Jawa Tengah dihadapkan pada tantangan besar dalam pemenuhan kebutuhan perumahan bagi warganya. Data terkini menunjukkan adanya backlog perumahan yang mengkhawatirkan, mencapai lebih dari 1,3 juta unit di provinsi tersebut.
Angka yang mencengangkan ini, tepatnya 1.332.968 unit, diungkapkan oleh Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Provinsi Jawa Tengah, Boedyo Dharmawan. Ia menyampaikan informasi tersebut saat menghadiri acara Soloraya Property Awards di Hotel Alana, Karanganyar, pada Rabu, 20 Agustus 2025. Backlog perumahan sendiri didefinisikan sebagai kesenjangan antara ketersediaan rumah dan jumlah yang benar-benar dibutuhkan masyarakat, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Dari total tersebut, Boedyo merinci bahwa 1.122.968 unit merupakan backlog kelayakan, merujuk pada rumah tidak layak huni, sementara 210.000 unit lainnya adalah backlog kepemilikan.
Tingginya angka backlog perumahan di Jawa Tengah ini tidak lepas dari beragam kendala struktural. Boedyo memaparkan beberapa faktor utama, di antaranya harga rumah yang cenderung melambung tinggi dan tidak sebanding dengan daya beli mayoritas masyarakat. Selain itu, minimnya sosialisasi terkait akses pembiayaan perumahan turut menjadi persoalan. Kondisi ini diperparah oleh ketersediaan lahan yang semakin terbatas, khususnya di area perkotaan, serta banyaknya individu yang belum ‘bankable’ sehingga kesulitan mendapatkan akses kredit perbankan.
Menanggapi situasi krusial ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menunjukkan komitmen kuat. Sejalan dengan ‘Program 3 Juta Rumah‘ dari pemerintah pusat, Pemprov Jateng di bawah kepemimpinan Gubernur secara aktif mengusung program ‘1 KK 1 Rumah Layak Huni‘. Upaya kolaboratif dan inovasi dari seluruh pemangku kepentingan di sektor perumahan sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai kendala tersebut.
Dalam konteks inilah, penyelenggaraan Soloraya Property Awards mendapat apresiasi tinggi dari Boedyo. Ia melihat ajang ini lebih dari sekadar seremoni, melainkan sebuah motivasi penting untuk mewujudkan cita-cita pemenuhan kebutuhan dasar perumahan. Sektor perumahan, menurut Boedyo, bukan hanya tentang bangunan fisik, melainkan hak dasar seluruh umat, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 yang menjamin setiap individu berhak atas layanan dasar perumahan dan lingkungan sehat.
Soloraya Property Awards sendiri merupakan hasil kolaborasi empat asosiasi pengembang perumahan terkemuka di Solo Raya: Real Estate Indonesia (REI), Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional (APERNAS), Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), serta Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (HIMPERRA). Acara ini memberikan total 38 penghargaan kepada berbagai pihak, mulai dari tokoh, instansi, hingga perwakilan pemerintah daerah (pemda), sebagai bentuk apresiasi atas kontribusi mereka dalam memajukan sektor properti. Kategori penghargaan bervariasi, meliputi Pemda dengan Dukungan Terbaik, Notaris Terbaik, Kantor ATR/BPN Terbaik, Developer Terbaik, hingga penghargaan khusus lifetime achievement.
Ketua Panitia Soloraya Property Awards, Bambang Ariyanto, menjelaskan bahwa ajang ini dirancang untuk menyambut aglomerasi Soloraya sekaligus memotivasi para pemangku kepentingan agar lebih inovatif. Ia menegaskan, penghargaan ini juga merupakan bagian integral dari upaya mendukung Gerakan 3 Juta Rumah yang diusung dalam Asta Cita Presiden Prabowo.
Senada dengan hal tersebut, Staf Khusus Wakil Menteri ATR/BPN, Budi Suryanto, yang turut hadir, memberikan apresiasi atas inisiatif ini. Ia menekankan vitalnya komunikasi yang efektif antara birokrat dan pengembang guna mendorong kemajuan birokrasi, terutama dalam konteks pelayanan publik perumahan. Budi Suryanto secara tegas menyatakan bahwa pelayanan publik tidak lagi bisa ditawar; pelayanan yang cepat dan efisien adalah kunci untuk meningkatkan investasi serta melancarkan segala urusan terkait properti dan perizinan.
Budi juga menyoroti program percepatan layanan di BPN, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri ATR/BPN yang baru. Penegasan Budi sangat jelas: tidak boleh ada lagi birokrasi yang mempersulit perizinan perumahan. “Ini saatnya kita terbuka. Peta di wilayahmu, peta di desamu, ini sudah bersertifikat, ini belum. Jangan pernah mengeluarkan surat-surat yang sudah bersertifikat,” pungkasnya, menekankan pentingnya transparansi data pertanahan untuk kemudahan investasi dan pembangunan.
Pilihan Editor: Plus-Minus Kredit Usaha Rakyat Perumahan
Ringkasan
Jawa Tengah menghadapi tantangan besar dengan backlog perumahan mencapai 1.332.968 unit, seperti diungkapkan Kepala Disperkim Jateng. Angka ini terdiri dari 1.122.968 unit rumah tidak layak huni dan 210.000 unit backlog kepemilikan, mencerminkan kesenjangan kebutuhan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Kendala utama meliputi harga rumah yang tinggi, daya beli rendah, kurangnya sosialisasi pembiayaan, serta lahan terbatas dan akses kredit yang sulit.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berkomitmen mengatasi masalah ini dengan program ‘1 KK 1 Rumah Layak Huni’ sejalan program pemerintah pusat. Kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dan inovasi sangat dibutuhkan untuk mengatasi kendala tersebut. Ajang seperti Soloraya Property Awards diapresiasi sebagai motivasi untuk memenuhi hak dasar perumahan. Kementerian ATR/BPN juga mendukung percepatan layanan publik perumahan dan transparansi perizinan.