Rancak Media – , Jakarta – Setelah menanti lebih dari satu dekade yang diwarnai ambisi membara, investasi fantastis, dan serangkaian kegagalan yang memilukan, Paris Saint-Germain (PSG) akhirnya mengukir sejarah dengan merebut trofi Liga Champions perdana mereka. Klub raksasa Prancis ini menahbiskan diri sebagai juara setelah meraih kemenangan dominan 5-0 atas Inter Milan di partai final yang berlangsung di Munich pada 31 Mei 2025.
Kemenangan gemilang tersebut tidak hanya menandai pencapaian terbesar PSG, tetapi juga menjadikan mereka klub Prancis kedua yang berhasil mengangkat ‘Si Kuping Besar’ – julukan trofi Liga Champions – setelah Marseille melakukannya tiga dekade sebelumnya. Raihan prestisius ini sekaligus menjadi puncak dari sebuah perjalanan panjang sejak Qatar Sports Investments (QSI) mengakuisisi PSG pada tahun 2011, mengubah klub dari status medioker menjadi kekuatan elite Eropa.
Empat belas tahun silam, sebelum era keemasan ini, PSG hanyalah tim yang biasa-biasa saja di kancah Eropa. Menurut data EloFootball, peringkat mereka di Benua Biru bahkan berada di urutan ke-90. Di kompetisi domestik, mereka baru saja menyelesaikan musim dengan finis keempat di Liga Prancis (Ligue 1) dan tersingkir di babak 16 besar Liga Europa. Citra PSG saat itu tak berbeda jauh dari klub-klub seperti Werder Bremen atau Stuttgart, yang memiliki sejarah lokal namun minim torehan prestasi di Eropa.
Namun, kedatangan QSI pada tahun 2011 membawa serta ambisi yang monumental. Mereka tidak segan-segan menggelontorkan investasi finansial yang nyaris tak terbatas, merekrut pelatih-pelatih kelas dunia, membentuk skuad yang dipenuhi bintang-bintang top, dan secara fundamental mengubah identitas PSG menjadi representasi modernisasi dan globalisasi dalam dunia sepak bola.
Berikut adalah catatan perjalanan PSG musim demi musim menuju puncak Eropa:
2011–2012
Pelatih: Antoine Kombouare, digantikan Carlo Ancelotti
Ligue 1: Peringkat 2
Eropa: Tersingkir di fase grup Liga Europa
Visi awal Paris Saint-Germain (PSG) di bawah kepemilikan baru tampak lugas: mengalirkan dana besar untuk belanja pemain dan merekrut pelatih kaliber dunia. Langkah konkret pertama terwujud dengan kedatangan gelandang Javier Pastore dari Palermo senilai 42 juta euro, diikuti transfer Thiago Motta dari Inter Milan pada bursa Januari. Performa domestik yang kurang memuaskan dan tersingkir di fase grup Liga Europa mendorong klub untuk menunjuk Carlo Ancelotti sebagai nahkoda baru. Di bawah polesan Ancelotti, PSG hanya menelan dua kekalahan dari 23 pertandingan terakhir Ligue 1, mengakhiri musim dengan selisih tiga poin di belakang juara kejutan, Montpellier. Dari sinilah, sinyal perubahan besar di klub mulai terpancar jelas.
2012–2013
Pelatih: Carlo Ancelotti
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Perempat final (kalah dari Barcelona lewat gol tandang, 3-3)
Musim kedua proyek ambisius PSG ini menyaksikan peningkatan signifikan dalam kekuatan bintang mereka. Pada musim panas 2012, klub ibu kota Prancis ini berhasil merekrut sejumlah nama besar, termasuk Zlatan Ibrahimovic dan Thiago Silva dari AC Milan, Ezequiel Lavezzi dari Napoli, serta gelandang muda berbakat Marco Verratti. Di bursa transfer Januari, PSG semakin memperdalam skuad dengan mendatangkan veteran David Beckham (37 tahun) dan talenta muda Brasil, Lucas Moura (20 tahun). Hasilnya, PSG berhasil menjuarai Ligue 1 dengan keunggulan 12 poin dan hanya menelan satu kekalahan dalam 10 pertandingan Liga Champions. Meskipun telah meraih gelar Ligue 1 pada 1986 dan Piala Winners UEFA pada 1996, musim ini tercatat sebagai pencapaian terbaik sepanjang sejarah klub modern. Keberhasilan ini juga membuat pelatih Carlo Ancelotti menarik minat Real Madrid, yang akhirnya ia bergabung pada akhir musim.
2013–2014
Pelatih: Laurent Blanc
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Perempat final (kalah dari Chelsea lewat gol tandang, 3-3)
Setelah kepergian Carlo Ancelotti ke Real Madrid, manajemen PSG menunjuk mantan pelatih tim nasional Prancis, Laurent Blanc, sebagai nahkoda baru. Dua bintang Serie A didatangkan untuk memperkuat tim: striker Edinson Cavani dari Napoli dan bek muda berusia 19 tahun, Marquinhos, dari AS Roma. Duet mematikan Cavani dan Zlatan Ibrahimovic menjadi andalan di lini depan, mencetak total 42 gol di Ligue 1. PSG pun menunjukkan peningkatan performa dengan meraih 89 poin, enam poin lebih baik dari musim sebelumnya. Di Liga Champions, Les Parisiens menghancurkan Bayer Leverkusen dengan agregat telak 6-1 di babak 16 besar. Namun, mereka kembali harus tertunduk di perempat final. Meskipun unggul 3-1 atas Chelsea di leg pertama, PSG gagal mempertahankan keunggulan dan harus tersingkir secara dramatis akibat gol telat Demba Ba, yang membuat Chelsea unggul lewat aturan gol tandang.
2014–2015
Pelatih: Laurent Blanc
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Perempat final (kalah dari Barcelona agregat 5-1)
Pada musim ini, PSG hanya mendatangkan bek tengah Chelsea, David Luiz, untuk memperkuat skuad. Meskipun demikian, PSG menutup musim dengan dominasi penuh di domestik, menyapu bersih empat gelar: Ligue 1, Coupe de France, Coupe de la Ligue, dan Trophee des Champions. Kendati tampil perkasa di dalam negeri, langkah mereka di Liga Champions lagi-lagi terhenti di perempat final setelah disingkirkan oleh Barcelona asuhan Luis Enrique, yang saat itu tampil luar biasa dan kemudian sukses menjuarai kompetisi paling elite di Eropa tersebut.
2015–2016
Pelatih: Laurent Blanc
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Perempat final (kalah dari Manchester City agregat 3-2)
PSG semakin menambah kekuatan dari Liga Inggris dengan merekrut winger Manchester United, Angel Di Maria, yang tampil impresif dengan 18 assist—sebagian besar untuk Zlatan Ibrahimovic (38 gol) dan Edinson Cavani (19 gol). Kontribusi mereka membawa PSG meraih 96 poin dan kembali menyabet quadruple domestik. Namun, kegagalan beruntun di perempat final Liga Champions untuk keempat musim berturut-turut membuat Presiden Klub, Nasser Al-Khelaifi, secara tegas menyebut musim itu sebagai kegagalan. Akibatnya, PSG berpisah dengan pelatih Laurent Blanc, yang disusul kemudian oleh kepergian Ibrahimovic dan David Luiz.
2016–2017
Pelatih: Unai Emery
Ligue 1: Peringkat 2
Liga Champions: Babak 16 besar (kalah dari Barcelona, agregat 6-5)
Musim keenam era QSI menjadi titik balik penting dan penuh gejolak bagi PSG. Meskipun Edinson Cavani tampil sangat tajam setelah kepergian Ibrahimovic, gelar Ligue 1 secara mengejutkan direbut oleh AS Monaco yang tampil sensasional bersama Radamel Falcao, Bernardo Silva, dan remaja 17 tahun, Kylian Mbappe. Di Liga Champions, PSG sempat mengguncang publik sepak bola dengan kemenangan dominan 4-0 atas Barcelona di leg pertama babak 16 besar. Namun, semua harapan runtuh saat terjadi ‘La Remontada’ yang fenomenal dan tak terlupakan di Camp Nou, membuat mereka tersingkir secara dramatis.
2017–2018
Pelatih: Unai Emery
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Babak 16 besar (kalah dari Real Madrid, agregat 5-2)
Kekalahan menyakitkan 1-6 dari Barcelona di leg kedua babak 16 besar Liga Champions 2016–2017 menjadi salah satu laga paling dramatis dalam sejarah sepak bola. PSG pun merespons dengan langkah ekstrem: membajak Neymar dari Barcelona seharga 222 juta euro dan merekrut sensasi remaja Kylian Mbappe senilai 180 juta euro. Meskipun mendominasi Ligue 1 dan meraih quadruple domestik, ambisi mereka di Eropa kembali kandas setelah disingkirkan oleh raksasa Real Madrid. Hasil pahit itu mengakhiri era Unai Emery di Paris.
