Dilema Hanoi: Dua Gadis Cantik Melamarku!

Ade Banteng

Pernahkah Anda membayangkan, bagaimana reaksi Anda jika bertemu dengan dua gadis asal Hanoi, Vietnam yang cantik jelita, lalu saat berkenalan, mereka memberikan jawaban yang tak terduga? Mungkin Anda akan membeku, lidah kelu tak bisa berkata-kata, bukan karena terpesona semata, melainkan juga kebingungan harus merespons apa.

Kisah ini bermula saat saya berada di Hanoi, dalam sebuah agenda penting: Lomba Inovasi Teknologi pengolahan limbah sampah dengan tema Climate Change. Ajang internasional ini mempertemukan para pelajar dari berbagai negara di ASEAN dan Asia Pasifik, termasuk Korea Selatan dan bahkan wakil dari Afrika, yang diselenggarakan pada 1 hingga 5 Juli 2025.

Pagi itu, sebelum rombongan peserta berangkat untuk kunjungan lapangan ke beberapa destinasi Heritage Area di Kota Hanoi, saya melihat dua gadis muda berdiri tepat di belakang saya di lobi hotel. Mereka adalah murid sekolah menengah, dengan kecantikan alami yang memikat: gigi rapi, pipi kuning merona kemerahan, dan rambut lurus tergerai. Tak hanya saya, peserta lain pun tampak memandang, mencuri dengar interaksi kami.

Saya membuka percakapan dengan sapaan khas Vietnam, “Xin Chao!”, yang berarti “Halo” atau “Selamat Pagi”. Keduanya membalas serempak dengan senyum ramah yang merekah. Kemudian, dengan sopan saya bertanya dalam Bahasa Inggris, “What is your name?”

Jawaban mereka sontak membuat saya dan beberapa peserta lain yang menyaksikan terkejut, bahkan nyaris tak percaya. “Marry!Me!“, ujar keduanya bergantian. Respons spontan saya pun muncul, dengan sedikit keheranan dan humor, “Why should I marry you, both? I just asked what your name is!”

Gadis Hanoi yang berpostur lebih tinggi segera mengklarifikasi, “No, no… no! You are misunderstood! My name is Marry, and the girl next to me, her name is Me.” Sesaat kemudian, gelak tawa pecah di lobi hotel. Para peserta dari negara lain yang memahami percakapan kami pun ikut tertawa terbahak-bahak.

Mencoba meyakinkan diri sekaligus sedikit mengerjai mereka, saya menunjuk satu per satu, “So, Are You Marry, and your friend is Me?!” Tiba-tiba, gadis Hanoi yang mengenakan kacamata melihat ke arah saya dan menunjuk dirinya sendiri sambil berkata, “I am Me!

Situasi ini mengingatkan saya pada adegan lucu di film “Rush Hour 2”, ketika Jacky Chan dan Chris Tucker terlibat percakapan serupa tentang nama dalam bahasa Mandarin. Rasa-rasanya, dialog itu terulang kembali di depan mata saya. Seolah-olah belum memahami sepenuhnya, saya kembali menunjuknya dan berkata, “So, you are NOT Me? Me is I am!” Gadis cantik Hanoi itu tampak sedikit terkejut dan masih bingung, sementara tawa seluruh peserta lomba yang berkerumun di lobi hotel meledak, menanti bus jemputan.

Belum reda tawa dari kerumunan kami, seorang cowok berkulit gelap dari Kamboja mendekat. Ia lantas menunjukkan kartu peserta yang melingkar di lehernya seraya berkata, “Mr. Adri, my name is also Marry! So, what about me?” Sontak, semua peserta penasaran dan berebutan melihat nama lengkap di kartu tersebut.

Ternyata, cowok Kamboja berpostur tinggi dan berambut ikal itu memang benar bernama “Marry“, dengan nama lengkap Marry Shuket. Saya pun menimpali pertanyaan kocaknya sambil tertawa, “For you? Sorry, I won’t marry you! That is impossible, so, if you want to, please marry with the grass!”

Respons saya ini sontak membuat enam peserta dari Indonesia tertawa terbahak-bahak. Mereka adalah satu-satunya yang memahami makna tersembunyi dari kata ‘Shuket‘, terutama yang berasal dari suku Jawa. Kami pun segera meninggalkan lobi hotel dan bergegas naik bus yang baru saja tiba, meninggalkan para peserta dari negara lain yang masih kebingungan mengapa kami tertawa begitu riuhnya.

Kisah ini ditulis dari Hanoi, Vietnam, Juli 2025 untuk Kompasiana.com.

Ringkasan

Penulis berada di Hanoi, Vietnam, pada Juli 2025 untuk Lomba Inovasi Teknologi internasional. Di lobi hotel, ia bertemu dua gadis muda yang menawan. Saat ditanya nama, keduanya menjawab “Marry!” dan “Me!”, yang membuat penulis salah paham sebagai lamaran pernikahan. Kesalahpahaman ini kemudian diklarifikasi bahwa itu adalah nama mereka masing-masing, memicu tawa di antara para peserta.

Situasi lucu ini mengingatkan penulis pada adegan film “Rush Hour 2”. Humor semakin bertambah ketika seorang peserta asal Kamboja bernama “Marry Shuket” juga bercanda tentang hal serupa. Candaan ini sangat dipahami dan membuat peserta dari Indonesia tertawa terbahak-bahak, khususnya karena makna nama “Shuket” dalam bahasa Jawa.

Baca Juga

Bagikan:

https://kepware.oice-automation.com/ https://shlink.upr.ac.id/ https://ppid.pemalangkab.go.id/ https://informatika.usk.ac.id/ https://dprd.bandungkab.go.id/ https://bphtb.kuningankab.go.id/ https://pmb.akamigaspalembang.ac.id/ https://lppm.upr.ac.id/ https://cas.usk.ac.id/ https://ppidrsud.pemalangkab.go.id/