Nadiem Ungkap Alasan Chromebook Dipilih untuk Laptop Sekolah!

Ade Banteng

Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim angkat bicara mengenai keputusan kementeriannya dalam pengadaan laptop Chromebook, menjelaskan mengapa sistem operasi (OS) tersebut dipilih ketimbang Windows. Klarifikasi ini disampaikan di tengah sorotan publik dan penyelidikan yang sedang berlangsung.

Nadiem menampik narasi yang menyebut Chromebook tidak cocok untuk diaplikasikan di sekolah. Ia menegaskan, “Sepengetahuan saya ada narasi bahwa ada kajian yang menyebut bahwa Chromebook itu tidak cocok untuk diaplikasikan di sekolah. Saya ingin klarifikasi memang ada uji coba Chromebook yang terjadi sebelum masa kementerian saya.” Uji coba sebelumnya memang dilakukan untuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), namun di masa kepemimpinannya, pengadaan laptop tersebut tidak ditargetkan untuk daerah tersebut.

Ia menjelaskan, hanya sekolah-sekolah yang memiliki akses internet yang berhak menerima laptop dari pengadaan ini. “Itulah alasannya juga pengadaan ini bukan hanya laptop, tapi juga ada modem WiFi 3G, dan juga proyektor, dan lain-lain, yang diberikan untuk bisa mengakses internet itu,” imbuh Nadiem. Dirinya menekankan bahwa Kemendikbud Ristek telah membuat kajian yang komprehensif, dengan Petunjuk Teknis (Juknis) yang sangat jelas mengatur bahwa penerima hanya sekolah yang memiliki internet.

Pemilihan Chromebook didasarkan pada sejumlah pertimbangan matang. Tim di Kemendikbud Ristek melakukan kajian perbandingan mendalam antara Chromebook dengan sistem operasi lainnya. Nadiem menuturkan, “Satu hal yang sangat jelas pada saat saya mencerna laporan ini adalah dari sisi harga, Chromebook itu kalau speknya sama (dengan OS lain) selalu 10-30% lebih murah.” Selain itu, sistem operasi ini juga gratis dalam penggunaannya, berbeda dengan OS lain yang memerlukan biaya lisensi yang bisa mencapai Rp 1,5 hingga Rp 2,5 juta.

Faktor krusial lainnya adalah kemampuan kontrol aplikasi pada Chromebook, yang dirancang untuk melindungi murid dan guru. Nadiem menyebutkan, “Kontrol terhadap aplikasi yang bisa ada di dalam Chromebook-Chromebook ini untuk melindungi murid-murid dan guru-guru kita dari pornografi, judi online, dan digunakan untuk gaming dan lain-lain. Itu bisa terjadi tanpa biaya tambahan lagi.” Keunggulan lainnya, meski terbatas, fitur Chromebook tetap dapat digunakan secara offline.

Di sisi lain, penyelidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang mendalami dugaan permufakatan jahat terkait pengadaan ini. Dugaan tersebut mencuat karena adanya upaya pengarahan tim teknis agar membuat kajian teknis yang mengarah pada penggunaan laptop berbasis sistem operasi Chrome. Harli, Kapuspenkum Kejagung, menyatakan hal ini di Jakarta.

Padahal, penggunaan Chromebook disebut bukanlah suatu kebutuhan yang mendesak. Harli memaparkan, pada tahun 2019, Pustekkom Kemendikbud Ristek telah melakukan uji coba penggunaan 1.000 unit Chromebook yang hasilnya tidak efektif. “Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa itu berbasis internet, sedangkan di Indonesia internetnya itu belum semua sama,” jelasnya. Dari pengalaman tersebut, tim teknis merekomendasikan penggunaan spesifikasi dengan sistem operasi Windows. Namun, Kemendikbud Ristek saat itu mengganti kajian ini dengan studi baru yang justru merekomendasikan penggunaan OS Chrome.

Pengadaan laptop ini sendiri, dari sisi anggaran, menelan biaya yang tidak sedikit. Kapuspenkum Kejagung menyebutkan total anggaran mencapai Rp 9,98 triliun, yang terdiri dari Rp 3,58 triliun dana satuan pendidikan (DSP) dan sekitar Rp 6,4 triliun dana alokasi khusus (DAK). Jampidsus telah menaikkan status perkara tersebut dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan pada 20 Mei 2025, setelah ditemukannya indikasi permufakatan jahat ini.

Ringkasan

Mantan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim menjelaskan pemilihan laptop Chromebook untuk sekolah didasarkan pada kajian komprehensif, menampik narasi ketidakcocokan perangkat tersebut. Ia menegaskan bahwa pengadaan ini ditargetkan untuk sekolah yang memiliki akses internet, dilengkapi modem dan proyektor. Pemilihan Chromebook didasari harga yang 10-30% lebih murah dan sistem operasi gratis, serta fitur kontrol aplikasi yang melindungi murid dari konten negatif.

Di sisi lain, Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang mendalami dugaan permufakatan jahat terkait pengadaan ini, mencurigai adanya pengarahan tim teknis untuk merekomendasikan OS Chrome. Padahal, uji coba pada tahun 2019 menunjukkan Chromebook tidak efektif karena ketergantungan pada internet. Kemendikbud Ristek disebut mengganti kajian awal yang merekomendasikan Windows dengan studi baru yang justru memilih OS Chrome. Pengadaan dengan total anggaran Rp 9,98 triliun ini telah naik statusnya ke tahap penyidikan.

Baca Juga

Bagikan:

Tags