Rancak Media Di kancah sepak bola China, keputusan strategis dalam memilih pelatih kepala Timnas selalu menjadi perbincangan hangat yang memicu spekulasi dan analisis mendalam.
Belum lama ini, nama Shin Tae-yong, mantan pelatih Timnas Korea Selatan dan Indonesia, mencuat ke permukaan. Ia santer disebut-sebut sebagai kandidat kuat pengganti Branko Ivankovic untuk posisi pelatih kepala Timnas China. Dengan keyakinan penuh, Shin Tae-yong bahkan menyatakan kesiapannya untuk menerima tantangan melatih skuad Negeri Tirai Bambu tersebut.
Media kenamaan China, 163.com, menyoroti rekam jejak Shin Tae-yong yang memang luar biasa dan jauh dari kata biasa. Karir sepak bolanya dimulai sebagai pemain. Ia adalah bintang di kancah sepak bola Korea Selatan, membawa Seongnam Ilhwa meraih tiga gelar K-League berturut-turut dan dinobatkan sebagai MVP K-League pada tahun 1995. Sebagai pemain tim nasional Korea, ia mencatatkan 23 penampilan dengan 3 gol, menunjukkan performa yang mengesankan di lapangan hijau.
Pasca gantung sepatu, perjalanan Shin Tae-yong sebagai pelatih pun tak kalah gemilang. Ia mengarsiteki timnas Korea U-23, U-20, hingga akhirnya memimpin timnas senior. Puncaknya, pada Piala Dunia 2018, di bawah arahannya, Korea Selatan secara mengejutkan berhasil menumbangkan juara bertahan Jerman, sebuah kemenangan yang menggemparkan dunia sepak bola global. Reputasinya di sepak bola Asia pun melambung tinggi, membawanya kemudian menjabat sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia. Bersama skuad Garuda, Shin Tae-yong sukses menorehkan serangkaian catatan bersejarah yang signifikan.
Shin Tae-yong Diabaikan China, Media Korea: Mereka Masih Butuh Sejuta Tahun Lagi untuk Sadar!
Media 163.com secara khusus memuji Shin Tae-yong, menyebutnya ‘pandai memanfaatkan potensi pemain muda’ dan memiliki ‘sistem taktis yang fleksibel dan dapat diubah, terutama didasarkan pada serangan balik defensif dan taktik konversi cepat’. Gaya ini dianggap sangat cocok dengan kekuatan serta tren pengembangan pemain muda Timnas China saat ini. Namun, di balik semua pujian dan harapan tersebut, Shin Tae-yong pada akhirnya gagal menarik minat Asosiasi Sepak Bola China (CFA).
Ada faktor krusial yang diyakini menjadi penyebab utama pengabaian terhadap sosok yang begitu populer ini: sosok Choi Kang-hee. Choi Kang-hee, pelatih asal Korea yang dijuluki ‘Godfather of Jeonbuk’, pernah sangat disegani di kancah sepak bola Asia. Selama memimpin Jeonbuk Hyundai, ia sukses memenangkan Liga Korea dan Liga Champions Asia berkali-kali, bahkan dua kali dinobatkan sebagai pelatih terbaik di Asia. Kapasitas melatihnya tak diragukan lagi.
Akan tetapi, jejak langkah Choi Kang-hee di Liga Super China ternyata diwarnai serangkaian konflik serius dengan klub-klub yang pernah ia tangani, seperti Dalian Yifang dan Shanghai Shenhua. Laporan 163.com mengungkap bahwa “selama dua musim terakhir, Choi Kang-hee dan klub Shandong Taishan sering berselisih pendapat tentang berbagai masalah seperti perekrutan pemain dan bonus”. Bahkan, musim ini “klub telah membatasi kewenangan Choi Kang-hee untuk merekrut pemain karena pertimbangan biaya”, namun sang pelatih justru “lebih keras kepala dalam penggunaan pemain dan taktik, sehingga menghasilkan hasil tim yang sangat tidak memuaskan”.
Lebih lanjut, Choi Kang-hee “tidak secara aktif berusaha berkomunikasi dengan klub untuk menyelesaikan masalah, tetapi malah memiliki ide yang tidak masuk akal dalam melatih”. Setiap kali tim menelan kekalahan, ia “tidak mencari alasan dari dirinya sendiri, tetapi sering menyalahkan penalti wasit pada konferensi pers pasca pertandingan, dan bahkan mempertanyakan pengawas pertandingan”. Praktik semacam ini tentu saja “dihukum berat oleh Asosiasi Sepak Bola China (CFA)”. Sebagai pelatih kepala, Choi Kang-hee dinilai “tidak memiliki tanggung jawab yang semestinya dan sama sekali tidak memperhatikan citra tim dan klub”. Serangkaian tindakan ini disebut “sangat mengecewakan klub dan penggemar”.
Jejak rekam kontroversial Choi Kang-hee inilah yang menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan CFA saat mempertimbangkan Shin Tae-yong, yang juga berasal dari Korea Selatan. Mereka cemas jika Shin Tae-yong melatih Timnas China, konflik serupa dengan yang dialami Choi Kang-hee dengan klub akan terulang, berpotensi mengganggu stabilitas dan menghambat perkembangan tim nasional.
“Mengapa Shin Tae-yong yang sangat populer gagal menarik perhatian Asosiasi Sepak Bola China? Si pecundang Choi Kang-hee di Liga Super mungkin faktornya,” tulis 163.com secara lugas. Mereka berpandangan bahwa “timnas sedang dalam masa kritis pembangunan kembali dan membutuhkan pelatih kepala yang bisa hidup rukun dengan Persatuan Sepak Bola, pemain, dan semua pihak, serta mengabdikan dirinya untuk membangun tim”. Peringatan keras pun dilayangkan: “Jika kesalahan Choi Kang-hee terus terulang dan kerap kali terjerumus dalam gesekan internal dengan manajemen, masa depan timnas akan semakin suram.” Jelas bahwa kegagalan Shin Tae-yong untuk masuk dalam visi akhir Asosiasi Sepak Bola China tak lain dan tak bukan disebabkan oleh bayang-bayang contoh negatif Choi Kang-hee di panggung Liga Super China.
Ringkasan
Shin Tae-yong, mantan pelatih timnas Korea Selatan dan Indonesia, disebut-sebut sebagai kandidat kuat pelatih kepala timnas China. Ia memiliki rekam jejak gemilang sebagai pemain dan pelatih, termasuk memimpin Korea Selatan mengalahkan Jerman di Piala Dunia 2018 serta menorehkan catatan bersejarah bersama timnas Indonesia. Media China bahkan memuji kemampuannya memanfaatkan potensi pemain muda dan taktik fleksibel yang cocok untuk skuad China.
Namun, Shin Tae-yong pada akhirnya tidak dipilih oleh Asosiasi Sepak Bola China (CFA). Keputusan ini didasari kekhawatiran CFA terhadap pengalaman negatif dengan pelatih asal Korea lainnya, Choi Kang-hee, di Liga Super China. Choi Kang-hee memiliki riwayat konflik serius dengan klub terkait perekrutan dan taktik, serta dinilai tidak bertanggung jawab. CFA khawatir Shin Tae-yong akan menyebabkan konflik serupa, mengganggu stabilitas tim nasional yang sedang dalam masa pembangunan kembali.