Chip Otak Manusia: China Susul AS dalam Riset!

Ade Banteng

Langkah revolusioner dalam dunia teknologi medis kembali tercipta. Setelah Amerika Serikat, kini Tiongkok menegaskan dominasinya sebagai negara kedua yang berhasil melakukan implan chip ke otak manusia. Inovasi ini membuka gerbang baru bagi kemampuan manusia untuk mengendalikan perangkat hanya dengan kekuatan pikiran, sebuah capaian yang berpotensi mengubah kualitas hidup jutaan orang.

Keberhasilan uji coba teknologi BCI ini diperlihatkan melalui seorang pasien berusia 37 tahun yang telah kehilangan kedua lengan dan kakinya akibat kecelakaan 13 tahun silam. Setelah menjalani operasi implan chip otak pada 25 Maret 2025, keajaiban pun terjadi. Hanya dalam waktu sekitar tiga minggu pasca-prosedur, pasien tersebut dilaporkan mampu mengendalikan komputer dan bahkan bermain game hanya dengan pikirannya. Sebuah transformasi luar biasa, sebagaimana ia sampaikan: “Sekarang saya dapat mengendalikan komputer dengan pikiran saya. Rasanya seperti saya dapat bergerak sesuka hati.”

Proses penanaman chip invasif ini merupakan bagian integral dari rangkaian uji coba klinis pertama Tiongkok untuk perangkat Brain-Computer Interface (BCI) mereka. Teknologi BCI sendiri didefinisikan sebagai sistem yang memungkinkan komunikasi langsung antara otak manusia dan perangkat digital, memfasilitasi kontrol tanpa melibatkan jalur saraf atau otot perifer. Uji coba inovatif ini diselenggarakan oleh Center for Excellence in Brain Science and Intelligence Technology (CEBSIT), sebuah lembaga riset terkemuka di bawah naungan Chinese Academy of Sciences yang berlokasi di Shanghai, China.

Mekanisme kerja BCI yang dikembangkan CEBSIT ini melibatkan penanaman elektroda saraf berukuran mikro ke dalam otak pasien melalui lubang kecil pada tengkorak. Setelah terpasang, chip revolusioner ini secara cermat mendeteksi dan membaca aktivitas saraf di otak. Sinyal-sinyal otak yang tertangkap kemudian diteruskan ke komputer, di mana mereka diterjemahkan menjadi instruksi digital yang presisi untuk mengendalikan berbagai perangkat eksternal.

Keunggulan signifikan dari chip BCI buatan CEBSIT terletak pada ukurannya yang sangat kecil dan fleksibilitasnya yang superior, diklaim melampaui chip BCI terbaru dari Neuralink, perusahaan asal Amerika Serikat. Dengan diameter hanya 26 mm dan ketebalan kurang dari 6 mm, chip Tiongkok ini memiliki luas penampang seperlima hingga seperenam dari ukuran pesaingnya. Fleksibilitasnya bahkan disebut 100 kali lipat lebih baik. Zhao Zhengtuo, salah satu peneliti CEBSIT, menjelaskan, “Elektroda tersebut sangat lunak sehingga gaya yang dibutuhkan untuk menekuknya sebanding dengan gaya interaksi antara dua neuron di otak,” mengindikasikan integrasi yang lebih harmonis dengan jaringan otak.

Berkat desainnya yang ringkas dan sangat fleksibel, chip BCI CEBSIT diharapkan tidak akan terasa oleh pasien, meminimalkan ketidaknyamanan. Lebih penting lagi, desain ini diyakini dapat secara signifikan mengurangi risiko kerusakan jangka panjang pada jaringan otak, sebuah perhatian utama dalam implan otak. CEBSIT menargetkan persetujuan regulasi dari pemerintah China agar teknologi ini dapat dipasarkan secara luas pada tahun 2028. Awalnya, chip ini akan berfungsi sebagai perangkat medis esensial bagi pasien dengan cedera tulang belakang, amputasi tungkai atas bilateral, dan Sklerosis Lateral Amiotrofik (ALS). Ke depannya, tim peneliti juga berambisi untuk mengembangkan varian chip yang mampu mengendalikan lengan robotik atau agen kecerdasan buatan (AI), memperluas cakupan aplikasi teknologi BCI.

Langkah China dalam mengembangkan teknologi implan chip BCI invasif ini merupakan respons langsung terhadap inisiatif serupa di Amerika Serikat, yang dipelopori oleh Neuralink, perusahaan milik Elon Musk. Neuralink sendiri telah memulai uji coba chip BCI pada pasien quadriplegia. Visi Elon Musk untuk teknologi chip ini jauh lebih ambisius: ia berharap dapat melihat implementasi luas yang pada akhirnya ‘menyatukan’ manusia dengan kecerdasan buatan (AI) di masa depan. Dengan optimisme tinggi, Musk menyatakan, “Jika semuanya berjalan lancar, akan ada ratusan orang dengan Neuralinks dalam beberapa tahun, mungkin puluhan ribu dalam lima tahun, jutaan dalam 10 tahun,” sebuah prediksi yang menggambarkan potensi revolusi dalam interaksi manusia dan teknologi.

Ringkasan

Tiongkok kini menjadi negara kedua, setelah Amerika Serikat, yang berhasil melakukan implan chip ke otak manusia, sebuah langkah revolusioner dalam teknologi medis. Inovasi Brain-Computer Interface (BCI) ini memungkinkan individu mengendalikan perangkat hanya dengan kekuatan pikiran. Keberhasilan uji coba diperlihatkan oleh seorang pasien berusia 37 tahun yang mampu mengendalikan komputer dan bermain game dalam waktu sekitar tiga minggu pasca-prosedur.

Chip BCI yang dikembangkan oleh Center for Excellence in Brain Science and Intelligence Technology (CEBSIT) di Shanghai ini bekerja dengan mendeteksi dan menerjemahkan aktivitas saraf otak menjadi instruksi digital. Keunggulan chip Tiongkok ini terletak pada ukurannya yang lebih kecil dan fleksibilitasnya yang lebih baik dibandingkan chip Neuralink dari AS, yang diharapkan mengurangi risiko kerusakan otak. CEBSIT menargetkan persetujuan regulasi pada tahun 2028 untuk memasarkan teknologi ini, awalnya bagi pasien dengan cedera tulang belakang, amputasi, dan ALS.

Baca Juga

Bagikan: