PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) menghadapi tantangan serius pada paruh pertama tahun 2025, membukukan kinerja keuangan yang mengecewakan.
Sebagai emiten pertambangan mineral terkemuka, AMMN mencatat rugi bersih sebesar US$ 148,72 juta yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk per akhir Juni 2025. Angka ini sangat kontras dengan kinerja positif yang diraih pada periode yang sama tahun sebelumnya, di mana perusahaan berhasil membukukan laba bersih hingga US$ 475,25 juta.
Penurunan kinerja keuangan ini juga tercermin dari anjloknya penjualan bersih AMMN. Penjualan perusahaan merosot tajam 88,21% secara tahunan (year-on-year) menjadi hanya US$ 182,60 juta pada semester I-2025, jauh di bawah capaian US$ 1,55 miliar pada semester I-2024.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis, Manajemen Amman Mineral mengakui bahwa kinerja negatif ini disebabkan oleh tantangan signifikan dalam kesiapan operasional fasilitas smelter tembaga mereka. Smelter tersebut saat ini masih dalam fase transisi menuju kapasitas produksi penuh, sebuah proses yang tidak lepas dari berbagai kendala.
Proses komisioning smelter tembaga memang dikenal kompleks dan memerlukan waktu yang tidak sebentar, sesuai dengan standar industri global. Kondisi ini diperkirakan akan terus memengaruhi tingkat produksi AMMN sepanjang sisa tahun 2025, menuntut kesabaran dan strategi adaptif.
Menyikapi kondisi tersebut, Presiden Direktur AMMN Arief Sidarto, dalam keterbukaan informasi tertanggal 31 Juli 2025, mengungkapkan, “Oleh karena itu, kami terus berdiskusi secara aktif dengan pemerintah terkait fleksibilitas ekspor konsentrat yang penting untuk menjaga keberlanjutan operasi serta mendukung kontribusi fiskal bagi perekonomian daerah maupun nasional.” Ini menunjukkan upaya Amman Mineral untuk menjaga stabilitas operasional di tengah proses transisi smelter.
IHSG Berpotensi Koreksi Usai Euforia HUT Kemerdekaan RI
Menanggapi situasi ini, Muhammad Wafi, seorang Analis dari Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), berpendapat bahwa AMMN menghadapi tantangan berat untuk segera memulihkan kinerja keuangannya. Namun, Wafi menambahkan, jika proses transisi operasional smelter berjalan mulus dan fasilitas tersebut dapat beroperasi penuh pada akhir tahun, terbuka peluang bagi AMMN untuk memperbaiki performa dalam waktu dekat, setidaknya dengan memangkas rugi bersih yang tercatat.
Lebih lanjut, Wafi (Senin, 18/8) menyoroti sentimen positif lain yang dapat mendukung AMMN, yakni prospek harga tembaga yang cerah. Hal ini didorong oleh tren transisi energi global dan semakin jelasnya regulasi terkait hilirisasi di dalam negeri.
Tak hanya itu, kebijakan Amerika Serikat yang menetapkan tarif impor 0% untuk tembaga, termasuk yang berasal dari Indonesia, dipandang sebagai katalis positif jangka panjang bagi AMMN. Kebijakan ini akan sangat relevan mengingat perusahaan akan mengoperasikan smelter yang memproduksi produk olahan tembaga. Namun, Wafi memperingatkan bahwa “Dampak kebijakan ini baru terasa setelah 2026.”
Sementara itu, Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst dari Mirae Asset Sekuritas, menekankan pentingnya bagi AMMN untuk memperkuat strategi efisiensi operasional. Langkah ini krusial sembari menunggu smelter tembaga perusahaan dapat beroperasi sepenuhnya, guna memitigasi risiko kerugian yang lebih dalam akibat potensi keterlambatan produksi dari fasilitas tersebut.
Secara umum, prospek permintaan komoditas tembaga tetap sangat menjanjikan, terutama didorong oleh kebutuhan industri seperti kabel, elektronik, hingga kendaraan listrik (EV). “Peluang ini bisa dimanfaatkan AMMN ketika smelternya beroperasi,” ujar Nafan (Senin, 18/8), menegaskan potensi cerah bagi perusahaan setelah fase transisi smelter selesai.
Melihat prospek dan tantangan tersebut, Nafan merekomendasikan strategi akumulasi beli saham AMMN dengan target harga optimistis di level Rp 9.850 per saham. Di sisi lain, Muhammad Wafi menyarankan posisi Hold untuk saham AMMN, dengan target harga Rp 8.000 per saham, mencerminkan pandangan yang lebih hati-hati.
Penguatan IHSG Ditopang Saham Lapis Kedua, Intip yang Masih Menarik
Ringkasan
PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) mencatat rugi bersih US$ 148,72 juta pada semester I-2025, berbanding terbalik dari laba tahun sebelumnya, dengan penjualan bersih anjlok 88,21%. Penurunan kinerja ini disebabkan oleh tantangan transisi operasional fasilitas smelter tembaga yang belum beroperasi penuh. Proses komisioning yang kompleks ini diperkirakan akan memengaruhi produksi AMMN sepanjang sisa tahun 2025. Manajemen sedang berdiskusi dengan pemerintah mengenai fleksibilitas ekspor konsentrat.
Analis Muhammad Wafi menilai AMMN dapat memangkas kerugian jika smelter beroperasi penuh, didukung prospek harga tembaga yang cerah. Nafan Aji Gusta dari Mirae Asset Sekuritas menekankan pentingnya efisiensi operasional sembari menunggu smelter beroperasi penuh, melihat potensi cerah dari permintaan tembaga global. Wafi merekomendasikan “Hold” dengan target Rp 8.000, sementara Nafan menyarankan “akumulasi beli” dengan target Rp 9.850.