The Fed Tahan Suku Bunga! Dampaknya ke Ekonomi Indonesia?

Ade Banteng

JAKARTA – Bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve atau yang akrab disebut The Fed, secara konsisten mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran 4,25%-4,50%. Keputusan ini diambil dalam Rapat Komite Pasar Terbuka (FOMC) yang berlangsung Kamis (19/6/2025) dini hari waktu Indonesia. Ini menandai kali keempat berturut-turut The Fed menahan suku bunga di level tersebut, sebuah kebijakan yang telah berlaku sejak Desember 2024.

Meski demikian, para pembuat kebijakan The Fed, sebagaimana dilansir Reuters, mengisyaratkan adanya potensi penurunan biaya pinjaman pada tahun ini. Namun, sinyal tersebut juga disertai dengan perlambatan laju pemangkasan suku bunga. Hal ini utamanya disebabkan oleh proyeksi inflasi yang lebih tinggi, yang diyakini merupakan dampak dari kebijakan tarif yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.

BACA JUGA: Saham Bank Tertekan, Pemangkasan Bunga BI dan The Fed Bisa jadi Angin Segar

Dalam laporan proyeksi ekonomi terbarunya, The Fed menguraikan gambaran ekonomi AS yang mengkhawatirkan, dengan indikasi menuju kondisi stagflasi. Proyeksi menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi hingga 1,4% pada tahun ini. Di sisi lain, tingkat pengangguran diprediksi akan meningkat menjadi 4,5% pada akhir tahun, sementara inflasi diperkirakan melonjak hingga 3% pada akhir 2025, angka yang jauh melampaui level saat ini.

Meskipun demikian, para pembuat kebijakan The Fed masih menargetkan pemangkasan suku bunga sebesar 0,5% untuk tahun ini, konsisten dengan proyeksi yang telah disampaikan pada Maret dan Desember sebelumnya. Namun, ada penyesuaian signifikan pada periode berikutnya: laju penurunan suku bunga akan diperlambat menjadi hanya 0,25% sekali pada tahun 2026 dan sekali lagi pada tahun 2027. Langkah ini mengindikasikan perjalanan panjang dan berhati-hati dalam upaya mengembalikan tingkat inflasi menuju target 2% yang diinginkan.

Proyeksi terbaru juga menunjukkan bahwa inflasi diperkirakan akan tetap tinggi, yakni 2,4% hingga tahun 2026, sebelum akhirnya sedikit melandai menjadi 2,1% pada tahun 2027. Sementara itu, tingkat pengangguran di ekonomi AS diprediksi akan relatif stabil sepanjang periode tersebut.

BACA JUGA: The Fed Diprediksi Tahan Suku Bunga pada FOMC Juni, Pantau Dampak Kebijakan Trump

Dalam pernyataan kebijakan terbarunya, The Fed mengakui adanya sedikit penurunan ketidakpastian terkait prospek ekonomi. Namun, mereka menegaskan, “Ketidakpastian terhadap prospek ekonomi telah berkurang, namun masih tetap tinggi.”

Pernyataan The Fed ini kontras dengan sikap mereka pada Mei lalu, ketika perang dagang tengah memanas. Kala itu, The Fed secara eksplisit menyatakan bahwa risiko terhadap kenaikan inflasi dan pengangguran telah meningkat, menunjukkan adanya pergeseran dalam penilaian risiko mereka.

Ringkasan

Bank sentral Amerika Serikat, The Fed, mempertahankan suku bunga acuannya pada kisaran 4,25%-4,50% untuk keempat kalinya berturut-turut sejak Desember 2024, keputusan yang diambil dalam Rapat Komite Pasar Terbuka (FOMC). The Fed mengisyaratkan adanya potensi penurunan suku bunga tahun ini, namun dengan laju yang lebih lambat. Hal ini terutama disebabkan oleh proyeksi inflasi yang lebih tinggi, yang diyakini merupakan dampak dari kebijakan tarif.

Dalam proyeksi ekonomi terbarunya, The Fed menguraikan gambaran ekonomi AS yang mengkhawatirkan, dengan indikasi menuju kondisi stagflasi, ditandai perlambatan pertumbuhan dan peningkatan pengangguran serta inflasi. The Fed masih menargetkan pemangkasan suku bunga sebesar 0,5% untuk tahun ini, namun melambatkan laju penurunan pada tahun 2026 dan 2027 untuk mengembalikan inflasi menuju target 2%. Meskipun ketidakpastian telah berkurang, The Fed menegaskan bahwa prospek ekonomi masih tetap tinggi.

Baca Juga

Bagikan: