PPN Rumah 0% Diperpanjang! Ini Saham Properti Potensi Cuan

Nautonk

Advertisement

Pemerintah telah secara resmi memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) 100% bagi sektor properti hingga akhir tahun 2025. Kebijakan strategis ini diharapkan menjadi katalis kuat yang akan mendorong performa gemilang emiten properti pada paruh kedua tahun ini.

Evaluasi kinerja emiten properti di semester I tahun 2025 menunjukkan gambaran yang bervariasi. Sebut saja PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) yang berhasil mencatatkan peningkatan signifikan pada pendapatan dan laba bersih mereka.

Secara lebih rinci, CTRA berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 5,88 triliun, tumbuh 16,76% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, dengan laba bersih melonjak 20,01% mencapai Rp 1,23 triliun. Di sisi lain, PWON mencatatkan pendapatan Rp 3,37 triliun, naik tipis 3,44%, namun laba bersihnya meroket 34,22% menjadi Rp 1,13 triliun. Kontras dengan dua emiten tersebut, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) justru mengalami koreksi, di mana pendapatan turun 13,01% menjadi Rp 6,39 triliun dan laba bersih anjlok 44,79% menjadi Rp 1,28 triliun.

Advertisement

Sementara itu, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) belum merilis laporan kinerja keuangan untuk semester I – 2025. Penundaan ini disebabkan oleh proses audit yang harus dilakukan terkait dengan rencana aksi korporasi perseroan. SMRA telah menginformasikan kepada OJK dan BEI melalui surat tertanggal 31 Juli 2025 bahwa laporan keuangan tersebut akan disampaikan paling lambat pada 30 September 2025.

Beralih ke indikator pendapatan prapenjualan atau marketing sales, BSDE dan SMRA menunjukkan performa positif pada semester I – 2025. BSDE berhasil mencatat marketing sales sebesar Rp 5,08 triliun, tumbuh 5%, sementara SMRA melonjak signifikan 27,83% mencapai Rp 2,2 triliun. Namun, CTRA dan PWON menghadapi tantangan di segmen ini, dengan marketing sales CTRA turun 30,92% menjadi Rp 4,2 triliun dan PWON terkoreksi 22% menjadi Rp 603 miliar.

Guna memberikan dorongan lebih lanjut bagi sektor properti, pemerintah secara resmi memperpanjang insentif PPN DTP 100% hingga Desember 2025. Bersamaan dengan itu, Bank Indonesia (BI) juga baru-baru ini mengambil langkah dengan menurunkan suku bunga acuan ke level 5,25%. Menurut Tristan Elfan Zulvanian, Research Analyst Henan Sekuritas, penurunan suku bunga ini diharapkan mampu memperkuat daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan memicu peningkatan permintaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang selama ini cenderung lesu.

Tristan menambahkan bahwa insentif PPN DTP memainkan peran krusial dalam mendongkrak kinerja sektor properti, khususnya untuk penjualan rumah tapak kecil. Ia optimis, “Dengan kombinasi kedua kebijakan tersebut, kami menilai bahwa potensi pemulihan kinerja emiten properti masih terbuka pada tahun ini,” seperti disampaikannya kepada Kontan pada Jumat (1/8).

Senada dengan pandangan tersebut, Liza Camelia, Head Riset Kiwoom Sekuritas, memproyeksikan segmen residensial akan menjadi pendorong utama pertumbuhan. Meskipun demikian, ia mencatat bahwa pada semester I, pendapatan berulang (recurring income) dari properti komersial dan mal masih mendominasi. Liza juga menyoroti potensi pertumbuhan positif dari segmen properti lain seperti data center, pergudangan, co-living, dan green property, bahkan jika segmen residensial menengah ke atas cenderung stagnan, seperti yang ia sampaikan kepada Kontan pada Jumat (1/8).

Kendati optimisme menyelimuti, para analis juga menyoroti beberapa tantangan yang masih membayangi sektor properti. Tristan Elfan Zulvanian menggarisbawahi bahwa daya beli masyarakat tetap menjadi isu utama yang perlu diatasi. Sementara itu, Liza Camelia menyoroti harga tanah yang melonjak dan kondisi likuiditas yang ketat sebagai penghambat krusial bagi permintaan pasar. Menambah daftar tantangan, Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, menjelaskan bahwa tingginya biaya konstruksi dan material juga dapat menggerus margin keuntungan pengembang.

Selain itu, meskipun suku bunga acuan telah menunjukkan stabilitas, perbankan masih cenderung selektif dalam menyalurkan kredit, terutama untuk proyek-proyek properti komersial dan gedung bertingkat (high-rise). Faktor lain yang patut dicermati adalah ketidakpastian arah kebijakan fiskal pasca-transisi pemerintahan. Hal ini berpotensi memengaruhi keberlanjutan insentif properti dan proyek-proyek infrastruktur yang menjadi tulang punggung pertumbuhan sektor properti.

Ekky Topan menekankan bahwa “Arah kebijakan tata ruang dan infrastruktur dari pemerintahan baru juga akan turut memengaruhi sentimen investor dan konsumen,” seperti disampaikannya kepada Kontan pada Jumat (1/8). Selaras dengan pandangan tersebut, ketiga analis, Tristan, Liza, dan Ekky, sepakat bahwa pergerakan suku bunga Bank Indonesia akan tetap menjadi faktor kunci yang perlu terus dicermati untuk memprediksi prospek sektor properti ke depan.

Melihat prospek dan tantangan yang ada, para analis memberikan rekomendasi beragam untuk saham emiten properti. Tristan Elfan Zulvanian merekomendasikan buy on weakness untuk PWON dengan target harga antara Rp 368 hingga Rp 370 per saham, serta SMRA pada kisaran Rp 428 – Rp 430 per saham. Sementara itu, Liza Camelia dari Kiwoom Sekuritas merekomendasikan speculative buy untuk CTRA dengan target harga Rp 970 – Rp 1.000 per saham, PWON di Rp 375 per saham, dan BSDE di Rp 860 per saham. Terakhir, Ekky Topan dari Infovesta Kapital Advisori merekomendasikan buy untuk SMRA dengan target harga yang lebih tinggi, yakni Rp 500 per saham.

Ringkasan

Pemerintah telah memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) 100% untuk sektor properti hingga akhir tahun 2025. Kebijakan ini, bersama dengan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 5,25%, diharapkan menjadi katalis kuat yang akan meningkatkan daya beli masyarakat dan permintaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Kinerja emiten properti pada semester I 2025 bervariasi; CTRA dan PWON mencatat kenaikan pendapatan dan laba bersih, sementara BSDE mengalami penurunan. Meskipun demikian, analis optimis terhadap potensi pemulihan sektor properti tahun ini, kendati tantangan seperti daya beli masyarakat, harga tanah, dan biaya konstruksi masih perlu diatasi.

Advertisement

Baca Juga

Tags