Rancak Media – , Jakarta – Himpunan Pengembangan Ekosistem Alat Kesehatan Indonesia (Hipelki) menyuarakan kekhawatiran mendalam terkait rencana pemerintah untuk menghapus persyaratan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) bagi produk Amerika Serikat sebagai bagian dari kesepakatan dagang. Ketua Umum Hipelki, Randy H. Teguh, dalam keterangan tertulisnya pada Selasa, 29 Juli 2025, menegaskan bahwa langkah ini berpotensi mengeruhkan ekosistem alat kesehatan nasional, bahkan mengikis kepercayaan investor untuk berinvestasi di industri alat kesehatan.
Randy menambahkan, kondisi ini diperparah dengan gencarnya promosi yang dilakukan negara-negara lain, di luar Amerika Serikat, untuk menarik investasi dan memasarkan produk mereka ke Indonesia. Langkah agresif ini, menurut Randy, merupakan kompensasi atas berkurangnya pangsa pasar negara-negara tersebut di Amerika Serikat, sehingga mereka beralih mencari peluang di pasar domestik Indonesia.
Menanggapi potensi dampak negatif tersebut, Randy mendesak pemerintah agar segera merumuskan solusi konkret. Solusi ini harus mampu menjaga keberlangsungan ekosistem alat kesehatan dalam negeri tanpa mengorbankan sektor vital ini, yang juga memiliki kaitan erat dengan sektor-sektor industri lainnya.
Randy mewanti-wanti bahwa kegagalan dalam membangun ekosistem alat kesehatan yang kokoh tidak hanya akan berdampak pada ketahanan kesehatan nasional. Lebih jauh, ia memperingatkan, kegagalan ini juga akan menghambat tercapainya target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ambisius sebesar 8 persen, mengingat vitalnya peran industri ini.
Senada dengan Hipelki, Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) turut menyayangkan wacana penghapusan TKDN. Ketua Umum Aspaki, Imam Subagyo, menegaskan bahwa program peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) berpotensi besar mengalami kemunduran signifikan jika kebijakan TKDN dilonggarkan atau dihapuskan. Imam bahkan memperingatkan, “Pelonggaran TKDN untuk produk AS akan menjadi preseden buruk bagi produk impor dari negara-negara lainnya dan menjadi awal dari kemunduran industri dalam negeri.”
Imam mengungkapkan kekhawatirannya bahwa negara-negara lain, seperti Cina, akan “latah” dan menuntut perlakuan serupa dengan Amerika Serikat. Apabila skenario tersebut terwujud, Imam mencemaskan potensi terjadinya persaingan yang tidak sehat di tengah industri alat kesehatan domestik, yang pada akhirnya dapat merugikan produsen lokal.
Lebih lanjut, Imam menduga bahwa hasil negosiasi dagang antara Amerika Serikat dan Indonesia berpotensi besar menghambat transfer teknologi dan investasi vital di bidang industri alat kesehatan, khususnya pada sektor produk inovasi dan produk berteknologi tinggi. “Kami berharap pemerintah dapat melindungi pasar domestik sehingga bisa menjadi aset masa depan bangsa,” pungkas Imam, menekankan pentingnya kedaulatan industri.
Untuk memperkuat argumennya, Imam mengilustrasikan perjalanan industri alat kesehatan yang sempat mengalami kesulitan signifikan selama masa pandemi Covid-19. Namun, berkat penerbitan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022, yang secara garis besar memerintahkan percepatan peningkatan penggunaan produk dalam negeri, industri ini justru berkembang empat kali lipat. Hebatnya lagi, belanja barang impor melalui e-katalog berhasil ditekan, turun menjadi hanya 52 persen.
Imam menilai, capaian impresif ini adalah bukti nyata efektivitas program P3DN dan komitmen kuat pemerintah dalam menyerap produk-produk domestik melalui penerapan aturan TKDN. Oleh karena itu, Imam mendesak pemerintah agar konsisten mempertahankan kebijakan P3DN yang memprioritaskan produk dengan TKDN. “Pemerintah harus tegas dan berpihak kepada industri dalam negeri,” pungkasnya dengan nada tegas.
Pilihan Editor: Dampak Kesepakatan Dagang Prabowo-Trump bagi Industri Manufaktur
Ringkasan
Himpunan Pengembangan Ekosistem Alat Kesehatan Indonesia (Hipelki) dan Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) menyuarakan kekhawatiran mendalam terkait rencana pemerintah menghapus persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bagi produk Amerika Serikat. Kebijakan ini dikhawatirkan merusak ekosistem alat kesehatan nasional, mengikis kepercayaan investor, dan memicu negara lain menuntut perlakuan serupa.
Penghapusan TKDN juga dinilai akan memundurkan program peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) dan menghambat transfer teknologi. Padahal, penerapan TKDN terbukti efektif mengembangkan industri alat kesehatan domestik dan menekan belanja impor. Oleh karena itu, kedua asosiasi mendesak pemerintah untuk melindungi pasar domestik dan konsisten mempertahankan kebijakan P3DN yang memprioritaskan produk ber-TKDN.