2018–2019
Pelatih: Thomas Tuchel
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Babak 16 besar (kalah dari Manchester United lewat gol tandang, agregat 3-3)
Dengan nama-nama besar dan belanja jor-joran, PSG berhasil memposisikan diri sebagai salah satu merek sepak bola paling glamor di dunia. Kemitraan dengan Air Jordan, pembukaan kantor di Asia dan Amerika, serta kehadiran selebritas kelas dunia di Parc des Princes menjadi bukti nyata ekspansi global mereka. Namun, di atas lapangan, PSG justru kerap menjadi bahan olok-olok karena kegagalan di Eropa. Pada 2019, mereka tersingkir secara dramatis oleh Manchester United meskipun telah unggul 2-0 di leg pertama. Musim itu, PSG juga gagal meraih Coupe de France dan Coupe de la Ligue, menambah daftar kekecewaan.
2019–2020
Pelatih: Thomas Tuchel
Ligue 1: Juara (kompetisi dihentikan karena COVID-19)
Liga Champions: Finalis (kalah dari Bayern Munich 0-1)
PSG memilih melepas talenta muda potensial seperti Christopher Nkunku dan Moussa Diaby demi mendatangkan pemain berpengalaman semacam Idrissa Gueye dan Keylor Navas. Di musim kedua Thomas Tuchel, mereka tampil solid dan memimpin klasemen saat Liga Prancis dihentikan akibat pandemi COVID-19. Di Liga Champions, PSG akhirnya menembus final perdana mereka setelah membalikkan keadaan kontra Dortmund dan Atalanta. Namun, mimpi meraih trofi Liga Champions harus kandas setelah takluk 0-1 dari Bayern Munich melalui gol eks pemain mereka, Kingsley Coman.
2020–2021
Pelatih: Thomas Tuchel, lalu Mauricio Pochettino
Ligue 1: Peringkat 2
Liga Champions: Semifinal (kalah dari Manchester City, agregat 4-1)
Kesuksesan mencapai final Liga Champions musim sebelumnya ternyata tidak cukup untuk memperpanjang masa kerja Thomas Tuchel. Awal musim 2020–2021 yang tidak konsisten, termasuk empat kekalahan di Ligue 1 dan dua kekalahan di fase grup Liga Champions, membuat Tuchel dipecat pada Desember. PSG kemudian menunjuk Mauricio Pochettino yang langsung memberikan harapan baru karena berhasil menyingkirkan Barcelona dan juara bertahan Bayern Munchen di fase gugur Liga Champions. Namun, mereka kembali gagal di semifinal, kali ini dari Manchester City. Kegagalan itu menandai musim yang penuh pasang surut, memunculkan sinyal keraguan terhadap proyek besar PSG di level Eropa.
2021–2022
Pelatih: Mauricio Pochettino
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Babak 16 besar (kalah dari Real Madrid, agregat 3-2)
Musim panas 2021 menjadi momen transformasi besar bagi Paris Saint-Germain. Dalam jangka panjang, klub mendatangkan tiga pemain muda yang kelak menjadi pilar tim: Achraf Hakimi, Nuno Mendes, dan Gianluigi Donnarumma. Namun sorotan utama tertuju pada kedatangan Lionel Messi, yang direkrut secara gratis usai Barcelona tak mampu memperpanjang kontraknya akibat krisis keuangan. PSG juga menambah pengalaman lewat perekrutan Sergio Ramos dan Georginio Wijnaldum. Meskipun Ligue 1 kembali dimenangkan dengan nyaman, kiprah di Liga Champions kembali kandas. Messi belum bisa tampil maksimal, Neymar absen cukup lama karena cedera, dan PSG tersingkir oleh Real Madrid lewat trigol Karim Benzema dalam kurun 17 menit yang mematikan.
2022–2023
Pelatih: Christophe Galtier
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Babak 16 besar (kalah dari Bayern Munich, agregat 3-0)
Meski PSG terus menambah pemain muda potensial seperti Vitinha dari FC Porto dan Warren Zaire-Emery dari akademi sendiri, musim 2022-2023 kembali memperlihatkan pola yang berulang. Pelatih baru Christophe Galtier menghadapi tantangan serupa dengan Mauricio Pochettino. Trio maut Kylian Mbappe, Neymar, dan Lionel Messi memang sangat produktif dengan total 58 gol dan 32 assist, namun tak satupun dari mereka memiliki etos menekan lawan dari lini depan, hal yang menjadi krusial dalam sepak bola modern. PSG memang kembali menjuarai Ligue 1, tetapi penampilan di Liga Champions tidak menggembirakan. Mereka gagal menjadi juara grup dan tersingkir tanpa perlawanan berarti dari Bayern Munchen di babak 16 besar. Akibatnya, Galtier didepak, Neymar hijrah ke Arab Saudi, dan Messi pindah ke MLS. Untuk sesaat, PSG seolah menjadi milik Mbappe sepenuhnya.
