Rancak Media – Raksasa teknologi Google baru-baru ini dijatuhi denda yang sangat besar, mencapai 314,6 juta dollar AS atau setara dengan sekitar Rp 5,1 triliun. Hukuman finansial ini dijatuhkan lantaran Google terbukti mengumpulkan data pengguna ponsel Android secara diam-diam, terutama saat perangkat berada dalam kondisi idle atau sedang tidak digunakan.
Putusan penting ini dikeluarkan oleh Pengadilan Negara Bagian California, yang secara tegas memerintahkan perusahaan mesin pencari terbesar di dunia itu untuk membayar kompensasi kepada para pengguna Android di wilayah tersebut yang terdampak.
Dilansir dari Reuters, kasus hukum ini bermula dari gugatan class-action—atau gugatan perwakilan kelompok—yang diajukan oleh sejumlah pengguna Android di California sejak tahun 2019. Gugatan ini menjadi tonggak penting dalam upaya penegakan privasi data di era digital.
Dalam tuntutannya, para pengguna Android di California menuding bahwa Google telah melakukan praktik pengumpulan data dari ponsel mereka tanpa izin yang jelas, bahkan ketika perangkat tersebut sedang tidak aktif. Mereka menduga kuat bahwa data-data sensitif tersebut kemudian disalahgunakan oleh Google untuk berbagai keperluan internal perusahaan, termasuk, yang paling signifikan, untuk mendukung layanan periklanan yang ditargetkan.
Menurut Glen Summers, salah satu pengacara penggugat, putusan pengadilan California yang mengabulkan gugatan mereka secara tegas membenarkan substansi kasus ini. “Dengan tegas membenarkan substansi kasus ini dan mencerminkan keseriusan pelanggaran Google,” ujar Summers, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari laporan Android Authority pada Minggu (6/7/2025). Pernyataan ini sekaligus menjadi bukti kuat atas penyalahgunaan data yang dilakukan Google.
Google bantah tuduhan, siap ajukan banding
Menanggapi putusan berat ini, Google menyatakan keberatan keras dan berencana untuk mengajukan banding. Juru Bicara Google, Jose Castaneda, dalam pernyataannya kepada media teknologi Android Authority, mengungkapkan bahwa mereka “sangat tidak setuju dengan keputusan hari ini dan akan mengajukan banding.” Castaneda menambahkan bahwa putusan ini merupakan “kemunduran bagi pengguna, karena salah memahami layanan yang penting bagi keamanan, kinerja, dan keandalan perangkat Android,” mengindikasikan bahwa praktik pengumpulan data tersebut adalah bagian integral dari fungsi sistem.
Google juga berargumen bahwa pada dasarnya, pengguna Android telah memberikan persetujuan mereka terkait seluruh aktivitas pengumpulan data melalui syarat dan ketentuan serta kebijakan privasi yang berlaku saat pertama kali ponsel diaktifkan. Perusahaan bersikukuh bahwa praktik pengumpulan data tersebut sama sekali tidak merugikan penggunanya, melainkan justru krusial untuk menjaga kinerja dan keamanan perangkat.
Namun, tantangan hukum bagi Google tidak berhenti di California. Perusahaan ini dilaporkan masih harus menghadapi gugatan serupa dari 49 negara bagian lain di Amerika Serikat, yang menunjukkan skala permasalahan privasi data ini yang lebih luas. Proses persidangan untuk kasus-kasus tersebut kabarnya akan berlangsung pada April 2026 mendatang, menandakan bahwa perjuangan hukum terkait privasi data bagi raksasa teknologi ini masih akan terus berlanjut di masa depan.
Ringkasan
Raksasa teknologi Google dijatuhi denda sebesar 314,6 juta dollar AS atau sekitar Rp 5,1 triliun oleh Pengadilan Negara Bagian California. Hukuman ini diberikan karena Google terbukti mengumpulkan data pengguna ponsel Android secara diam-diam, terutama saat perangkat dalam kondisi tidak digunakan. Putusan ini muncul dari gugatan class-action yang diajukan pengguna Android di California sejak tahun 2019, menuding data sensitif tersebut disalahgunakan Google untuk periklanan bertarget.
Google menyatakan sangat tidak setuju dengan keputusan ini dan berencana mengajukan banding, berargumen bahwa pengguna telah memberikan persetujuan melalui syarat dan ketentuan serta kebijakan privasi. Perusahaan juga mengklaim pengumpulan data krusial untuk menjaga kinerja dan keamanan perangkat. Selain itu, Google dilaporkan masih harus menghadapi gugatan serupa dari 49 negara bagian lain di Amerika Serikat.