UU Pertekstilan: DPR Targetkan Rampung Tahun Ini! Industri Tekstil Bagaimana?

Ade Banteng

Rancak Media – , Jakarta – Angin segar berhembus bagi industri tekstil nasional. Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah maraton menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertekstilan. Regulasi vital ini diharapkan mampu menjadi solusi atas berbagai tantangan yang membelit sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia. Keseriusan pembahasan ini terlihat dari undangan Baleg kepada sejumlah asosiasi penting, seperti Ikatan Ahli Tekstil hingga Asosiasi Pengrajin Batik, pada akhir Mei lalu.

Wakil Ketua Baleg DPR, Ahmad Iman Sukri, menegaskan bahwa RUU Pertekstilan telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun ini, dengan target rampung di penghujung 2025. Dalam draf RUU Pertekstilan per 12 Agustus 2024, DPR mengusulkan pembentukan sebuah lembaga khusus. Lembaga ini, yang akan berada di bawah presiden atau kementerian khusus, dirancang untuk secara spesifik membidangi industri tekstil dan akan diisi oleh perwakilan dari berbagai kementerian serta lembaga terkait.

Institusi yang diusulkan ini akan mengemban tugas krusial, mulai dari perencanaan strategis, pengembangan sumber daya manusia (SDM), riset dan inovasi, fasilitasi permodalan, pengelolaan sistem data terpadu, hingga penyusunan regulasi ekspor dan impor, serta perlindungan kekayaan intelektual. Iman Sukri optimistis, Undang-Undang Pertekstilan ini dapat mengembalikan kejayaan industri tekstil nasional yang sebelumnya terpuruk. “Kami akan buat rapat maraton, sedetail mungkin. Bukan menambah masalah baru, tapi mencarikan solusinya,” tegas Iman, menekankan komitmen mereka untuk menemukan solusi nyata bagi industri ini.

Dukungan penuh datang dari pemerintah. Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin), Faisol Riza, menyambut baik inisiatif penyusunan UU Pertekstilan ini, mengakui kebutuhan akan regulasi yang adaptif terhadap dinamika sektor tekstil. “Sudah sangat tepat jika kita bisa memiliki UU Tekstil,” ujarnya pada Sabtu, 7 Juni 2025. Kementeriannya, lanjut Faisol, juga siap memperbaiki tata niaga dan impor produk tekstil. Revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2023, yang sering dikeluhkan pelaku industri karena dinilai membuka keran impor, menjadi salah satu fokus utama. Dengan sinergi Undang-Undang dan revisi Permen ini, pemerintah berharap dapat menjadi solusi komprehensif sekaligus mengantisipasi tantangan masa depan. “Kita juga berharap UU ini bisa membangkitkan kejayaan industri tekstil ketika merajai ekspor. Kesempatan itu sekarang datang,” kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Namun, tidak semua pandangan selaras. Politikus Partai Golkar, Firman Subagyo, yang juga Anggota Baleg, menuding hancurnya industri tekstil di Indonesia akibat lambatnya respons pemerintah dalam menangani krisis. Sektor tekstil dalam negeri memang menghadapi berbagai tantangan berat, seperti persaingan produk yang ketat, maraknya impor ilegal, dan terus menurunnya permintaan ekspor. Kelambanan pemerintah ini, menurut Firman, berimplikasi langsung pada kerugian ekonomi negara. “Pembiaran negara, ini fakta,” kritiknya tajam.

Dampak langsung dari krisis ini pun terasa di tingkat pekerja. Ribuan anggota Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menggelar aksi di depan Istana Negara, Jakarta, pada Minggu, 1 Juni 2025. KSPN menuntut keseriusan pemerintah dalam menanggulangi masalah impor ilegal yang menjadi biang keladi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di industri. KSPN juga meminta pemerintah membasmi para importir nakal yang merusak tata kelola tekstil. “Kami ingin bisnis dalam negeri terlindungi dan pekerja merasa lebih aman dari jeratan PHK karena perusahaannya bangkrut,” tegas Presiden KSPN, Ristadi.

Pembahasan Undang-Undang Pertekstilan ini, bersama dengan upaya revisi regulasi impor, mencerminkan urgensi kolektif untuk menyelematkan dan membangkitkan kembali sektor strategis ini. Harapannya, langkah legislasi ini akan menjadi fondasi kuat bagi industri tekstil Indonesia untuk bangkit dan kembali merajai pasar, baik domestik maupun internasional, demi stabilitas ekonomi nasional.

Pilihan Editor: Sebagian Bahan Baku Furnitur Lokal Masih Impor

Ringkasan

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melalui Badan Legislasi (Baleg), tengah merampungkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertekstilan dengan target selesai akhir 2025. Regulasi ini diharapkan menjadi solusi bagi industri tekstil nasional yang menghadapi berbagai tantangan, serta berpotensi mengembalikan kejayaan sektor tersebut. Salah satu usulan utama dalam RUU adalah pembentukan lembaga khusus di bawah presiden atau kementerian, yang akan membidangi perencanaan strategis hingga pengelolaan impor dan ekspor. Pemerintah, melalui Wakil Menteri Perindustrian, menyambut baik inisiatif ini dan siap memperbaiki tata niaga impor produk tekstil.

Meskipun demikian, industri tekstil dalam negeri masih menghadapi tantangan berat, seperti persaingan ketat, maraknya impor ilegal, dan penurunan permintaan ekspor. Kelambatan respons pemerintah dalam menangani krisis ini telah dikritik, bahkan memicu aksi unjuk rasa ribuan pekerja menuntut penanganan impor ilegal dan perlindungan industri. Pembahasan RUU Pertekstilan ini, bersama upaya revisi regulasi impor, mencerminkan urgensi kolektif untuk membangkitkan kembali sektor strategis ini. Diharapkan langkah legislasi ini menjadi fondasi kuat bagi industri tekstil Indonesia untuk bangkit.

Baca Juga

Bagikan:

Tags