Piala Dunia Klub 2025 di Amerika Serikat Dikecam: Cuaca Ekstrem dan Profesionalisme FIFA Dipertanyakan
Rencana perhelatan Piala Dunia Klub 2025 di Amerika Serikat menuai badai kritik. Bukan hanya dari tim peserta dan penggemar, sorotan tajam juga mengarah pada FIFA, selaku penyelenggara, atas dugaan kurang profesional dalam mengantisipasi masalah cuaca ekstrem.
FIFA sendiri menaruh harapan besar pada Piala Dunia Klub 2025. Turnamen ini diharapkan menjadi festival sepak bola klub terbesar di dunia. Ambisi ini diwujudkan dengan memperluas format menjadi 32 tim untuk pertama kalinya, serta mengiming-imingi hadiah uang yang fantastis. Tujuannya jelas, meningkatkan daya tarik dan prestise turnamen.
Namun, kenyataan di lapangan jauh panggang dari api. Babak penyisihan grup justru diwarnai pemandangan tribun kosong. Laga antara Ulsan dan Mamelodi Sundowns, misalnya, hanya disaksikan 557 penonton menjelang sepak mula. Kualitas pertandingan yang mengecewakan juga menjadi faktor pemicu rendahnya minat penonton.
Masalah yang lebih serius adalah cuaca buruk di Amerika Serikat. Kondisi ini memaksa sejumlah pertandingan dihentikan sementara. Tercatat, enam pertandingan, termasuk di babak penyisihan grup dan 16 besar, terpaksa ditunda akibat cuaca yang tidak bersahabat.
Salah satu insiden kontroversial terjadi di babak 16 besar antara Chelsea dan Benfica. Wasit memutuskan untuk menghentikan pertandingan pada menit ke-86, saat Chelsea unggul 1-0, karena risiko sambaran petir. Penundaan selama lebih dari dua jam membuat tensi pertandingan berubah. Benfica berhasil menyamakan kedudukan melalui penalti setelah pertandingan dilanjutkan. Meski Chelsea akhirnya menang lewat babak tambahan, insiden ini memicu kemarahan sang pelatih.
Piala Dunia Klub 2025 – Inter Miami Dibantai PSG, Lionel Messi Jotos Pemain Lawan?
Enzo Maresca, pelatih Chelsea, mengungkapkan kekecewaannya seusai pertandingan. “Ini seperti lelucon,” ujarnya. “Jika pertandingan dihentikan selama dua jam, itu bukan lagi sepak bola. Situasi pertandingan berubah total setelah penundaan itu.” Maresca menambahkan, “Saya mengerti penghentian pertandingan demi keselamatan, tetapi jika ada risiko seperti itu, Charlotte bukanlah tempat yang tepat untuk menyelenggarakan pertandingan sepak bola sebesar ini.”
Publik kini mempertanyakan keputusan FIFA memilih Amerika Serikat sebagai tuan rumah. Mengapa mereka mengabaikan fakta bahwa wilayah Timur dan Selatan Amerika Serikat, seperti Florida, North Carolina, dan Tennessee, rentan terhadap badai petir pada periode tersebut? Ironisnya, banyak pertandingan justru digelar pada sore hari, waktu di mana potensi badai petir mencapai puncaknya.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa kelalaian ini terletak pada FIFA. Padahal, di Amerika Serikat, turnamen olahraga lain seperti sepak bola atau baseball memiliki “Protokol Petir” yang ketat. Jika petir terdeteksi dalam radius 8 mil (13 km) dari stadion dalam jangka waktu tertentu sebelum pertandingan, laga akan ditunda. Bahkan, penyelenggara turnamen melengkapi stadion dengan radar petir dan tim pemantau cuaca khusus.
Pertanyaan yang muncul, apakah FIFA tidak melakukan konsultasi yang memadai atau terlalu percaya diri dalam mengambil keputusan? Akibatnya, enam pertandingan terpaksa dihentikan di tengah jalan karena risiko petir.
Sebelumnya, FIFPro, organisasi yang mewakili pemain profesional di seluruh dunia, telah berulang kali meminta FIFA untuk mempertimbangkan kembali jadwal dan durasi turnamen demi menghindari panas ekstrem dan badai petir. Sayangnya, permintaan ini tidak ditanggapi serius.
Tragedi Piala Dunia Klub 2025 ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi FIFA. Kurangnya persiapan dan antisipasi dapat berakibat fatal. FIFA perlu melakukan evaluasi mendalam sebelum menggelar Piala Dunia 2026 di Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada tahun depan. Keselamatan dan kenyamanan pemain serta penonton harus menjadi prioritas utama.
Ringkasan
Piala Dunia Klub 2025 di Amerika Serikat menuai kritik tajam terkait profesionalisme FIFA dalam mengantisipasi cuaca ekstrem. Turnamen yang diharapkan menjadi festival sepak bola klub terbesar, justru diwarnai tribun kosong dan penundaan pertandingan akibat cuaca buruk, terutama ancaman petir. Insiden penghentian laga Chelsea vs Benfica memicu kemarahan pelatih Chelsea yang menyebutnya seperti lelucon.
Publik mempertanyakan pemilihan Amerika Serikat sebagai tuan rumah, mengingat risiko badai petir di wilayah tersebut. FIFA dinilai lalai karena mengabaikan protokol petir yang lazim diterapkan dalam turnamen olahraga di Amerika Serikat. FIFPro sebelumnya telah mengingatkan FIFA tentang risiko panas ekstrem dan badai petir, namun tidak diindahkan, sehingga tragedi ini menjadi pelajaran berharga bagi FIFA untuk evaluasi sebelum Piala Dunia 2026.