PIKIRAN RAKYAT – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan hari ini di zona merah, mencerminkan kehati-hatian investor di tengah absennya sentimen positif yang kuat. Berdasarkan data terkini dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG terkoreksi sebesar 0,45 persen atau setara dengan penurunan sekitar 35 poin, menutup sesi di level 7.862.
Meskipun sempat menunjukkan tanda-tanda penguatan di awal sesi, laju IHSG gagal mempertahankan momentum positifnya. Sepanjang hari, tekanan jual mendominasi, menyebabkan indeks terjebak di wilayah negatif hingga penutupan pasar. Gambaran keseluruhan menunjukkan 427 saham berhasil menguat, sementara 251 saham melemah, dan 278 saham lainnya stagnan, menandakan divergensi pergerakan saham di pasar saham domestik.
Aktivitas perdagangan hari ini cukup ramai, terlihat dari volume transaksi yang mencapai 39,48 miliar lembar saham dengan frekuensi sebanyak 2,16 juta kali transaksi. Total nilai transaksi menembus angka fantastis Rp18,53 triliun, sementara itu kapitalisasi pasar tercatat sekitar Rp14.164 triliun. Beberapa saham unggulan yang menjadi primadona dan paling aktif diperdagangkan meliputi Astra International (ASII), Dian Swastatika Sentosa (DSSA), Bank Central Asia (BBCA), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), WIR Asia (WIRG), serta Bank Mandiri (BMRI).
Hari Ini IHSG Ditutup Merah ke 7.898,38, Sempat ATH 8.000 Torehkan Sejarah
Sentimen Domestik dan Global Tekan IHSG
Pelemahan IHSG ini, sebagaimana analisis dari Tim Pilarmas Investindo Sekuritas yang dikutip RRI, diyakini dipicu oleh kombinasi faktor pendorong dari dalam negeri dan gejolak di kancah global. Kondisi ini menegaskan bahwa pergerakan pasar saham Indonesia sangat dipengaruhi oleh dinamika ekonomi dan politik, baik di tingkat lokal maupun internasional.
Di ranah domestik, pelaku pasar terus mencermati Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Fokus utama tertuju pada target penerimaan negara sebesar Rp3.147,7 triliun. Kekhawatiran signifikan muncul terkait potensi kegagalan pencapaian target ini, yang dikhawatirkan dapat memperlebar defisit anggaran dan mengancam stabilitas fiskal negara, sehingga membebani sentimen investasi di pasar saham.
Sementara itu, dari kancah eksternal, ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina terus menjadi beban tambahan yang menciptakan ketidakpastian di pasar global. Selain itu, para investor global kini menantikan dengan saksama arah kebijakan moneter Amerika Serikat (AS). Perhatian tertuju pada pidato Ketua The Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, dalam simposium Jackson Hole pekan ini, yang diharapkan dapat memberikan sinyal lebih jelas terkait pergerakan suku bunga The Fed ke depannya.
Dengan kombinasi faktor domestik dan global yang masih diselimuti ketidakpastian, pergerakan IHSG diperkirakan akan tetap dibayangi oleh sikap hati-hati dalam waktu dekat. Pelaku pasar cenderung memilih posisi menunggu dan melihat, menantikan kejelasan lebih lanjut mengenai arah kebijakan fiskal pemerintah serta sinyal konkret dari bank sentral global sebelum mengambil langkah investasi yang lebih agresif. Kondisi ini mencerminkan dinamika pasar saham yang erat kaitannya dengan makroekonomi.
Ringkasan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan di zona merah, terkoreksi 0,45% atau sekitar 35 poin, menutup sesi di level 7.862. Pelemahan ini mencerminkan kehati-hatian investor di tengah absennya sentimen positif yang kuat. Meskipun sempat menguat di awal sesi, tekanan jual mendominasi pergerakan indeks sepanjang hari. Aktivitas perdagangan tercatat ramai dengan total nilai transaksi mencapai Rp18,53 triliun.
Pelemahan IHSG dipicu oleh kombinasi faktor domestik dan global. Dari dalam negeri, pelaku pasar mencermati Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, khususnya kekhawatiran terkait potensi kegagalan pencapaian target penerimaan negara. Sementara itu, dari kancah eksternal, ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina dan penantian sinyal kebijakan moneter Amerika Serikat dari pidato Ketua The Federal Reserve turut menekan pasar. Kombinasi ketidakpastian ini membuat pelaku pasar cenderung bersikap hati-hati.