Dana Asing Kabur, Investor Lokal Borong Aset Apa? Cek di Sini!

Nautonk

Advertisement

Aliran dana asing senilai triliunan rupiah dilaporkan keluar dari pasar keuangan Indonesia pada akhir Juli lalu, memicu pergeseran strategi investasi para investor. Kondisi ini mendorong mereka untuk mengalihkan portofolio ke aset-aset dengan profil risiko yang lebih rendah, mencari stabilitas di tengah ketidakpastian.

Menurut Kepala Ekonom BCA, David Sumual, eksodus dana asing dari pasar domestik mencerminkan preferensi sebagian investor terhadap pasar lain yang dianggap lebih aman dan menguntungkan. Ia mengamati adanya kecenderungan investor untuk beralih ke mata uang utama seperti euro, yen Jepang, yuan China, dan dolar Hong Kong, yang sepanjang tahun ini terus menunjukkan penguatan signifikan terhadap dolar AS.

Selain mata uang, David Sumual juga menyoroti daya tarik aset safe haven lain, yakni emas. “Aset safe haven seperti emas juga menarik minat, dengan kenaikan 27,8% year-to-date dalam dolar AS,” ungkapnya kepada Kontan pada 4 Agustus 2025. Fenomena ini menggarisbawahi keinginan investor untuk melindungi modal mereka dari volatilitas pasar.

Advertisement

Sementara itu, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M Rizal Taufikurahman, mencermati bahwa pasca-jual bersih besar-besaran, arah aliran dana asing memang condong pada aset-aset berprofil risiko rendah. Menurutnya, para investor asing kini lebih melirik aset yang menjanjikan imbal hasil stabil dan didukung fundamental yang kokoh. Dalam konteks ini, obligasi Treasury Amerika Serikat atau US Treasury menjadi pilihan utama. Instrumen ini menawarkan likuiditas tinggi dan berfungsi sebagai perlindungan efektif terhadap ketidakpastian global.

Tidak hanya itu, Rizal juga menyebutkan bahwa sejumlah emerging markets menarik perhatian investor karena menawarkan suku bunga tinggi, stabilitas politik yang terjaga, serta prospek pertumbuhan ekonomi yang tangguh. Negara-negara seperti India, Brasil, dan Meksiko kini menjadi magnet baru bagi dana asing, menunjukkan diversifikasi tujuan investasi di luar aset tradisional.

Lebih lanjut, sebagian dana asing kini juga bergeser ke sektor-sektor inovatif yang berbasis teknologi, energi hijau, atau infrastruktur digital. Pergeseran ini terjadi terutama di negara-negara yang dinilai memiliki ekosistem investasi progresif dan relatif mudah diprediksi. Menariknya, aliran modal juga bergerak menuju negara-negara penghasil komoditas utama yang tengah diuntungkan oleh kenaikan harga global.

Ironisnya, Indonesia yang sebelumnya termasuk dalam jalur arus dana berbasis komoditas, kini mulai terpinggirkan. Rizal menilai hal ini disebabkan oleh ketidakpastian kebijakan hilirisasi dan konflik regulasi antara pusat dan daerah. Kondisi tersebut menyulitkan kalkulasi risiko bagi investor jangka menengah hingga panjang, sehingga mengurangi daya tarik pasar keuangan Indonesia bagi sebagian modal asing.

Sebagai informasi tambahan, data Bank Indonesia (BI) merinci bahwa pada transaksi periode 28–30 Juli 2025, nonresiden mencatatkan jual bersih yang signifikan di beberapa segmen pasar. Penjualan bersih di pasar saham mencapai Rp 2,27 triliun, di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 1,37 triliun, dan di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) senilai Rp 12,6 triliun, menegaskan besarnya arus keluar modal asing tersebut.

Ringkasan

Aliran dana asing triliunan rupiah keluar dari pasar keuangan Indonesia akhir Juli 2025, mendorong investor mengalihkan portofolio ke aset berprofil risiko lebih rendah. Menurut David Sumual, Kepala Ekonom BCA, investor beralih ke mata uang utama seperti euro, yen, dan yuan, serta emas yang menunjukkan kenaikan signifikan sebagai aset safe haven. Hal ini mencerminkan keinginan investor untuk mencari stabilitas di tengah ketidakpastian pasar.

Selain itu, Kepala Indef Rizal Taufikurahman mencatat investor asing kini juga melirik obligasi US Treasury dan beberapa emerging markets berprospek kuat seperti India, Brasil, dan Meksiko. Dana juga bergeser ke sektor inovatif seperti teknologi, energi hijau, atau infrastruktur digital. Namun, Indonesia mulai terpinggirkan dari aliran dana karena ketidakpastian kebijakan hilirisasi dan konflik regulasi, menyulitkan kalkulasi risiko bagi investor jangka menengah hingga panjang. Data BI menunjukkan adanya jual bersih signifikan oleh nonresiden di pasar saham, SBN, dan SRBI pada periode tersebut.

Advertisement

Baca Juga

Tags