JAKARTA, KOMPAS.com – Para analis keuangan di seluruh dunia tengah mempersiapkan respons strategis menjelang pembukaan pasar saham global pada Senin, 23 Juni 2025. Perhatian utama tertuju pada potensi gejolak pasar menyusul serangan Amerika Serikat (AS) terhadap fasilitas nuklir di Iran pada Sabtu, 21 Juni 2025.
Ketidakpastian yang mendalam diperkirakan akan menyelimuti pasar global, sebagaimana diungkapkan Mark Spindel, Chief Investment Officer (CIO) firma penasihat investasi Potomac River Capital asal AS. Menurutnya, serangan AS ke Iran ini berisiko meningkatkan eksposur warga AS di berbagai belahan dunia, yang pada gilirannya akan memicu ketidakpastian dan volatilitas pasar yang signifikan.
Spindel menambahkan, masih ada jeda waktu singkat untuk berunding sebelum pasar saham dibuka pada Senin pagi (atau Minggu malam waktu AS). “Kita akan mendapatkan indikasi awal saat dollar dibuka untuk perdagangan di Selandia Baru,” ujar Spindel seperti dilansir Reuters pada Minggu, 22 Juni 2025. Ia juga menegaskan bahwa serangan ini merupakan “tindakan yang sangat berani, dan sangat kontras dengan komentar tentang negosiasi untuk dua minggu ke depan,” mencerminkan ketegangan diplomatik yang meningkat.
Menyusul situasi yang memanas ini, pergerakan saham-saham AS pada Jumat, 20 Juni 2025, ditutup bervariasi, mengindikasikan suasana pasar yang sudah penuh kewaspadaan. Indeks S&P 500 mencatat penurunan moderat 0,2 persen, melanjutkan kerugian selama dua pekan terakhir. Di sisi lain, Dow Jones Industrial Average berhasil naik 35 poin atau 0,1 persen, sementara indeks komposit Nasdaq mengalami penurunan 0,5 persen, seperti dilaporkan Associated Press.
Kepala ekonom di Annex Wealth Management, Brian Jacobsen, menyoroti kecemasan global yang merespons perkembangan situasi antara Iran dan Israel. Kegelisahan ini, lanjut Jacobsen, berpotensi besar memicu stres pada pasar finansial dunia. “Kita semua menunggu dengan gelisah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan situasi Israel-Iran,” kata Jacobsen, juga dilansir Associated Press. Ia menyarankan, “Situasi seperti ini dapat membuat pasar stres. Tetapi sering kali cara terbaik untuk mengelola stres tersebut adalah dengan melewatinya dan tidak mencoba memperdagangkannya,” sebuah nasihat untuk investor agar tidak bereaksi berlebihan.
Di tengah ketegangan ini, pasar obligasi AS tercatat stabil, bahkan setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan akan memutuskan keterlibatan militer AS dalam konflik Iran-Israel dalam dua pekan mendatang.
Konflik berkepanjangan antara Iran dan Israel memang telah memicu fluktuasi tajam pada harga minyak dunia selama seminggu terakhir, yang pada gilirannya turut memengaruhi pergerakan pasar saham AS. Dunia kini dihadapkan pada eskalasi kekhawatiran akan perang yang dapat mengganggu pasokan minyak mentah global secara signifikan.
Iran, sebagai salah satu produsen minyak utama dunia, juga memiliki posisi geografis yang sangat strategis. Negara ini terletak di Selat Hormuz yang sempit, jalur krusial yang dilalui sebagian besar minyak mentah dunia, menjadikan setiap ketegangan di kawasan ini memiliki dampak global yang masif pada sektor energi.
Baca juga: AS Bela Israel dan Serang Iran, Harga Minyak Dunia Bisa Tembus 130 Dollar AS Per Barrel
Baca juga: Imbas AS Serang Iran, Investor Waspadai Reaksi Spontan Pada Pembukaan Bursa Saham Global Besok
Baca juga: AS Bom Iran, Harga Bitcoin Jatuh di Bawah 100.000 Dollar AS, Pasar Kripto Rontok
Ringkasan
Serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran pada 21 Juni 2025 telah mendorong para analis keuangan global untuk mempersiapkan potensi gejolak pasar saham pada 23 Juni. Ketidakpastian mendalam diperkirakan akan menyelimuti pasar, menurut Mark Spindel, yang menilai serangan ini dapat memicu volatilitas signifikan. Pasar saham AS pada 20 Juni telah menunjukkan kewaspadaan dengan pergerakan yang bervariasi.
Kepala ekonom Brian Jacobsen menyoroti kecemasan global atas situasi Iran-Israel yang berpotensi menekan pasar finansial dunia. Konflik berkepanjangan ini juga telah menyebabkan fluktuasi tajam pada harga minyak dunia. Posisi strategis Iran di Selat Hormuz, jalur krusial minyak mentah global, menambah kekhawatiran akan gangguan pasokan energi. Investor disarankan untuk tidak bereaksi berlebihan dalam situasi seperti ini.