Rancak Media JAKARTA. Sepanjang tahun berjalan 2025, saham-saham emiten di sektor perkebunan kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) secara kompak menunjukkan penguatan yang signifikan. Mayoritas saham emiten CPO ini membukukan pertumbuhan tajam sejak awal tahun atau secara year to date (ytd).
Mengacu pada data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jumat, 15 Agustus 2025, dua emiten CPO yang terafiliasi dengan pengusaha Haji Isam berhasil mencatatkan kenaikan harga saham hingga tiga digit.
Saham Emiten CPO Terpantau Melaju, Termasuk Emiten Haji Isam Jhonlin Agro (JARR)
PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN) memimpin dengan lonjakan fantastis sebesar 236,18% ytd, sementara PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) tidak kalah impresif, menguat sebesar 142,15%. Selain itu, kenaikan signifikan juga turut dicatatkan oleh PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) dengan pertumbuhan 144,06%, PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) yang melonjak 111,24%, dan PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) dengan kenaikan 106,78% sejak awal tahun 2025. Sementara itu, emiten sawit lainnya rata-rata membukukan kenaikan harga saham antara satu hingga dua digit.
TAPG Chart by TradingView
Kiswoyo Adi Joe, Direktur PT Rumah Para Pedagang, pada Jumat (15/8) menyampaikan pandangannya bahwa pergerakan saham emiten CPO ini selaras dengan kinerja keuangan semester I 2025. Menurutnya, meskipun setiap emiten memiliki momentum kenaikan yang berbeda, secara year to date, semua emiten CPO telah berada di zona hijau. Kiswoyo secara khusus menyoroti TAPG sebagai emiten dengan kinerja paling solid, tidak hanya karena peningkatan keuangan dan produksi, tetapi juga karena sahamnya berhasil masuk ke indeks MSCI Small Cap pada awal Agustus. “Fundamental TAPG bagus, ditambah likuiditas sahamnya tinggi,” tegas Kiswoyo.
Rekomendasi Saham Emiten CPO yang Sudah Merilis Kinerja 2024, Mana yang Menarik?
Di sisi lain, Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, menjelaskan bahwa lonjakan saham sawit utamanya didorong oleh harga CPO global yang konsisten bertahan di level tinggi. Menurut Nafan, kenaikan harga CPO dunia ini merupakan respons dari peningkatan permintaan yang kuat dari pasar India dan China, sementara pasokan dari dua produsen utama, Indonesia dan Malaysia, cenderung terbatas. Sentimen positif tambahan juga datang dari rencana kebijakan biodiesel B40 dan B50, yang diyakini akan semakin meningkatkan permintaan domestik terhadap CPO.
Tantangan dari Regulasi
Meskipun prospek jangka pendek emiten CPO terlihat menjanjikan, sektor ini juga dihadapkan pada tantangan signifikan dari kebijakan pemerintah. Kehadiran Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 berpotensi menekan tingkat produksi. Presiden Prabowo Subianto dalam pidato Sidang Tahunan MPR telah mengungkapkan bahwa pemerintah berhasil menguasai kembali 3,1 juta hektare (ha) lahan sawit yang terverifikasi melanggar aturan, dan masih tersisa 0,6 juta ha lahan bermasalah yang belum kembali ke negara.
Kinerja Emiten CPO 2024 Ditopang Kenaikan Harga, Bagaimana Peluangnya Tahun Ini?
Nafan Aji Gusta memperingatkan, jika sebagian dari lahan yang kini dikuasai negara tersebut ternyata milik emiten, maka kinerja produksi mereka dapat terganggu secara signifikan, yang pada akhirnya akan berdampak negatif pada prospek saham. Atas kondisi ini, Nafan merekomendasikan strategi sell on strength untuk beberapa saham, termasuk SGRO, BWPT, JARR, dan LSIP. Berbeda dengan itu, Kiswoyo Adi Joe lebih condong pada strategi buy on weakness untuk saham TAPG, dengan target harga optimis di kisaran Rp1.600–Rp1.800 per saham hingga awal 2026. Selain itu, Kiswoyo juga merekomendasikan beli untuk saham AALI, LSIP, SGRO, dan BWPT, dengan target harga masing-masing Rp12.000, Rp1.900, Rp4.000, serta Rp150–Rp180 per saham.
Ringkasan
Sepanjang tahun berjalan 2025, saham emiten CPO mencatat penguatan signifikan, dengan beberapa emiten seperti PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN) dan PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) melonjak tiga digit. Analis Kiswoyo Adi Joe menilai kenaikan ini sejalan dengan kinerja keuangan semester I 2025, menyoroti TAPG karena fundamental kuat dan likuiditas tinggi. Nafan Aji Gusta menjelaskan, lonjakan saham CPO didorong oleh tingginya harga CPO global akibat permintaan kuat dari India dan China, serta dukungan dari rencana kebijakan biodiesel B40/B50.
Meskipun demikian, sektor ini menghadapi tantangan dari Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang berpotensi menekan produksi jika lahan yang dikuasai negara ternyata milik emiten. Nafan Aji Gusta merekomendasikan strategi “sell on strength” untuk saham seperti SGRO dan BWPT karena potensi dampak regulasi. Berbeda, Kiswoyo Adi Joe justru menyarankan “buy on weakness” untuk TAPG, serta merekomendasikan pembelian untuk AALI, LSIP, SGRO, dan BWPT dengan target harga tertentu.