Rancak Media – Guru Besar Hukum Kepailitan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Hadi Subhan, yang dihadirkan sebagai saksi ahli oleh PT Jawa Pos, dengan tegas menyatakan bahwa permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh Dahlan Iskan terhadap PT Jawa Pos di Pengadilan Niaga Surabaya dinilai tidak memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam undang-undang. Pernyataan ini menjadi sorotan utama dalam persidangan kasus PKPU Dahlan Iskan vs PT Jawa Pos.
Pengacara PT Jawa Pos, E.L. Sajogo, bahkan mencurigai adanya itikad tidak baik di balik pengajuan PKPU tersebut. Menurut Leslie, sapaan akrab E.L. Sajogo, keterangan para saksi ahli dalam persidangan menguatkan pandangan bahwa Dahlan Iskan tidak memiliki dasar kuat untuk mengajukan permohonan PKPU ini.
Berdasarkan bukti-bukti yang disajikan, PT Jawa Pos menegaskan tidak pernah memiliki utang kepada kreditur manapun, termasuk kepada Dahlan Iskan. “Jika tidak ada utang, janganlah diada-adakan seolah-olah ada utang. Jangan mengajukan PKPU,” tegas Leslie, menyuarakan keberatan keras atas langkah hukum tersebut.
Leslie juga membantah dalil pemohon terkait dugaan utang PT Jawa Pos kepada dua bank tertentu. Fakta ini, katanya, terungkap jelas melalui bukti-bukti yang diajukan oleh PT Jawa Pos di muka persidangan. Leslie menekankan, “Kalaupun ada kreditur lain, mereka harus hadir dalam persidangan untuk membuktikan secara tegas dan jelas bahwa memang ada utang tersebut.”
Jawa Pos Nilai Klaim Nany Widjaja soal PT DNP Tidak Berdasar dan Menyesatkan
Pembuktian Utang yang Tidak Sederhana
Dalam keterangannya di Pengadilan Niaga Surabaya, Hadi Subhan menjelaskan bahwa utang dividen tidak dapat dijadikan dasar pengajuan PKPU karena proses pembuktiannya yang tidak sederhana. Ia menegaskan, “Dividen bukan utang yang dimaksud dalam undang-undang kepailitan. Utang dalam kepailitan itu adalah utang yang ada dalam perjanjian.” Lebih lanjut, Hadi memaparkan bahwa sejak Mahkamah Agung (MA) menolak putusan pailit terhadap perusahaan asuransi pada tahun 2002, belum ada lagi permohonan PKPU atau pailit yang didasari oleh klaim utang dividen.
Syarat Minimal Dua Kreditur
Hadi Subhan juga menguraikan bahwa permohonan PKPU setidaknya harus diajukan oleh dua kreditur, mengingat esensi PKPU adalah penyelesaian utang secara kolektif. “Jika pemohonnya hanya satu orang saja, itu tidak cukup,” tegasnya. Selain jumlah kreditur, Hadi menekankan pentingnya pembuktian utang secara sederhana. Ia menambahkan, “Apabila ada sengketa, laporan pidana, atau gugatan perdata, itu merupakan ciri pembuktian yang tidak sederhana dan mempersulit proses PKPU.”
Calon Pengurus PKPU Harus Independen, Tidak Boleh Satu Tim dengan Pengacara Dahlan Iskan
Laporan Keuangan Saja Tidak Cukup sebagai Bukti Utang
Lebih lanjut, Hadi Subhan menjelaskan bahwa laporan keuangan dan laporan pajak tidak memadai sebagai bukti tunggal dalam permohonan PKPU. Hal ini dikarenakan sifat laporan tersebut yang dinamis dan bisa berubah sewaktu-waktu. “Laporan keuangan tahun 2024 tidak serta-merta mencerminkan kondisi terkini. Misalnya, jika dulu tercatat memiliki utang, bisa saja saat ini utang tersebut sudah dilunasi,” paparnya.
Untuk memperkuat argumen, PT Jawa Pos juga menghadirkan pakar akuntansi dari Unair, Zaenal Fanani, sebagai saksi ahli. Zaenal menegaskan bahwa utang dividen harus tercatat secara eksplisit dalam laporan keuangan perusahaan agar dapat diakui sebagai utang. Ia menjelaskan, “Utang dividen harus muncul dalam laporan keuangan karena telah dinyatakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).” Menurut Zaenal, jika ada utang dividen yang belum lunas pada suatu tahun, maka pencatatannya wajib muncul di laporan keuangan tahun buku berikutnya. Jika di tahun buku berikutnya pencatatan tersebut tidak lagi muncul, itu berarti utang dividen tersebut telah lunas sepenuhnya.
Sebagai informasi, Dahlan Iskan mengajukan permohonan PKPU terhadap PT Jawa Pos dengan klaim penagihan utang dividen senilai Rp 54 miliar. Menanggapi kesaksian ahli dari PT Jawa Pos, pengacara Dahlan Iskan, Arif Sahudi, menyatakan bahwa pihaknya akan menyiapkan sanggahan melalui saksi ahli mereka sendiri. “Nanti akan kami sampaikan dalam keterangan saksi ahli. Yang berhak membantah saksi ahli nanti biar ahli juga,” pungkas Arif, menandakan kelanjutan sengketa hukum ini. (gas)
Ringkasan
Guru Besar Hukum Kepailitan Universitas Airlangga, Hadi Subhan, menyatakan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Dahlan Iskan terhadap PT Jawa Pos tidak memenuhi syarat undang-undang. Menurutnya, utang dividen tidak dapat dijadikan dasar pengajuan PKPU karena pembuktiannya tidak sederhana, dan utang dalam kepailitan adalah utang yang ada dalam perjanjian. Selain itu, Hadi menegaskan bahwa permohonan PKPU harus diajukan oleh setidaknya dua kreditur dan memerlukan pembuktian utang yang sederhana.
PT Jawa Pos membantah keras memiliki utang kepada Dahlan Iskan dan mencurigai adanya itikad tidak baik di balik pengajuan PKPU tersebut. Pakar akuntansi Zaenal Fanani menambahkan bahwa utang dividen harus tercatat eksplisit dalam laporan keuangan dan jika tidak muncul di tahun berikutnya, berarti utang tersebut telah lunas. Dahlan Iskan mengajukan PKPU dengan klaim utang dividen sebesar Rp 54 miliar, dan pihak pengacaranya akan menyiapkan sanggahan melalui saksi ahli mereka sendiri.