JAKARTA, KOMPAS.com – Bank Indonesia (BI) memberikan sinyal pemangkasan lanjutan suku bunga acuan atau BI-Rate, setelah dua kali menurunkannya masing-masing sebesar 25 basis point (bps) pada Januari dan Mei 2025 hingga ke level 5,50 persen.
“Dari sisi kebijakan moneter, kami telah menurunkan suku bunga BI-Rate pada Januari dan Mei ke 5,5 persen, dan kami juga masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga BI-Rate ke depan,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta Kamis (4/7/2025), seperti dilansir Antara Jumat (5/7/2025).
Perry mengatakan, ruang penurunan BI-Rate ke depan sejalan dengan proyeksi inflasi yang tetap rendah. Terbukanya ruang pemangkasan BI-Rate juga dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Data Ketenagakerjaan AS Topang Dollar, Bursa Global Ikut Menguat, Sinyal The Fed Belum Longgarkan Suku Bunga?
Lebih lanjut, Perry turut menyampaikan komitmennya dalam menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah baik melalui intervensi di pasar offshore non-delivery forward (NDF) maupun intervensi pada transaksi spot dan domestic non-delivery forward (DNDF).
Masih dari sisi kebijakan moneter, BI terus menambah likuiditas termasuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder. Hingga 26 Juni 2025, bank sentral telah membeli SBN dari pasar sekunder sebesar Rp 132,9 triliun.
Pembelian SBN dari pasar sekunder oleh BI diharapkan dapat membantu kebijakan fiskal pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Ini (pembelian SBN) belum termasuk nanti rencana untuk debt switching. Dan ini sebagai bagian kami untuk kebijakan moneter, untuk stabilitas nilai tukar rupiah dan ekspansi likuiditas dalam menjaga pasar dan moneter kita dari dampak rambatan global,” kata Perry.
Dari sisi kebijakan makroprudensial, BI telah menambah insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dari Rp 293 triliun pada akhir Desember 2024 menjadi sekitar Rp 371 triliun pada pertengahan Juni 2025.
“Kami sudah menambah insentif likuiditas Rp80 triliun termasuk untuk mendorong sektor perumahan, pertanian, maupun sektor UMKM dan sektor-sektor yang lain,” ujar Perry.
Selain itu, BI juga memperlonggar kebijakan makroprudensial, baik rasio pendanaan luar negeri (RPLN) maupun rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM), serta terus mendorong perbankan agar menurunkan suku bunga.
Dalam pembahasan asumsi dasar ekonomi makro 2026 bersama pemerintah dan Komisi XI DPR RI, BI menyampaikan proyeksinya untuk tahun depan.
Bank sentral memprakirakan inflasi 2026 tetap terkendali dalam kisaran sasaran 1,5-3,5 persen, sesuai target 2,5±1 persen.
Nilai tukar rupiah pada 2026 diproyeksikan berada di kisaran Rp 16.000 hingga Rp 16.500 per dolar AS. Sementara ekonomi Indonesia diprakirakan tumbuh di kisaran 4,7-5,5 persen pada 2026.
Baca juga: BI Rate Sudah Turun Sejak Mei 2025, Bos BI Minta Perbankan Segera Turunkan Bunga Kredit