Menteri Perdagangan Budi Santoso menyoroti dinamika pesat dalam lanskap niaga Indonesia, khususnya terkait pergeseran preferensi belanja masyarakat yang semakin condong ke arah toko daring. Menurut Budi, fenomena ini secara langsung berdampak pada keberlangsungan toko fisik, yang kini merasakan tekanan signifikan. “Sebagian besar sudah berbelanja secara online, dan para pedagang pun beralih ke ranah digital,” ungkap Budi dalam pernyataannya di kantor Kementerian Perdagangan, Kamis, 7 Agustus 2025. “Kondisi ini pada akhirnya membuat sektor offline merasa terdesak.”
Dalam amatan lebih lanjut, Budi turut menyoroti pola perilaku konsumen di mana banyak pembeli hanya sebatas melihat-lihat produk di toko fisik tanpa melakukan transaksi. Kendati demikian, ia menegaskan bahwa perubahan preferensi ini bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan. “Itu adalah hak dan kebebasan konsumen sepenuhnya,” ujar Budi. “Apakah mereka memilih untuk membeli secara daring maupun luring, itu adalah pilihan yang sah dari setiap individu pembeli.”
Menanggapi tantangan ini, Menteri Perdagangan Budi Santoso menawarkan solusi strategis melalui implementasi sistem bisnis omnichannel. Menurutnya, pendekatan ini merupakan kunci untuk mengatasi pergeseran perilaku konsumen dan menjaga relevansi bisnis. Konsep omnichannel memungkinkan suatu usaha untuk beroperasi secara terintegrasi, memadukan kekuatan toko fisik dengan efisiensi sistem jualan daring.
Untuk optimalisasi penjualan secara daring, Budi menyarankan para pengusaha untuk proaktif mendekatkan konsumen dengan produk mereka. Salah satu metode yang dinilai sangat efektif adalah melalui konsep siaran belanja atau live shopping. “Saya yakin inisiatif semacam ini adalah langkah konkret yang bisa kita ambil,” tutur Budi, “sehingga proses transformasi antara kanal offline dan online dapat berjalan mulus dan saling mendukung.”
Budi kemudian menarik analogi historis dengan mengingatkan kembali kekhawatiran yang pernah melanda para pengusaha toko kelontong di masa lalu, menyusul maraknya kemunculan ritel modern. Menanggapi keresahan serupa, pemerintah kala itu menginisiasi program kemitraan strategis antara ritel modern dan toko kelontong.
Model kemitraan ini tidak hanya berfokus pada aspek suplai produk semata, melainkan juga mencakup pemberian saran dan bimbingan manajemen usaha yang komprehensif. Berkat pendekatan kolaboratif inilah, Budi menekankan, toko kelontong mampu beradaptasi dan tetap eksis hingga saat ini di tengah persaingan yang ketat.
Pola kemitraan adaptif serupa, lanjut Budi, kini terwujud antara platform niaga elektronik atau e-commerce dengan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Budi menjelaskan bahwa peran e-commerce melampaui sekadar memfasilitasi penjualan; mereka juga aktif memberikan bimbingan dan ‘wejangan’ berharga. Ini termasuk saran praktis mengenai cara pengemasan produk yang efektif hingga penilaian standar kualitas produk yang optimal, memberdayakan UMKM untuk bersaing lebih baik di pasar digital.
Ringkasan
Menteri Perdagangan Budi Santoso menyoroti pergeseran preferensi belanja masyarakat yang kini condong ke toko daring, memberikan tekanan signifikan pada toko fisik. Ia mencatat bahwa banyak konsumen hanya melihat produk secara offline namun melakukan pembelian secara online, dan menegaskan bahwa hal ini adalah hak sepenuhnya bagi konsumen.
Untuk mengatasi tantangan ini, Budi Santoso mengusulkan implementasi sistem bisnis omnichannel yang mengintegrasikan toko fisik dan daring, serta menyarankan metode seperti siaran belanja atau live shopping untuk optimasi penjualan online. Beliau juga mengutip analogi kemitraan antara ritel modern dan toko kelontong di masa lalu, serta kemitraan serupa antara platform e-commerce dan UMKM yang memberikan bimbingan untuk adaptasi di pasar digital.