Rancak Media JAKARTA. Harga beberapa saham blue chip sektor perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai naik pada awal Juni 2025. Apakah tren kenaikan harga saham blue chip bank ini bisa dimanfaatkan untuk beli atau malah jual?
Saham blue chip adalah instrumen investasi unggulan, dikenal sebagai saham lapis satu yang telah memiliki rekam jejak panjang dan mapan di pasar modal. Emiten-emiten ini umumnya berasal dari perusahaan dengan fundamental kinerja yang sangat solid serta ditopang oleh nilai kapitalisasi pasar yang masif, mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah.
Pada akhir perdagangan Kamis, 5 Juni 2025, pasar saham Indonesia menyaksikan pemulihan signifikan pada saham-saham perbankan berkapitalisasi besar. Setelah periode pergerakan yang cenderung melemah, emiten-emiten ini berhasil kembali menapak di zona hijau, memicu pertanyaan di kalangan investor mengenai arah investasi selanjutnya.
Berdasarkan data yang dihimpun dari RTI, beberapa saham perbankan menunjukkan penguatan yang patut dicermati. Saham PT Bank Negara Indonesia (BBNI), misalnya, berhasil naik 2,79% dan ditutup pada level Rp 4.420 per saham pada Kamis (5/6). Meskipun dalam sepekan terakhir sahamnya tercatat turun 2,43%, BBNI menjadi incaran utama investor asing dengan catatan net foreign buy mencapai Rp 140,99 miliar, menandakan minat beli yang kuat.
Tak hanya BBNI, saham PT Bank Mandiri (BMRI) juga turut masuk daftar saham yang paling banyak dibeli asing pada perdagangan Kamis (5/6), membukukan net buy asing sebesar Rp 100,13 miliar. Ini mendorong harga saham BMRI naik 1% ke level Rp 5.075 per saham. Namun, dalam rentang sepekan, sahamnya masih terkoreksi 6,02%.
BYD Mobil Listrik Terlaris, Ini Harga BYD Atto Dolphin M6 Seal Denza Per Juni 2025
Senada, saham PT Bank Syariah Indonesia (BRIS) juga menarik perhatian investor asing dengan total net buy sebesar Rp 55,20 miliar. Dukungan ini membantu sahamnya menguat 0,78% ke level Rp 2.750 pada penutupan perdagangan Kamis (5/6). Meskipun demikian, dalam sepekan terakhir, BRIS mencatat penyusutan nilai sebesar 12,88%.
Sementara itu, saham PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) berhasil menguat 0,49% ke level Rp 4.100 per saham pada Kamis (5/6). Berbeda dengan tren beli asing pada beberapa bank lain, BBRI justru mengalami penjualan bersih oleh investor asing dengan net foreign sell sebesar Rp 19,47 miliar. Dalam sepekan, saham BBRI juga anjlok 6,18%.
BBRI Chart by TradingView
Koreksi juga membayangi saham PT Bank Central Asia (BBCA), yang terkoreksi 0,56% ke level Rp 8.925 per saham pada Kamis (5/6). Dalam sepekan, BBCA juga mengalami penurunan 5,56% dan menjadi bank yang sahamnya paling banyak dijual asing, dengan catatan net sell mencapai Rp 252,66 miliar. Ini mengindikasikan adanya pergeseran portofolio yang signifikan dari investor asing.
Tonton: Petronas PHK 10% Pegawai Sebagai Bagian dari Restrukturisasi Perusahaan
Rekomendasi Saham Perbankan di Tengah Dinamika Pasar
Menganalisis fenomena pergerakan saham perbankan ini, Research Analyst Infovesta Kapital Advisori, Arjun Ajwani, menjelaskan bahwa koreksi yang dialami saham-saham bank berkapitalisasi besar belakangan ini terutama disebabkan oleh derasnya arus investasi asing yang keluar dari pasar saham domestik. “Kebanyakan dari investor asing memegang saham-saham perbankan besar dan emiten blue chip lain. Jadi kalau mengalihkan dana jelas jualnya dari kepemilikan mereka dari saham-saham perbankan tersebut,” kata Arjun.
Lebih lanjut, Arjun mengidentifikasi aksi jual asing ini sebagai kombinasi dari beberapa faktor global dan domestik. Di antaranya adalah kenaikan tensi tarif antara China dan Amerika Serikat (AS) serta risiko kenaikan tarif secara umum. Selain itu, jebloknya posisi neraca perdagangan domestik juga turut memperparah situasi, memicu aliran keluar atau outflow modal asing dari rupiah.
Di sisi lain, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menawarkan perspektif yang lebih optimistis. Ia mengakui bahwa saat ini, investor asing memang tengah melakukan rotasi sektor penempatan saham, mengalihkan fokus ke IDX Energy yang dinilai rajin membagikan dividen. Inilah yang menyebabkan harga saham perbankan mengalami koreksi wajar, sebagai bagian dari strategi diversifikasi portofolio.
Walau demikian, Nafan menegaskan bahwa secara jangka panjang (in long term), prospek saham perbankan dinilai tetap cerah. Sektor perbankan, menurutnya, konsisten mencatat pertumbuhan kredit yang solid, terutama seperti yang ditunjukkan oleh BBCA. Meskipun beberapa bank lain mungkin hanya mencatat pertumbuhan satu digit, komitmen Bank Indonesia untuk terus menerapkan kebijakan pelonggaran moneter ke depannya diyakini akan memberikan benefit bagi peningkatan pertumbuhan kredit dan diimbangi dengan mitigasi kenaikan NPL (Non Performing Loan) yang efektif.
Berdasarkan analisis tersebut, Nafan merekomendasikan saham-saham perbankan berikut dengan target harga terdekat:
- BBNI: accumulative buy, target Rp 4.550.
- BBRI: beli, target Rp 4.530.
- BMRI: beli, target Rp 5.500.
- BBCA: beli, target Rp 8.375.
- BRIS: accumulative buy, target Rp 2.640.
Penjualan BYD Salip Honda, Simak Harga Atto Sealion Dolphin M6 Seal Denza Mei 2025
Ringkasan
Saham blue chip sektor perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai menunjukkan pemulihan pada awal Juni 2025 setelah periode pelemahan. Pada 5 Juni 2025, saham PT Bank Negara Indonesia (BBNI), PT Bank Mandiri (BMRI), dan PT Bank Syariah Indonesia (BRIS) menguat dengan catatan pembelian bersih asing yang signifikan. Namun, PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) dan PT Bank Central Asia (BBCA) justru mengalami koreksi harga dan penjualan bersih oleh investor asing.
Analis memiliki pandangan beragam mengenai pergerakan ini. Arjun Ajwani dari Infovesta Kapital Advisori mengaitkan koreksi saham bank dengan arus keluar investasi asing akibat faktor global dan domestik. Sementara itu, Nafan Aji Gusta dari Mirae Asset Sekuritas melihatnya sebagai rotasi sektor dan optimistis terhadap prospek jangka panjang perbankan berkat pertumbuhan kredit yang solid serta kebijakan moneter Bank Indonesia.