Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa langkah Indonesia untuk bergabung sebagai anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) kini makin terang. Pemerintah Indonesia telah secara resmi menyerahkan initial memorandum, sebuah syarat krusial dalam proses aksesi keanggotaan OECD. Airlangga menegaskan bahwa ini merupakan tonggak sejarah penting, menjadikan Indonesia negara Asia Tenggara pertama yang memasukkan aksesi dan menyerahkan dokumen awal tersebut, sebagaimana disampaikannya dalam konferensi pers dari Prancis pada Rabu (4/6).
Indonesia menargetkan aksesi penuh ke OECD dalam kurun waktu empat tahun, dengan satu tahun pertama prosesnya telah berjalan lancar. Airlangga menjelaskan bahwa dua tahun ke depan akan difokuskan pada tahap technical review yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait. Keyakinan Airlangga terhadap percepatan proses keanggotaan Indonesia tidaklah tanpa alasan; ia optimis bahwa Indonesia akan lebih cepat dibandingkan beberapa negara lain, seperti Brasil yang telah menjalani proses serupa selama lima tahun, atau bahkan negara yang memerlukan waktu hingga satu dekade.
Pasca-penyerahan initial memorandum, tim teknis khusus akan segera dibentuk untuk mendalami serta menyelaraskan kebijakan di berbagai kementerian dan lembaga. Fokus utama pembahasan akan mencakup isu-isu krusial seperti penanganan korupsi, perdagangan, investasi, dan isu lingkungan hidup. Kecepatan aksesi Indonesia juga didukung oleh fakta bahwa mayoritas kebijakan, khususnya di sektor keuangan dan fiskal, dinilai sudah sangat sejalan dengan standar yang ditetapkan OECD. Airlangga menambahkan, Indonesia telah memiliki pengalaman berharga dalam bekerja sama dengan Jepang yang mengadopsi standar OECD, dan 90% dari hasil tinjauan sektor keuangan Indonesia sudah ‘align’ atau selaras, termasuk kebijakan fiskal dan makroprudensial.
Dalam proses aksesi keanggotaan OECD ini, terdapat sejumlah persyaratan fundamental yang harus dipenuhi. Salah satu syarat utama adalah komitmen Indonesia untuk meratifikasi konvensi anti-suap (anti-bribery convention) yang berlaku secara global. Airlangga mengungkapkan bahwa pemerintah telah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mempersiapkan ratifikasi konvensi vital ini, yang secara spesifik mengatur tindak korupsi oleh korporasi lintas batas negara. KPK sendiri telah menyatakan kesiapannya untuk meratifikasi konvensi tersebut, yang menjadi fondasi penting bagi keanggotaan penuh di OECD.
Manfaat Berganda Indonesia Jadi Anggota OECD
Keanggotaan Indonesia di OECD diyakini akan membawa manfaat berganda yang signifikan. Airlangga menguraikan, salah satu keuntungan utamanya adalah dorongan besar bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk bertransformasi dari sektor informal menuju formal. Selain itu, di sektor pendidikan, keanggotaan ini akan memfasilitasi penerapan standar keilmuan yang seragam bagi siswa SMA, selaras dengan standar di seluruh negara anggota OECD. Tak hanya itu, di bidang kesehatan, pemerintah dapat memastikan pengembangan kebijakan yang lebih tangguh, berorientasi pada kebutuhan masyarakat, serta mendukung layanan kesehatan universal bagi seluruh warga negara.
Lebih lanjut, aksesi ini akan memperkuat komitmen terhadap tata kelola pemerintahan yang bersih dan anti-suap, seiring dengan ratifikasi konvensi anti-suap yang menjadi syarat utama. Manfaat lain mencakup percepatan digitalisasi dan adopsi Artificial Intelligence (AI) di berbagai sektor. Aspek yang lebih luas adalah peningkatan kemudahan berusaha, mengingat OECD secara berkala mengeluarkan standar “doing business” yang diakui secara global. Airlangga juga menekankan peran strategis Indonesia sebagai salah satu negara Global South yang akan terus berupaya memperbaiki standar kebijakan global, serta mewakili suara negara-negara berkembang dalam forum OECD.
Ringkasan
Indonesia secara resmi menyerahkan initial memorandum sebagai syarat aksesi keanggotaan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), menargetkan keanggotaan penuh dalam empat tahun. Proses ini menjadikan Indonesia negara Asia Tenggara pertama yang mencapai tahap tersebut. Dua tahun ke depan akan difokuskan pada tahap *technical review* yang melibatkan penyelarasan kebijakan di berbagai kementerian dan lembaga. Salah satu syarat fundamental yang harus dipenuhi adalah komitmen Indonesia untuk meratifikasi konvensi anti-suap global, yang telah diminta pemerintah kepada KPK.
Keanggotaan di OECD diyakini akan membawa manfaat berganda bagi Indonesia. Ini mencakup dorongan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk bertransformasi ke sektor formal, serta penerapan standar keilmuan SMA yang seragam. Selain itu, keanggotaan ini akan memperkuat tata kelola pemerintahan yang bersih, mempercepat digitalisasi, dan meningkatkan kemudahan berusaha. Indonesia juga akan berperan strategis sebagai perwakilan negara Global South dalam memperbaiki standar kebijakan global di forum OECD.