lingkungan. Sebagai salah satu destinasi pariwisata prioritas Indonesia, Raja Ampat memegang sejumlah status penting, antara lain UGGp, Kawasan Konservasi Perairan Nasional, dan Pusat Terumbu Karang Dunia. “Setiap kegiatan pembangunan di kawasan ini (Raja Ampat) harus berpijak pada prinsip kehati-hatian, menghormati ekosistem, serta keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian,” kata Widiyanti dalam siaran persnya, Rabu (4/5/2025) malam.

Kementerian Pariwisata berkomitmen penuh menjadikan Raja Ampat sebagai simbol pariwisata berkualitas yang berbasis pada konservasi, edukasi, pemberdayaan masyarakat, kualitas, dan keberlanjutan. Untuk itu, Widiyanti mendukung adanya evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin pertambangan di wilayah sensitif, khususnya yang bersinggungan langsung dengan destinasi wisata konservasi. Kementerian Pariwisata juga mengadvokasi pendekatan “whole of government” dalam penyelarasan kebijakan antarsektor, termasuk pariwisata, lingkungan hidup, energi, dan mineral. Menurut Widiyanti, forum dialog bersama kementerian terkait sangat diperlukan agar setiap keputusan yang diambil benar-benar mempertimbangkan arah pembangunan pariwisata berkelanjutan. Kementerian Pariwisata siap menyuplai data dan masukan berbasis perencanaan pariwisata serta pengalaman empiris, termasuk menggarisbawahi peran masyarakat lokal sebagai pelindung kawasan. “Kami percaya bahwa kekuatan masa depan Raja Ampat ada pada kelestarian laut, budaya, dan masyarakatnya, maka inilah yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya,” ujar Widiyanti. Senada dengan itu, Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, dalam pertemuan yang sama, menekankan pentingnya komitmen dari semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat, dalam menjaga kelestarian Raja Ampat. “Kami di daerah memiliki kewenangan yang terbatas. Melalui komunikasi, kami berharap destinasi Raja Ampat dapat menjadi atensi pemerintah pusat. Bersama-sama kita memastikan Raja Ampat dapat menjadi kekayaan bukan hanya Indonesia, tapi juga dunia,” pungkas Elisa Kambu.

Operasional Tambang Nikel di Raja Ampat Dihentikan Sementara

Sebagai respons atas kekhawatiran yang meluas dari masyarakat dan aktivis lingkungan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia secara tegas mengumumkan penghentian sementara kegiatan operasional tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. “(Dihentikan sejak) mulai saya ngomong. Tapi melarang itu bukan seterusnya, untuk sementara,” jelas Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (5/6/2025). Ia menambahkan bahwa terdapat lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat, namun saat ini hanya satu yang sedang beroperasi, yaitu milik PT Gag Nikel (GAK), anak perusahaan PT Antam Tbk. Tim dari Kementerian ESDM saat ini sedang melakukan pengecekan menyeluruh terhadap operasional tambang nikel tersebut.

Ringkasan

Raja Ampat, di Provinsi Papua Barat Daya, dikenal sebagai destinasi pariwisata unggulan dan jantung Segitiga Terumbu Karang Dunia dengan keanekaragaman hayati laut terkaya. Wilayah ini mengandalkan pariwisata berbasis lingkungan sebagai tulang punggung ekonomi dan telah menunjukkan pertumbuhan turis yang signifikan. Namun, keindahan dan ekosistem Raja Ampat kini terancam oleh aktivitas penambangan nikel di beberapa pulaunya.

Aktivitas tambang nikel tersebut telah menyebabkan kerusakan ekosistem hutan dan sedimentasi di pesisir laut, berpotensi merusak terumbu karang. Menanggapi kekhawatiran ini, pemerintah pusat melalui Kementerian Pariwisata menekankan pentingnya pariwisata berkelanjutan dan mengevaluasi izin tambang. Sebagai respons, Kementerian ESDM telah mengumumkan penghentian sementara operasional tambang nikel di Raja Ampat, termasuk milik PT Gag Nikel, untuk dilakukan pengecekan menyeluruh.

Baca Juga

Bagikan: