Melihat Kinerja Emiten Danantara dan Prospek Sahamnya di Semester II 2025

Nautonk

Advertisement

Rancak Media JAKARTA. Kinerja emiten Danantara menunjukkan gambaran yang beragam sepanjang semester I-2025. Di satu sisi, sektor perbankan, energi, dan komoditas berhasil mencatatkan kinerja positif di paruh pertama tahun ini. Namun, di sisi lain, beberapa sektor dan emiten juga menghadapi tantangan signifikan.

Sebagai contoh, sejumlah emiten Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) masih mencatat pertumbuhan pendapatan, meskipun dengan laju yang lebih moderat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 3,39% year on year (YoY) menjadi Rp 115,35 triliun. Sementara itu, pendapatan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) juga naik 3,32% YoY menjadi Rp 39,94 triliun.

Namun, kendati pendapatan tumbuh, kedua bank tersebut mengalami penurunan laba bersih di semester I 2025. Laba bersih BBRI turun 11,53% secara tahunan menjadi Rp 26,3 triliun, sedangkan BBNI membukukan laba bersih sebesar Rp 10,1 triliun, atau turun 5% secara tahunan.

Advertisement

Sektor energi juga turut merasakan dorongan dari Proyek Strategis Nasional (PSN) serta stabilnya harga komoditas energi di semester I-2025. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mencatatkan kenaikan pendapatan 4,12% pada periode ini, dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) pendapatannya naik 0,53% YoY. Sayangnya, PTBA dan PGEO juga mengalami penurunan laba masing-masing sebesar 59,02% YoY dan 28,37% YoY.

Ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan, menjelaskan bahwa moderasi kinerja emiten Himbara tahun ini disebabkan oleh tekanan margin dan perlambatan pertumbuhan kredit. “Di sisi lain, emiten logistik dan konstruksi BUMN masih menghadapi tantangan dari keterlambatan proyek dan tekanan likuiditas,” ujarnya kepada Kontan pada Jumat (8/8).

Secara umum, sentimen utama yang menggerakkan kinerja emiten Danantara adalah stabilitas permintaan domestik, belanja pemerintah yang mulai akseleratif, serta potensi penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang membuka ruang bagi pemulihan konsumsi dan kredit. “Selain itu, adanya proyek strategis nasional lanjutan juga turut mendorong sektor infrastruktur dan energi,” tambah Felix.

Oktavianus Audi, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, mengungkapkan bahwa dari konstituen indeks BUMN20 yang telah merilis kinerja semester I 2025, hanya tiga emiten yang mencatat pertumbuhan laba bersih positif. Mereka adalah PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) dengan kenaikan laba 64,5% YoY, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM) laba naik 30,6% YoY, dan PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) naik 2,9% YoY. Emiten lainnya mayoritas mencatatkan pertumbuhan negatif, dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor tersebut meliputi peningkatan cost of credit dan perlambatan pertumbuhan kredit, seperti yang dialami BBRI dan BBNI. Kedua, penurunan harga komoditas energi yang menekan kinerja seperti PTBA dan PT Timah Tbk (TINS). Ketiga, penurunan kontrak baru konstruksi, terlihat pada PT Adhi Karya Tbk (ADHI) yang hanya mengantongi Rp3,5 triliun kontrak baru di semester I 2025 dibandingkan Rp 10,2 triliun pada semester I 2024. Hal serupa dialami PTPP yang hanya membukukan kontrak baru Rp 9,37 triliun dibandingkan Rp 9,65 triliun pada periode yang sama tahun lalu. “Terakhir, penurunan pendapatan inti, seperti pada PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang mengalami penurunan ARPU Telkomsel menjadi Rp 41.800, atau turun 7,4% YoY,” jelas Audi kepada Kontan, Sabtu (9/8).

Chief Executive Officer Edvisor Profina Visindo, Praska Putrantyo, juga mengamati bahwa di semester I 2025, beberapa saham emiten Danantara mengalami penurunan profitabilitas. Ia mencontohkan dari sektor keuangan seperti BBNI atau PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR), serta dari sektor energi seperti PT Elnusa Tbk (ELSA) dan PTBA yang tertekan dari sisi margin profitabilitas. “Untuk sektor energi terbarukan, ada potensi pemulihan seiring dengan prospek industri yang cukup menjanjikan, dan industri logam serta mineral juga dapat mencatatkan kinerja baik di semester I-2025,” kata Praska kepada Kontan, Minggu (10/8/2025).

Selain kinerja fundamental, pergerakan harga saham emiten Danantara juga menunjukkan tren penurunan sejak awal tahun 2025. Secara akumulasi, indeks BUMN20 hanya naik 0,38% secara year to date (YTD), jauh di bawah kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berhasil naik 6,41% YTD.

Felix Darmawan menilai, lemahnya kinerja indeks BUMN20 yang hanya naik 0,38% YTD disebabkan oleh sikap ‘wait and see‘ investor terhadap kinerja BUMN yang belum pulih sepenuhnya atau terdampak kebijakan fiskal yang ketat di awal tahun. Sebaliknya, saham-saham non-BUMN dari sektor teknologi dan konsumer, serta emiten konglomerasi, justru naik lebih cepat dan menjadi pendorong utama kinerja IHSG.

