Pemerintah Kota Cirebon tengah mendalami usulan strategis terkait pembebasan tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk kategori perorangan di wilayahnya. Langkah ini diambil menyusul arahan dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang bertujuan meringankan beban masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan kajian mendalam terhadap usulan ini. “Kami nanti kaji lagi. Kita lihat aturannya seperti apa dan bagaimana,” ujar Effendi Edo di Cirebon, Minggu, 17 Agustus 2025. Ia menambahkan bahwa penetapan tarif PBB di Kota Cirebon saat ini masih didasarkan pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), sebuah regulasi yang diakui menimbulkan keberatan di sebagian kalangan masyarakat.
Sebagai wujud nyata komitmen untuk meringankan beban wajib pajak, Pemerintah Kota Cirebon sebelumnya telah memberlakukan diskon pembayaran PBB sebesar 50 persen. Diskon signifikan ini berlaku hingga akhir tahun 2025 tanpa persyaratan khusus, ditujukan bagi seluruh warga Kota Cirebon yang belum menunaikan kewajiban pajaknya. “Diskonnya berlaku sampai dengan akhir tahun ini. Tidak ada syarat khusus. Ayo manfaatkan kesempatan ini,” tegas Edo, mendorong masyarakat untuk memanfaatkan peluang keringanan pajak ini.
Wali Kota Edo bahkan mengklaim bahwa dengan adanya potongan PBB sebesar 50 persen tersebut, nilai PBB yang dibayarkan masyarakat pada tahun 2024 justru lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, 2023. Oleh karena itu, evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan tarif PBB terus digencarkan guna menemukan solusi terbaik agar masyarakat tidak lagi merasa terbebani dengan pembayaran pajak sektor ini. Ia mengungkapkan bahwa diskusi mengenai potensi perubahan kebijakan sebenarnya sudah dimulai beberapa bulan lalu, jauh sebelum keluhan masyarakat mencuat. “Kami lagi merumuskan bersama DPRD apakah tahun depan akan menggunakan standardisasi pajak yang flat atau seperti apa. Mudah-mudahan masyarakat merasa nyaman,” imbuh Effendi Edo, mengisyaratkan adanya kemungkinan reformasi tarif PBB di masa mendatang.
Dari sudut pandang pengelolaan keuangan daerah, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Cirebon, Mastara, menjelaskan bahwa pengalihan pengelolaan PBB ke pemerintah daerah tidak hanya menghadirkan potensi penerimaan yang besar, tetapi juga membawa serta tantangan berupa piutang pajak. Mastara merinci, piutang PBB yang telah dihapuskan hingga tahun 2009 mencapai nilai fantastis, hampir Rp 30 miliar. Sementara itu, untuk periode 2010 hingga 2024, data neraca menunjukkan adanya piutang PBB yang tercatat mendekati angka Rp 100 miliar. Ia turut menjelaskan prosedur penghapusan piutang PBB, di mana nominal di atas Rp 5 miliar memerlukan persetujuan DPRD, sedangkan di bawah Rp 5 miliar cukup dengan keputusan wali kota.
Meski demikian, Mastara menegaskan bahwa berbagai upaya penagihan tunggakan PBB terus diintensifkan. Salah satu strategi yang diterapkan adalah dengan mencantumkan rincian tunggakan minimal lima tahun ke belakang pada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB yang diterbitkan. Lebih lanjut, pelunasan PBB juga menjadi prasyarat wajib dalam setiap transaksi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), sebuah langkah yang bertujuan mendorong kepatuhan wajib pajak. “Di samping itu, kami terus berupaya melakukan penagihan,” pungkas Mastara, menunjukkan komitmen Pemkot Cirebon dalam optimalisasi pendapatan daerah dari sektor PBB.
Pilihan Editor: Demo Pati Menginspirasi Daerah Lain Menolak Kenaikan Pajak
Ringkasan
Pemerintah Kota Cirebon tengah mengkaji usulan pembebasan tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk kategori perorangan, mengikuti arahan Gubernur Jawa Barat demi meringankan beban masyarakat. Wali Kota Effendi Edo menyatakan akan mengkaji lebih lanjut, mengingat tarif PBB saat ini berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2024 menimbulkan keberatan. Sebelumnya, Pemkot Cirebon telah memberlakukan diskon pembayaran PBB sebesar 50% hingga akhir tahun 2025 tanpa persyaratan khusus.
Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Cirebon mencatat piutang PBB yang belum tertagih mencapai hampir Rp 30 miliar hingga tahun 2009 dan mendekati Rp 100 miliar untuk periode 2010-2024. Meskipun ada prosedur penghapusan piutang, upaya penagihan tunggakan terus diintensifkan. Penagihan dilakukan dengan mencantumkan rincian tunggakan pada SPPT dan menjadikan pelunasan PBB sebagai prasyarat dalam transaksi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).