2023–2024
Pelatih: Luis Enrique
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Semifinal (kalah dari Borussia Dortmund, agregat 2-0)
Musim panas 2023 menandai pergeseran strategi PSG yang signifikan. Setelah terlalu lama mengandalkan kekuatan belanja pemain bintang, manajemen klub mulai memulangkan talenta lokal. Nama-nama seperti Lucas Hernandez, Ousmane Dembele, Randal Kolo Muani, dan Bradley Barcola bergabung untuk membentuk kembali identitas Prancis di tubuh tim. Pelatih Luis Enrique juga didatangkan, membawa harapan akan revolusi taktik. Meskipun belum mampu membuat Mbappe berkontribusi dalam tekanan tinggi, PSG menunjukkan perkembangan signifikan di paruh kedua musim. Mereka melakukan comeback dramatis atas Barcelona di perempat final Liga Champions, namun kandas secara mengejutkan di semifinal melawan Borussia Dortmund meski dominan secara statistik. Gelar domestik kembali digenggam, tetapi kegagalan di Eropa dan kepergian Mbappe ke Real Madrid menutup musim dengan perasaan pahit.
2024–2025
Pelatih: Luis Enrique
Ligue 1: Juara
Liga Champions: Juara (menang atas Inter Milan 5-0)
Trofi paling diidamkan itu akhirnya tiba di Paris. Namun, apa sebenarnya yang membuat musim ini berbeda? Hengkangnya Mbappe secara paradoks memperkuat rencana klub untuk membangun tim yang lebih muda dan solid di bawah arahan jenius Luis Enrique. PSG merekrut sejumlah talenta muda menjanjikan seperti Desire Doue, Joao Neves, Willian Pacho, hingga Khvicha Kvaratskhelia. Meskipun sempat mengalami periode sulit dengan hasil minor di fase grup Liga Champions, momentum berbalik setelah kemenangan telak atas RB Salzburg. Perbaikan taktik Luis Enrique secara perlahan membuahkan hasil, terutama dalam hal pressing dan counterpressing yang menjadi kunci keberhasilan mereka.
Kisah PSG ini menunjukkan paradoks: klub yang pernah mengandalkan bintang besar dan glamor dengan belanja masif, justru meraih gelar tertinggi mereka saat kehilangan para bintang utama dan belajar mengalahkan lawan lewat kedalaman skuad, energi tinggi, serta taktik modern yang kolektif. Kedalaman skuad ini mirip dengan tim Barcelona yang diasuh Luis Enrique pada musim 2014-2015, yang saat itu juga meraih treble bersejarah seperti yang ia lakukan bersama PSG tahun ini. Jika perlu perubahan untuk menjaga performa, Enrique kini punya banyak opsi. Meskipun Dembele, Hakimi, Vitinha, dan Kvaratskhelia bukan pemain tua, PSG kini dihuni banyak talenta muda menjanjikan. Pacho, Ramos, Barcola, Mendes, hingga Doue dan Warren Zaire-Emery masih berusia 19-23 tahun, sementara beberapa pemain bahkan baru remaja. PSG telah membangun skuad termuda dan terdalam di dunia sepak bola. Tim ini bisa dibilang tiba lebih cepat dari perkiraan dan mungkin baru mencapai puncak performa dalam satu atau dua tahun ke depan.
Perjalanan PSG di Liga Champions musim ini sangat impresif. Setelah comeback dramatis melawan Manchester City dan lolos dari Liverpool lewat adu penalti, mereka melaju hingga final Liga Champions dan membuat rekor gol dengan menghancurkan Inter Milan 5-0 di partai puncak.
Pilihan Editor: 7 Pemain yang Dilepas Manchester United dan Bersinar di Klub Barunya
Ringkasan
Paris Saint-Germain (PSG) akhirnya mengukir sejarah dengan merebut trofi Liga Champions perdana mereka pada 31 Mei 2025, setelah meraih kemenangan dominan 5-0 atas Inter Milan di partai final. Kemenangan ini menandai puncak perjalanan panjang sejak Qatar Sports Investments (QSI) mengakuisisi klub pada 2011, mengubahnya dari tim medioker menjadi kekuatan elite Eropa setelah penantian 14 tahun yang diwarnai investasi fantastis dan serangkaian kegagalan.
Paradoksnya, raihan gelar tertinggi ini terjadi setelah kepergian bintang-bintang utama seperti Kylian Mbappe. Di bawah arahan pelatih Luis Enrique, PSG sukses membangun tim yang lebih muda dan solid, mengandalkan kedalaman skuad, energi tinggi, serta taktik modern yang kolektif. Strategi baru ini terbukti efektif, membawa mereka meraih rekor gol dan mencapai puncak performa yang berujung pada trofi Liga Champions yang selama ini diidamkan.