Dari sisi valuasi, beberapa saham BUMN sebenarnya telah cukup menarik. Banyak emiten BUMN diperdagangkan di bawah rata-rata price to book value (PBV) historisnya, khususnya di sektor perbankan. “Namun, sentimen atas kinerja ke depan tetap menjadi perhatian utama investor,” imbuhnya.

Audi juga berpendapat bahwa underperformance BUMN20 di semester I diakibatkan oleh bobot terbesar indeks tersebut yang berada pada sektor perbankan, telekomunikasi, dan energi. Ketiga sektor ini sahamnya cenderung tertekan dari sisi kinerja dan paling banyak dilepas oleh investor asing. Arus keluar dana asing (outflow) secara YTD terbesar dialami BMRI yang tercatat Rp 13,5 triliun, diikuti BBRI Rp 4,8 triliun, BBNI Rp 3,5 triliun, PGEO Rp 472 miliar, dan TINS Rp 429 miliar. “Ini disebabkan oleh faktor geopolitik, pertumbuhan ekonomi global, hingga kebijakan suku bunga bank sentral global,” tutur Audi.

Praska menambahkan bahwa kinerja IHSG saat ini didorong oleh saham-saham teknologi berkapitalisasi pasar besar dan sektor energi terbarukan. “Sehingga, untuk BUMN yang eksposur sektornya masih didominasi oleh komoditas dan juga perbankan, kinerjanya kurang agresif jika dibandingkan dengan saham teknologi atau energi terbarukan,” ungkapnya.

Melihat ke depan, Felix optimistis prospek emiten BUMN di semester II 2025 akan membaik, didukung oleh beberapa sentimen positif. Pertama, potensi pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) yang akan membuka ruang akselerasi kredit dan konsumsi. Kedua, belanja modal pemerintah yang akan lebih ekspansif. Terakhir, adanya harapan terhadap stabilitas politik pasca transisi pemerintahan.

Untuk sumbangan dividen tahun 2025, kemungkinan besar akan berasal dari BBRI dan BMRI yang tetap menjadi andalan berkat konsistensi pembagian dividen besar mereka. Selain itu, TLKM, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), dan PTBA juga memiliki rekam jejak dividend yield yang menarik. “Saham-saham ini juga berpotensi menjadi pintu masuk aliran dana asing, terutama jika tren suku bunga global mulai turun dan risiko eksternal (seperti tarif dagang) dapat dikelola dengan baik,” jelas Felix.

Senada dengan Felix, Audi memproyeksikan kinerja emiten BUMN akan cenderung membaik hingga stabil di semester II 2025. Hal ini seiring dengan relaksasi kebijakan moneter, dampak eksternal yang lebih terbatas termasuk dari tarif impor Amerika Serikat (AS) dan geopolitik, kondisi ekonomi makro Indonesia yang lebih stabil termasuk dari nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS dan daya beli masyarakat, serta sentimen tematik komoditas energi. “Sehingga, potensi kembalinya inflow asing (ke saham emiten BUMN) dapat terjadi hingga akhir 2025,” papar Audi.

Audi merekomendasikan pembelian untuk saham BMRI, BBRI, TLKM, dan BRIS, dengan target harga masing-masing Rp 6.300 per saham, Rp 4.360 per saham, Rp 3.240 per saham, dan Rp 3.460 per saham. Sementara itu, rekomendasi ‘hold‘ disematkan untuk MTEL dengan target harga Rp 730 per saham.

Praska juga melihat pertumbuhan saham emiten Danantara di semester II akan tetap baik. Secara valuasi price to earning ratio (PER), masih ada beberapa saham yang dinilai menarik. Namun, investor perlu terus memantau prospek makroekonomi, seperti data-data ekonomi domestik dan potensi penurunan suku bunga acuan. Selain itu, beberapa saham perbankan berpotensi masih membagikan dividen di kuartal III atau kuartal IV 2025. “Namun, investor asing akan terus melihat prospek pemulihan makroekonomi Indonesia dan outlook suku bunga acuan,” ungkap Praska. Oleh karena itu, Praska menyarankan investor untuk memperhatikan saham-saham perbankan untuk jangka panjang, seperti BMRI dan BBRI yang masing-masing disematkan target harga Rp 6.100 per saham dan Rp 5.025 per saham.

BMRI Chart by TradingView

Ringkasan

Kinerja emiten Danantara pada semester I-2025 menunjukkan gambaran yang beragam. Sektor perbankan dan energi mencatat pertumbuhan pendapatan, namun laba bersih beberapa emiten utama seperti BBRI, BBNI, PTBA, dan PGEO justru menurun akibat tekanan margin, perlambatan kredit, serta harga komoditas. Mayoritas konstituen indeks BUMN20 mengalami pertumbuhan laba negatif, kecuali AGRO, BJTM, dan MTEL, sementara sektor logistik dan konstruksi BUMN juga menghadapi tantangan proyek.

Secara keseluruhan, indeks BUMN20 hanya naik 0,38% YTD, jauh di bawah IHSG, dipengaruhi oleh sikap “wait and see” investor dan keluarnya dana asing. Namun, prospek emiten BUMN di semester II-2025 diproyeksikan membaik. Hal ini didukung oleh potensi penurunan suku bunga Bank Indonesia, belanja pemerintah yang lebih ekspansif, dan stabilitas politik pasca transisi pemerintahan, dengan saham seperti BBRI dan BMRI menjadi andalan dividen dan penarik arus dana asing.

Advertisement

Baca Juga

Tags