Rancak Media – , Jakarta – Kenaikan harga beras di pasaran masih menjadi perhatian serius, bahkan belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, yang menjelaskan bahwa realisasi penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) sejauh ini masih sangat minim. Hingga Selasa, 29 Juli 2025, hanya sekitar 3 ribu ton beras SPHP yang berhasil disalurkan. Padahal, target total penyaluran program vital ini mencapai 1,3 juta ton hingga Desember 2025 mendatang. “Belum [mereda], kan baru keluar [beras SPHP]. Keluarnya tidak banyak, baru kemarin, terakhir 3 ribu ton. Itu yang harus didorong supaya cepat,” tegas Arief di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta.
Di sisi lain, lambatnya penyaluran ini bukan tanpa alasan. Arief Prasetyo Adi menambahkan bahwa pemerintah juga harus ekstra hati-hati dalam mendistribusikan beras SPHP. Kewaspadaan ini muncul pasca kasus pengoplosan beras yang sempat menghebohkan di wilayah Riau. “Di satu sisi kami mau keluarkan banyak, di sisi lain kami juga melihat apa yang terjadi di Riau kemarin. Tentu kami tidak ingin mengeluarkan [beras] seperti itu tanpa pengawasan ketat. Karena itu, kami meminta Bulog untuk benar-benar bekerja keras,” jelas Arief, menekankan pentingnya pengawasan yang ketat demi menjaga kualitas dan integritas pasokan beras.
Kondisi pasar saat ini semakin menyoroti urgensi penyaluran beras SPHP. Berdasarkan pantauan langsung di Panel Harga Pangan Bapanas, terungkap bahwa harga beras di berbagai wilayah masih jauh melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Untuk beras premium, HET nasional rata-rata ditetapkan Rp 14.900 per kg. Namun, di tingkat konsumen, harga yang tercatat per hari ini mencapai Rp 15.476 per kg di zona 1, melampaui HET yang seharusnya Rp 14.900. Situasi serupa terlihat di zona 2 dengan harga Rp 16.582 per kg, jauh di atas HET Rp 15.400, serta di zona 3 yang mencapai Rp 18.390 per kg, melampaui HET Rp 15.800.
Disparitas serupa juga terjadi pada harga beras medium. Meskipun HET nasional ditetapkan sebesar Rp 12.500 per kg, realitas di lapangan menunjukkan angka yang lebih tinggi. Di zona 1, harga beras medium tercatat Rp 13.920 per kg, melampaui HET yang seharusnya Rp 12.500. Begitu pula di zona 2, harga mencapai Rp 14.613 per kg, melebihi HET yang ditetapkan Rp 13.100. Paling mencolok, di zona 3, harga beras medium bahkan mencapai Rp 13.500, padahal HET di wilayah tersebut hanya Rp 16,78 per kg, menunjukkan ketimpangan yang signifikan.
Pilihan Editor: Dampak Kesepakatan Dagang Prabowo-Trump bagi Industri Manufaktur
Ringkasan
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengungkapkan bahwa tingginya harga beras di pasaran disebabkan minimnya realisasi penyaluran beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Hingga Selasa, 29 Juli 2025, hanya sekitar 3 ribu ton beras SPHP yang tersalurkan dari target 1,3 juta ton. Pemerintah harus ekstra hati-hati dalam distribusi pasca kasus pengoplosan beras di Riau, sehingga meminta Bulog untuk melakukan pengawasan ketat.
Akibatnya, pantauan Bapanas menunjukkan harga beras premium dan medium di berbagai wilayah masih jauh melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET). Misalnya, harga beras premium di zona 1 mencapai Rp 15.476 per kg, melebihi HET Rp 14.900. Disparitas serupa juga terjadi pada beras medium, menandakan ketimpangan harga yang signifikan di tingkat konsumen.