Harga Energi Naik Turun: Analisis & Prediksi Terbaru

Ade Banteng

Rancak Media JAKARTA. Setelah periode penguatan yang signifikan, harga komoditas energi global terpantau bergerak melemah pada Jumat (20/6). Fluktuasi harga komoditas energi ini diperkirakan tetap tinggi seiring dengan dinamika geopolitik di Timur Tengah, menyusul pecahnya konflik antara Iran dan Israel.

Berdasarkan data dari Trading Economics, harga minyak WTI tercatat turun 0,12% dalam 24 jam terakhir, mencapai US$ 73,44 per barel pada pukul 22.12 WIB. Sementara itu, minyak Brent juga melemah 0,75% ke level US$ 76,58 per barel. Gas alam mengalami koreksi lebih dalam, anjlok 3,27% menjadi US$ 3,95 per MMBtu. Kontras dengan komoditas lain, harga batubara justru menunjukkan penguatan tipis 0,28% ke level US$ 107 per ton.

Wahyu Laksono, Founder Traderindo, menyoroti bahwa penguatan harga minyak dunia akibat konflik Iran-Israel tidak terlalu signifikan. Menurutnya, pasar telah mengantisipasi gejolak ini atau “price-in”, mengingat konflik di Timur Tengah bukanlah fenomena baru. Selain itu, sifat konflik yang cenderung terbatas, pengalaman dari konflik-konflik sebelumnya, dan faktor permintaan global turut menahan laju kenaikan harga. “Kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global juga menjadi penahan utama kenaikan harga,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (20/6).

Wahyu menilai, harga minyak bisa saja kembali tenang dalam jangka pendek, terutama jika muncul sinyal deeskalasi dari Iran. Namun, potensi lonjakan harga yang tajam dalam waktu dekat tetap membayangi, khususnya apabila konflik meluas, ancaman terhadap Selat Hormuz meningkat, atau sentimen pasar bergeser menjadi sangat pesimis terhadap pasokan. “Potensi kenaikan yang rasional, jika eskalasi meningkat, setidaknya hanya akan menguji level US$ 80 – US$ 90 per barel,” sebutnya.

Sebaliknya, jika kondisi geopolitik mereda, harga minyak WTI diprediksi akan bergerak di kisaran US$ 65 – US$ 75 per barel. Beberapa faktor penentu pergerakan ini meliputi tingkat permintaan global, volume produksi dari OPEC+ dan Non-OPEC, kapasitas cadangan strategis, serta tingkat persediaan. Untuk jangka panjang, dengan asumsi geopolitik yang terkendali dan fundamental ekonomi yang stabil meskipun cenderung tertekan, harga minyak diperkirakan akan berkisar antara US$ 50 – US$ 100 per barel, dengan “pergerakan wajar” di US$ 70 – US$ 80 per barel.

Harga Minyak Melonjak Hampir 3%, Pasar Cemas Konflik Israel-Iran Meluas

Untuk komoditas gas alam, Wahyu melihat level resistensi harga di US$ 4 – US$ 4,2 per MMBtu. Namun, jika gagal menembus level tersebut, harga berpotensi kembali menguji level dukungan di sekitar US$ 3 per MMBtu atau bahkan US$ 2 per MMBtu. Dalam jangka panjang, faktor-faktor fundamental seperti pasokan global, permintaan (termasuk dampak transisi energi), kondisi geopolitik, dan cuaca ekstrem akan sangat memengaruhi harga. Menurut Wahyu, jika permintaan global terhadap gas alam tetap tinggi atau meningkat sementara pasokan tidak dapat mengimbangi, ada potensi harga kembali menguji level yang lebih tinggi. “Sebaliknya, jika terjadi kelebihan pasokan atau pergeseran yang lebih cepat ke energi terbarukan, harga bisa tertekan,” jelas Wahyu.

Harga Minyak Dunia Turun Kamis (19/6) Pagi, Tunggu Keputusan AS soal Iran-Israel

Terakhir, untuk batubara, Wahyu mengidentifikasi level dukungan di US$ 100 – US$ 110 per ton. Selama harga bertahan di atas level ini, potensi penurunan tajam akan terbatas dalam jangka pendek. Sementara itu, level resistensi berada di US$ 120 – US$ 130 per ton. Jika harga berhasil menembus dan bertahan di atas level ini, ada potensi kenaikan terbatas menuju US$ 150 – US$ 160 per ton. Harga cenderung konsolidatif setelah periode penurunan tajam, namun terlihat datar dengan potensi kenaikan terbatas jika berhasil menembus resistensi terdekat. Adapun sentimen utama yang masih memengaruhi pergerakan batubara adalah dinamika permintaan dari China,” kata Wahyu.

Untuk prospek jangka panjang, tekanan terhadap penggunaan batubara sebagai sumber energi diperkirakan akan terus meningkat karena isu lingkungan dan transisi global menuju energi terbarukan. Meskipun demikian, permintaan dari negara-negara berkembang dan sektor industri tertentu masih akan tetap ada untuk beberapa waktu ke depan.

Ringkasan

Harga komoditas energi global terpantau melemah pada Jumat (20/6) setelah periode penguatan signifikan, dengan fluktuasi harga diperkirakan tetap tinggi akibat dinamika geopolitik di Timur Tengah. Minyak WTI tercatat turun ke US$ 73,44 per barel dan Brent ke US$ 76,58 per barel, sementara gas alam anjlok menjadi US$ 3,95 per MMBtu. Berbeda dengan komoditas lain, harga batubara justru menunjukkan sedikit penguatan ke level US$ 107 per ton.

Wahyu Laksono dari Traderindo menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak akibat konflik Iran-Israel tidak terlalu signifikan karena pasar telah mengantisipasi gejolak ini. Harga minyak jangka pendek dapat tenang dengan sinyal deeskalasi, namun berpotensi melonjak tajam jika konflik meluas, sedangkan jangka panjang diperkirakan stabil di kisaran US$ 70-80 per barel. Untuk gas alam dan batubara, pergerakan harga juga sangat dipengaruhi oleh dinamika permintaan-pasokan global, kebijakan transisi energi, dan permintaan dari negara seperti Tiongkok.

Baca Juga

Bagikan:

Tags