Rancak Media – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) harus rela menutup perdagangan Senin sore dengan catatan merah. Sentimen negatif dari eskalasi konflik di Timur Tengah masih membayangi para pelaku pasar, menyeret IHSG ke zona koreksi.
IHSG merosot tajam, ditutup melemah 120,00 poin atau setara dengan 1,74 persen, hingga bertengger di level 6.787,14. Senada dengan IHSG, kelompok saham-saham unggulan yang tergabung dalam indeks LQ45 juga ikut tertekan, turun 11,10 poin atau 1,45 persen ke posisi 753,83.
Menurut Analis Phintraco Sekuritas, Ratna Lim, pelemahan IHSG kali ini dipicu oleh serangkaian kekhawatiran. “Pasar mencemaskan dampak dari meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, serta potensi kenaikan harga minyak mentah terhadap perekonomian domestik, terutama di tengah kondisi daya beli masyarakat yang masih lemah dan adanya perang tarif,” jelas Ratna Lim di Jakarta, Senin.
Namun, di tengah kekhawatiran tersebut, sedikit harapan muncul. Pasar mulai melihat adanya potensi peredaan konflik, seiring dengan sinyalemen bahwa China dan Rusia mendorong upaya gencatan senjata di forum Persatuan Bangsa Bangsa (PBB).
Pegadaian Kembali Raih Predikat The Best Company To Work For in Asia Untuk Ketujuh Kalinya
Kendati demikian, bayang-bayang ketidakpastian masih menghantui. Pelaku pasar tetap waspada terhadap potensi penutupan Selat Hormuz oleh Iran, sebuah langkah yang dapat memicu lonjakan signifikan pada harga minyak mentah dan gas dunia.
Dari sisi data ekonomi, Jepang memberikan sedikit angin segar. Data Jibun Bank Manufacturing PMI Flash untuk bulan Juni 2025 menunjukkan peningkatan ke level 50,4, naik dari 49,4 pada Mei 2025. Sektor jasa juga menunjukkan perbaikan, dengan Jibun Bank Services PMI Flash Juni 2025 naik ke level 51,5 dari 51 di bulan sebelumnya.
Kabar baik juga datang dari Jerman, di mana data HCOB Manufacturing PMI Flash Juni 2025 naik ke level 49 dari 48,3 di Mei 2025. Inggris pun mencatatkan hal serupa, dengan S&P Global Manufacturing PMI Flash Juni 2025 naik ke level 47,7 dari 46,4 di Mei 2025, serta S&P Global Services PMI Flash Juni 2025 yang naik ke level 51,3 dari 50,9 di Mei 2025.
Sejak dibuka, IHSG memang sudah berada di zona merah dan terus tertekan hingga penutupan sesi pertama perdagangan. Tren negatif ini berlanjut di sesi kedua, memastikan IHSG mengakhiri hari dengan penurunan.
Diisukan Hengkang, Andre Onana Justru Tolak Pinangan AS Monaco Demi Bertahan di Manchester United
Berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC, seluruh dari sebelas sektor mengalami pelemahan. Sektor barang konsumen non primer menjadi yang paling terpukul, dengan penurunan sebesar 3,36 persen, diikuti oleh sektor properti dan sektor teknologi yang masing-masing turun sebesar 2,97 persen dan 2,55 persen.
Di tengah pasar yang lesu, beberapa saham berhasil mencuri perhatian dengan mencatatkan penguatan terbesar, yaitu SICO, PNSE, PTMR, RUIS, dan APEX. Sementara itu, saham-saham yang mengalami pelemahan terdalam adalah IOTF, PTBA, SSTM, CINT, dan AGAR.
Aktivitas perdagangan saham hari ini tercatat cukup ramai, dengan frekuensi mencapai 1.363.337 kali transaksi, melibatkan 25,39 miliar lembar saham senilai total Rp12,79 triliun. Secara keseluruhan, 128 saham berhasil mencatatkan kenaikan, 535 saham mengalami penurunan, dan 140 saham tidak mengalami perubahan nilai.
Kondisi bursa saham regional Asia sore ini menunjukkan variasi. Indeks Nikkei menguat tipis 2,23 poin atau 0,01 persen ke 38.401,50, indeks Hang Seng naik 158,65 poin atau 0,67 persen ke 23.689,48, indeks Shanghai menguat 21,69 poin atau 0,65 persen ke 3.381,78, sementara indeks Strait Times melemah 4,17 poin atau 0,1 persen ke 3.930,64.
Ringkasan
IHSG mengalami penurunan signifikan pada perdagangan hari Senin, melemah sebesar 1,74 persen dan berada di level 6.787,14. Penurunan ini dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap eskalasi konflik di Timur Tengah dan potensi dampaknya terhadap perekonomian domestik, termasuk kenaikan harga minyak dan pelemahan daya beli masyarakat.
Meskipun demikian, terdapat sedikit harapan dengan adanya sinyalemen upaya gencatan senjata oleh China dan Rusia di PBB. Namun, pelaku pasar tetap waspada terhadap potensi penutupan Selat Hormuz oleh Iran, yang dapat menyebabkan lonjakan harga minyak. Data ekonomi dari Jepang, Jerman, dan Inggris menunjukkan perbaikan, namun mayoritas sektor di IHSG mengalami pelemahan, terutama sektor barang konsumen non primer.