Rupiah Menguat Tipis! Kurs Dolar AS Hari Ini

Ade Banteng

Rancak Media  JAKARTA. Nilai tukar rupiah berhasil melanjutkan tren penguatan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (5/6). Momentum positif ini didorong oleh serangkaian data ekonomi AS yang menunjukkan pelemahan, memicu ekspektasi yang semakin kuat akan pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).

Menurut data dari Bloomberg, rupiah di pasar spot menutup perdagangan di level Rp 16.284 per dolar AS, mencatat kenaikan tipis 0,07% dibandingkan penutupan hari sebelumnya di Rp 16.295 per dolar AS. Penguatan ini menandai kali kedua secara berturut-turut rupiah mengungguli mata uang Paman Sam, menunjukkan sentimen positif yang mulai stabil.

Kondisi penguatan rupiah ini selaras dengan pelemahan dolar AS secara global. Data terbaru menunjukkan bahwa aktivitas sektor jasa AS mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam hampir setahun pada Mei 2025. Di saat yang sama, data ketenagakerjaan juga mengindikasikan adanya pelonggaran di pasar tenaga kerja AS, menambah tekanan pada dolar AS dan memperkuat spekulasi penurunan suku bunga.

Rangkaian data ekonomi AS yang lesu tersebut sontak mendorong reli di pasar obligasi AS, yang pada gilirannya meningkatkan probabilitas penurunan suku bunga acuan oleh The Fed pada tahun ini. Pasar kini bahkan memproyeksikan probabilitas sebesar 95% bahwa The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada September, berdasarkan data dari LSEG. Prospek ini menjadi angin segar bagi mata uang negara berkembang seperti rupiah.

Meskipun demikian, pergerakan mata uang di kawasan Asia masih cenderung terbatas karena pelaku pasar bersikap wait and see menjelang rilis data penting lainnya. Fokus utama tertuju pada data ketenagakerjaan AS yang akan diumumkan pada Jumat (6/6) malam waktu Indonesia. Data tenaga kerja yang lebih lemah dari ekspektasi diprediksi akan semakin mempercepat ekspektasi pemangkasan suku bunga, sehingga menekan dolar AS lebih dalam.

Survei Reuters memproyeksikan bahwa non-farm payrolls pada Mei hanya akan bertambah 130.000, turun signifikan dari 177.000 pada April, dengan tingkat pengangguran diperkirakan tetap di 4,2%. Jika prediksi ini terwujud, potensi pelemahan dolar AS akan semakin besar. Selain faktor fundamental, ketidakpastian arah kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump, yang kembali mengumumkan serangkaian tarif meskipun sebagian ditangguhkan, juga turut memicu pelemahan dolar AS.

Secara teknikal, indeks dolar (DXY) yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia, terpantau di level 98,87. Angka ini menunjukkan penurunan sekitar 9% sejak awal tahun dan berpotensi mencatat kinerja tahunan terburuk sejak 2017, menggambarkan tren pelemahan dolar yang mendalam. Di pasar mata uang global lainnya, euro stabil di US$1,1412 menjelang keputusan suku bunga Bank Sentral Eropa (ECB), sementara yen diperdagangkan di level ¥143 per dolar AS.

Mata uang komoditas seperti dolar Australia dan Selandia Baru juga menguat tipis, masing-masing berada di US$0,6491 dan US$0,603, mendekati level tertinggi dalam tujuh bulan terakhir. Sementara itu, yield obligasi AS tenor 10 tahun berada di 4,363% pada sesi Asia, sedikit di atas posisi terendah empat minggu di 4,349% yang tercatat sehari sebelumnya, mencerminkan pergerakan pasar obligasi yang responsif terhadap data ekonomi.

Menyoroti pentingnya data ke depan, Ekonom Bank of Singapore, Mansoor Mohi-uddin, menegaskan bahwa laporan ketenagakerjaan yang dirilis pada hari Jumat akan menjadi indikator krusial. “Jika pasar tenaga kerja melemah, dolar AS bisa tertekan lebih dalam,” ujarnya, seperti dikutip dari Reuters, memberikan gambaran jelas mengenai potensi arah pergerakan dolar AS di masa mendatang.

Ringkasan

Nilai tukar rupiah berhasil melanjutkan penguatan tipis terhadap dolar AS pada Kamis (5/6), menutup perdagangan di level Rp 16.284 per dolar AS, naik 0,07%. Tren positif ini didorong oleh serangkaian data ekonomi AS yang melemah, seperti kontraksi sektor jasa dan pelonggaran pasar tenaga kerja. Kondisi ini memperkuat ekspektasi pasar akan pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada September, dengan probabilitas mencapai 95%.

Pelemahan dolar AS secara global sejalan dengan data tersebut, bahkan indeks dolar berpotensi mencatat kinerja tahunan terburuk sejak 2017. Meski demikian, pergerakan mata uang di Asia masih terbatas karena pelaku pasar menunggu rilis data ketenagakerjaan AS pada Jumat (6/6). Laporan tenaga kerja yang lebih lemah dari ekspektasi diprediksi akan semakin menekan dolar AS dan mempercepat ekspektasi penurunan suku bunga.

Baca Juga

Bagikan:

Tags