Rancak Media – , Jakarta – Di tengah sorotan global terhadap isu lingkungan dan kekayaan alam Indonesia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkap informasi penting terkait aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Ia merinci, lima perusahaan tambang nikel telah mengantongi izin operasi di kawasan yang terkenal dengan keindahan bawah lautnya ini. Dari jumlah tersebut, dua perusahaan memperoleh izin dari pemerintah pusat, sementara tiga lainnya dari pemerintah daerah (pemda).
Kehadiran perusahaan-perusahaan ini tentu menarik perhatian, mengingat status Raja Ampat sebagai salah satu surga keanekaragaman hayati laut dunia. Berikut adalah profil mendalam dari kelima perusahaan yang memegang izin operasi tambang nikel di Raja Ampat tersebut:
1. PT Gag Nikel
Sebagai salah satu perusahaan dengan izin dari pemerintah pusat, PT Gag Nikel telah mengantongi izin operasi sejak 2017, sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan (SK) Menteri ESDM Nomor 430.K/30/DJB/2017 yang akan berlaku hingga 30 November 2047. Perusahaan ini merupakan pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan wilayah seluas 13.136 hektare di Pulau Gag.
Aspek lingkungan menjadi fokus penting bagi PT Gag Nikel. Mereka telah memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sejak 2014, yang kemudian diperbarui melalui adendum Amdal pada 2022, serta adendum Amdal Tipe A yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pada 2024. Selain itu, Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) juga telah diterbitkan pada 2015 dan 2018, diikuti dengan Penataan Areal Kerja (PAK) yang dirilis pada 2020. Hingga tahun 2025, total bukaan tambang PT Gag Nikel mencapai 187,87 hektare, dengan 135,45 hektare di antaranya telah direklamasi. Meskipun demikian, Menteri ESDM mencatat bahwa PT Gag Nikel belum melaksanakan pembuangan air limbah karena masih menunggu Sertifikat Laik Operasi (SLO).
Berkantor pusat di Antam Office Building Tower B, Jakarta Selatan, PT Gag Nikel merupakan pemegang KK Generasi VII Nomor B53/Pres/I/1998 yang ditandatangani oleh Presiden RI pada 19 Januari 1998. Menariknya, kepemilikan saham mayoritas perusahaan ini awalnya dipegang oleh Asia Pacific Nickel Pty Ltd sebesar 75 persen, bersama PT Aneka Tambang atau PT Antam Tbk sebesar 25 persen. Namun, sejak 2008, PT Antam Tbk mengakuisisi seluruh saham Asia Pacific Nickel Pty Ltd, menjadikan mereka pemegang saham penuh.
2. PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
Sama seperti PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama (ASP) juga mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi dari pemerintah pusat, melalui SK Menteri ESDM Nomor 91201051135050013. Izin ini dikeluarkan pada 7 Januari 2024 dan akan berlaku hingga 7 Januari 2034, meliputi wilayah operasi seluas 1.173 hektare di Pulau Manuran.
Untuk memenuhi standar lingkungan, PT ASP telah memiliki dokumen Amdal sejak 2006, serta Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) yang juga diterbitkan pada tahun yang sama oleh Bupati Raja Ampat. PT ASP sendiri merupakan anak perusahaan dari PT Wanxian Nickel Indonesia. Berdasarkan informasi dari eprints.upnyk.ac.id, kegiatan penambangan bijih nikel oleh PT ASP di Pulau Manuran telah berlangsung sejak 2006.
3. PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
Beralih ke perusahaan dengan izin daerah, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) menerima IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat Nomor 153.A Tahun 2013. Izin ini berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033, mencakup wilayah seluas 2.193 hektare di Pulau Batang Pele. Menurut catatan dari Kementerian ESDM, kegiatan PT MRP saat ini masih dalam tahap eksplorasi atau pengeboran dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan yang diperlukan.
4. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) juga mendapatkan IUP melalui SK Bupati Raja Ampat Nomor 290 Tahun 2013, yang berlaku hingga 2033 dengan luas wilayah mencapai 5.922 hektare. Perusahaan ini telah memegang IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri LHK yang dikeluarkan pada 2022. Meskipun kegiatan operasinya dilaporkan telah dimulai sejak 2023, saat ini tidak ada aktivitas produksi yang sedang berlangsung di lapangan.
5. PT Nurham
Terakhir, PT Nurham memperoleh IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat Nomor 8/1/IUP/PMDN/2025, dengan izin yang berlaku hingga 2033. Perusahaan ini memiliki luas wilayah mencapai 3.000 hektare di Pulau Waigeo. Meskipun PT Nurham telah mengantongi persetujuan lingkungan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Raja Ampat sejak 2013, hingga saat ini perusahaan tersebut belum memulai operasinya.
Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Siapa Pengendali Tambang Nikel Blok Medan
Ringkasan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa lima perusahaan tambang nikel telah mengantongi izin operasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Dua di antaranya, PT Gag Nikel dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP), mendapatkan izin dari pemerintah pusat. PT Gag Nikel, yang sepenuhnya dimiliki PT Antam Tbk, beroperasi di Pulau Gag dan telah memiliki Amdal, namun belum melakukan pembuangan air limbah. Sementara itu, PT ASP memiliki izin di Pulau Manuran dan telah memulai penambangan sejak tahun 2006.
Tiga perusahaan lainnya, yaitu PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham, memperoleh izin dari pemerintah daerah. PT MRP di Pulau Batang Pele masih dalam tahap eksplorasi dan belum memiliki dokumen lingkungan yang lengkap. PT KSM, yang memiliki IPPKH dan memulai operasi pada 2023, saat ini tidak menunjukkan aktivitas produksi. Adapun PT Nurham, yang berlokasi di Pulau Waigeo, belum memulai operasionalnya meskipun telah memiliki persetujuan lingkungan sejak 2013.