KRAS Terbang 210% YTD: Apa Pemicu Saham Krakatau Steel?

Ade Banteng

Rancak Media JAKARTA — Direksi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) akhirnya angkat bicara menanggapi lonjakan signifikan harga saham perusahaan yang berujung pada penghentian sementara perdagangan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).

BEI secara resmi telah menghentikan sementara atau melakukan suspensi terhadap perdagangan saham KRAS pada 7 Juli 2025. Langkah ini diambil setelah terjadinya lonjakan harga saham Krakatau Steel secara kumulatif yang menarik perhatian regulator pasar modal. Merujuk data dari RTI Infokom, harga saham KRAS kini terpantau di level Rp314 per saham, mencatatkan kenaikan fantastis sebesar 210,89% sejak awal tahun (year to date/YtD). Tak hanya itu, dalam kurun waktu satu bulan terakhir, saham produsen baja BUMN ini juga telah melonjak tajam hingga 71,58%.

Menanggapi fenomena tersebut, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Krakatau Steel, Daniel Fitzgerald Liman, menegaskan bahwa fluktuasi harga saham KRAS murni merupakan dinamika pasar. Ia memastikan bahwa pergerakan harga tidak berkaitan dengan adanya informasi material yang belum disampaikan kepada publik. Daniel juga menyoroti serangkaian tindakan dari regulator, termasuk penghentian sementara perdagangan saham pada 1 Juli dan 7 Juli 2025, serta pengumuman Unusual Market Activity (UMA) oleh BEI yang telah dirilis pada 13 Juni 2025.

“Kami sampaikan bahwa pergerakan saham perseroan yang terjadi sepenuhnya merupakan dinamika pasar,” ujar Daniel dalam paparan publik insidentil yang digelar secara daring pada Jumat (11/7/2025), memberikan klarifikasi resmi kepada publik dan investor mengenai lonjakan harga saham KRAS.

Di sisi operasional, Daniel turut menyampaikan kabar positif terkait fasilitas Hot Strip Mill (HSM) yang kini telah kembali beroperasi penuh setelah pulih dari kejadian kahar. Pemulihan ini diharapkan mampu mendongkrak kinerja Krakatau Steel, mendukung program hilirisasi, serta berkontribusi pada upaya substitusi impor baja nasional. Langkah strategis ini vital untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perseroan di pasar.

Meskipun demikian, berdasarkan laporan keuangan kuartal I/2025 KRAS masih membukukan volume produksi sebesar 226.000 ton dengan pendapatan mencapai US$234,8 juta dan laba kotor US$12,9 juta. Namun, perseroan masih mencatatkan rugi bersih sebesar US$45,4 juta hingga Maret 2025. Daniel menjelaskan, kerugian ini disebabkan oleh beberapa faktor utama, termasuk kondisi fasilitas HSM yang masih dalam periode ramp up, upaya masuk kembali ke pasar yang membutuhkan investasi, serta beban keuangan yang masih tergolong tinggi.

Melihat kondisi neraca keuangan, Krakatau Steel memiliki total aset senilai US$2,92 miliar per Maret 2025, menunjukkan kenaikan tipis 0,82% year to date (YtD). Sejalan dengan itu, liabilitas perseroan juga meningkat sebesar 1,54% menjadi US$2,50 miliar. Di sisi lain, ekuitas perusahaan justru mengalami penurunan 3,23% YtD, berada pada angka US$421,11 juta.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

Harga saham PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) melonjak signifikan hingga 210,89% sejak awal tahun, memicu suspensi perdagangan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 7 Juli 2025 dan pengumuman Unusual Market Activity (UMA). Menanggapi hal ini, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Krakatau Steel, Daniel Fitzgerald Liman, menyatakan bahwa pergerakan saham sepenuhnya merupakan dinamika pasar. Ia menegaskan tidak ada informasi material yang belum disampaikan kepada publik terkait lonjakan harga tersebut.

Secara operasional, fasilitas Hot Strip Mill (HSM) KRAS kini telah kembali beroperasi penuh, diharapkan mampu mendongkrak kinerja perseroan. Meskipun demikian, pada kuartal I/2025, KRAS masih mencatatkan rugi bersih sebesar US$45,4 juta, meskipun berhasil membukukan pendapatan US$234,8 juta. Kerugian ini dijelaskan karena kondisi HSM yang masih dalam periode “ramp up”, upaya masuk kembali ke pasar, serta beban keuangan yang masih tergolong tinggi.

Baca Juga

Bagikan:

error code: 522