Seorang musisi dan pendaki gunung yang dikenal luas, Fiersa Besari, turut menyoroti polemik panas seputar praktik pemesanan atau booking lahan untuk kegiatan camping di gunung yang kini tengah ramai diperbincangkan di berbagai platform media sosial. Pandangan Fiersa Besari ini muncul setelah sebuah video viral menunjukkan sekelompok pendaki diminta untuk memindahkan tenda mereka, lantaran lokasi tersebut diklaim telah “dipesan” oleh rombongan trip operator untuk peserta open trip yang mereka pandu.
“Saya baru baca-baca yang soal booking lahan di gunung, izin menanggapi,” ujar Fiersa Besari, sebagaimana dikutip pada Rabu (4/6/2025). Ia mengakui praktik umum di kalangan Trip Operator (TO) di mana para porter kerap mendahului ke area perkemahan untuk mendirikan tenda bagi peserta. Namun, menurut Fiersa Besari, masalah menjadi serius dan tidak bisa ditoleransi ketika praktik ini berujung pada pengusiran pendaki yang sudah lebih dulu mendirikan tenda, terutama jika hal itu disebabkan oleh jumlah peserta trip yang terlalu banyak hingga terkesan menguasai seluruh lahan.
“Kalau pendaki sudah mendirikan tenda kemudian diusir karena dibilang itu lahan milik peserta TO, itu salah sih menurut saya. Itu sama saja menghilangkan kesempatan seseorang untuk mendapatkan perlindungan,” tegas Fiersa Besari, menyoroti hak dasar setiap pendaki. Ia menekankan bahwa area perkemahan adalah ruang bersama yang semestinya dapat diakses oleh semua pihak tanpa diskriminasi.
Meskipun demikian, Fiersa Besari juga mengingatkan publik agar tidak serta-merta menyalahkan semua peserta open trip. Ia berpendapat bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan mendaki secara mandiri, dan keberadaan operator trip justru membuka akses keindahan gunung bagi banyak orang. Selain itu, operator trip juga dapat berperan sebagai sarana mitigasi risiko kecelakaan yang mungkin terjadi selama pendakian. “Setahu saya, enggak semua orang sekuat Anda semahir Anda. Tapi ingin tahu keindahan gunung seperti apa… Apalagi beberapa gunung memang mewajibkan lewat TO,” jelasnya.
Lebih lanjut, Fiersa Besari menekankan pentingnya regulasi yang jelas untuk mencegah operator trip mencaplok semua area camping. Ia menyuarakan perlunya pembagian lahan yang adil, terutama jika pos atau area perkemahan terbatas. “Pendaki mandiri juga punya hak,” tambahnya. Menurut Fiersa Besari, polemik ini mencerminkan adanya miskomunikasi yang buruk antara pihak operator dan kru lapangan.
Ia menyarankan agar pihak operator trip yang bermasalah berani membuat pernyataan terbuka dan memperbaiki sistem briefing untuk porter dan pemandu mereka. “TO yang bermasalah nih saya juga kenal sama beberapa orang di dalamnya. Tapi saya enggak akan membela, walaupun kenal. Seharusnya mereka menyampaikan sikap dan permintaan maaf, bukan malah diam,” katanya. Fiersa Besari menyarankan agar kejadian ini menjadi bahan evaluasi bersama, baik untuk operator trip, pengelola kawasan wisata, maupun komunitas pendaki.
Polemik ini sendiri mencuat ke publik setelah beredarnya video viral yang menunjukkan seorang pendaki dipaksa berpindah lokasi kemah oleh seorang porter dari sebuah trip operator, dengan alasan lokasi tersebut telah di-booking atau dipesan. Praktik ini memicu kritik keras dari publik, yang menganggapnya sebagai bentuk komersialisasi berlebihan di kawasan alam yang seharusnya menjadi ruang terbuka dan hak bagi semua.
Pasca meluasnya polemik ini, sebuah operator wisata pendakian gunung yang santer disebut-sebut dalam isu tersebut, Tiga Dewa Adventure Indonesia, akhirnya memberikan klarifikasi terkait tuduhan praktik booking lahan perkemahan di gunung yang dialamatkan kepada mereka. Dalam narasi video dan komentar yang viral di media sosial, Tiga Dewa Adventure Indonesia dituduh memblokade lahan camp dengan mendirikan tenda-tenda.
Menanggapi hal tersebut, pemilik Tiga Dewa Adventure, M. Rifqi Maulana (32), menjelaskan bahwa tenda-tenda tersebut dibawa dan dibangun oleh para porter lokal yang disewa untuk membantu pelaksanaan open trip yang mereka jalankan. Pendirian tenda di lahan camp tersebut merupakan bagian dari pelayanan dan fasilitas yang diberikan kepada para tamu Tiga Dewa Adventure Indonesia. Rifqi membantah tegas tuduhan soal booking lahan camp hingga berujung pada pengusiran pendaki di gunung yang beredar luas. Bantahan ini juga disampaikan dalam surat klarifikasi resmi yang ditandatangani Rifqi dan diunggah di akun Instagram Tiga Dewa Adventure Indonesia.
Ringkasan
Musisi dan pendaki Fiersa Besari menyoroti polemik pemesanan lahan camping di gunung yang ramai diperbincangkan, muncul setelah video viral menunjukkan pendaki diusir karena lokasi diklaim telah dipesan. Ia mengecam praktik pengusiran tersebut, menegaskan bahwa area perkemahan adalah ruang bersama dan hak setiap pendaki. Fiersa menekankan pentingnya regulasi jelas untuk mencegah operator mencaplok area camping, meski ia juga mengakui peran operator dalam memfasilitasi pendakian bagi banyak orang.
Polemik ini mencuat setelah video viral beredar tentang praktik pengusiran pendaki oleh porter trip operator. Tiga Dewa Adventure Indonesia, operator yang santer disebut, akhirnya memberikan klarifikasi dan membantah tuduhan soal booking lahan perkemahan hingga pengusiran. Pemiliknya, Rifqi Maulana, menjelaskan bahwa tenda-tenda tersebut dibangun oleh porter lokal sebagai bagian dari pelayanan bagi peserta open trip mereka.