Rancak Media – , Jakarta – Lautan Indonesia menghadapi ancaman serius dari pencemaran sampah, dengan volume fantastis sekitar 20 juta ton sampah mencemari lautan Indonesia setiap tahun. Angka mengejutkan ini diungkapkan oleh Ahmad Aris, Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), menyoroti urgensi penanganan masalah ini yang semakin mendesak.
Dari total 50 juta ton timbunan sampah di daratan, sebagian signifikan pada akhirnya bermuara ke laut. Aris merinci bahwa dari 20 juta ton sampah laut yang harus ditangani setiap tahun, 16 juta ton berasal dari aktivitas di daratan, sementara 4 juta ton lainnya bersumber dari berbagai kegiatan di laut itu sendiri. Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah diskusi penting di Hotel Aryaduta, Jakarta, pada Jumat, 1 Agustus 2025, menggarisbawahi skala tantangan yang dihadapi.
Dampak pencemaran laut ini tidak hanya sekadar estetika, tetapi sangat merusak ekosistem laut. Sampah organik yang berlebihan, misalnya, dapat memicu eutrofikasi. Fenomena ini adalah peningkatan zat hara yang menyebabkan pertumbuhan alga tidak terkendali, yang pada gilirannya dapat mematikan populasi plankton, fondasi rantai makanan di laut.
Sementara itu, ancaman dari sampah plastik jauh lebih mengerikan. Sampah plastik terfragmentasi menjadi mikroplastik, yang sangat berbahaya bagi biota laut. Keberadaan sampah plastik juga menyebabkan kerusakan parah pada ekosistem pesisir vital seperti terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. Tertimbunnya area-area ini oleh sampah mengakibatkan berkurangnya kadar oksigen, yang pada akhirnya menghancurkan habitat laut yang rapuh.
Melihat kerusakan yang masif dan dampaknya terhadap keberlanjutan sumber daya perairan, KKP menargetkan laut Indonesia bebas sampah pada 2029. Target ambisius ini disertai dengan rencana pengurangan bertahap: 40 persen pada 2026, 50 persen pada 2027, 60 persen pada 2028, dan 70 persen pada 2029. Untuk mencapai visi ini, Aris menekankan perlunya kolaborasi kuat dari berbagai pihak serta dukungan database yang kokoh.
Senada dengan hal tersebut, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, A. Koswara, menegaskan bahwa sampah adalah salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan laut kita. Ia mencontohkan kondisi Laut Jawa, di mana populasi ikan terus menurun drastis akibat pencemaran. Produktivitas tangkapan ikan di wilayah tersebut kini sangat sulit, bahkan peta menunjukkan sedikit sekali kapal yang masih beroperasi di Laut Jawa.
Data monitoring kapal juga memperlihatkan bahwa nelayan kini lebih banyak mengonsentrasikan operasinya di wilayah timur, barat, dan selatan Indonesia, sementara Laut Jawa cenderung sepi. Ini adalah indikasi kuat bahwa ikan di Laut Jawa semakin sedikit dan laut tersebut tidak lagi sehat untuk pemijahan. Hilangnya mangrove dan rusaknya terumbu karang di sana, salah satunya, adalah dampak langsung dari tumpukan sampah.
Pilihan Editor: Penyebab Investasi Asing Jeblok dan Masuk ke Negara Tetangga
Ringkasan
Indonesia menghadapi darurat sampah laut dengan sekitar 20 juta ton mencemari perairan setiap tahun, di mana 16 juta ton berasal dari aktivitas daratan. Pencemaran ini sangat merusak ekosistem laut; sampah organik memicu eutrofikasi yang membunuh plankton, sementara sampah plastik terfragmentasi menjadi mikroplastik berbahaya. Sampah plastik juga merusak terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove, mengurangi oksigen dan menghancurkan habitat laut.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan laut Indonesia bebas sampah pada tahun 2029, dengan rencana pengurangan bertahap mulai 2026. Kondisi Laut Jawa menjadi contoh nyata dampak pencemaran, di mana populasi ikan menurun drastis dan aktivitas penangkapan ikan menjadi sulit. Hal ini mengindikasikan laut tidak lagi sehat untuk pemijahan akibat tumpukan sampah yang merusak ekosistem vital.