Rupiah Anjlok Tembus Rp16.400/USD: Simak Analisisnya!

Nautonk

Advertisement

Rancak Media – JAKARTA. Rupiah kembali menunjukkan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (29/7). Melansir data Bloomberg pukul 12.00 WIB, nilai tukar rupiah di pasar spot tercatat melemah 0,23% ke level Rp 16.400 per dolar AS, dibandingkan penutupan Senin (28/7) di Rp 16.363 per dolar AS.

Pelemahan rupiah ini sejalan dengan prediksi sejumlah ekonom. Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata, memperkirakan pergerakan rupiah akan tetap terbatas dalam rentang Rp 16.300 – Rp 16.400 per dolar AS pada hari Selasa. Antisipasi trade deadline dan hasil FOMC Juli 2025 menjadi faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar tersebut. “Rupiah diperkirakan bergerak dalam rentang Rp 16.300 – Rp 16.400 per dolar AS pada hari Selasa (29/7),” ujar Josua kepada Kontan, Senin (28/7).

Sementara itu, Lukman Leong, Analis Doo Financial Futures, mengungkapkan bahwa pelemahan rupiah sejalan dengan tren pelemahan mata uang regional dan global lainnya terhadap dolar AS. Hal ini didorong oleh optimisme atas kesepakatan tarif antara AS dengan negara-negara lain, termasuk China, menyusul kesepakatan yang telah tercapai dengan Uni Eropa. Lebih lanjut, Lukman menambahkan, “Dolar AS diperkirakan masih akan di atas angin pekan ini oleh antisipasi serangkaian data-data ekonomi penting yang diperkirakan akan kuat,” dalam keterangannya kepada Kontan, Senin (28/7).

Advertisement

Rupiah Dibuka Melemah ke Rp 16.387 Per Dolar AS di Pagi Ini (29/7), Asia Bervariasi

Ringkasan

Pada Selasa (29/7), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah 0,23% ke Rp 16.400 per dolar AS, dibandingkan penutupan hari sebelumnya di Rp 16.363. Pelemahan ini sesuai prediksi ekonom yang memperkirakan rupiah bergerak di rentang Rp 16.300 – Rp 16.400 per dolar AS. Faktor yang mempengaruhi meliputi antisipasi trade deadline dan hasil FOMC Juli 2025.

Pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh tren pelemahan mata uang regional dan global terhadap dolar AS. Optimisme atas kesepakatan tarif antara AS dan negara lain, termasuk China dan Uni Eropa, serta antisipasi data ekonomi AS yang kuat, turut mendorong penguatan dolar AS.

Advertisement

Baca Juga

Tags