Demam Padel: Antara FOMO dan Kebiasaan Sehat yang Sedang Hits

Nautonk

Advertisement

Rancak Media –   Di masa pandemi Covid-19, bersepeda dan lari menjelma dari sekadar aktivitas olahraga menjadi ajang pamer eksistensi di media sosial. Kini, panggungnya berganti. Lapangan berpagar kaca, dan raket mungil jadi ikon baru di Instagram, pertanda padel, olahraga yang memadukan tenis dan squash, tengah merebut sorotan.

Tren olahraga di masyarakat ternyata tak jauh berbeda dengan tren fesyen. Ada masa di mana satu jenis olahraga jadi primadona, lalu perlahan meredup dan digantikan oleh yang lain.

Pergeseran tren ini, menurut sosiolog, Nia Elvina, S.Sos., M.Si., merupakan bagian dari siklus perubahan sosial yang berlangsung secara alami. Ia menilai pergeseran ini adalah bagian dari pola yang berulang dalam masyarakat.

Advertisement

“Perubahan itu ada yang berlangsung secara siklikal (siklus). Pada periode tertentu olahraga yang trending akan berbeda dengan sebelumnya, dan dalam beberapa tahun atau dekade, tren yang sama bisa muncul kembali,” kata Nia kepada Kompas.com, Sabtu (9/8/2025).

Baca juga: Lesunya Penjualan Sepeda Mewah di Tengah Tren Padel

Menurut Nia, pergeseran tren dari sepeda ke padel tak hanya soal preferensi olahraga, tapi juga cerminan sifat masyarakat Indonesia yang mudah terbawa arus tren.

“Pelaku tren biasanya kelas menengah ke bawah. Mereka lebih mudah terpengaruh karena melihat fenomena hanya dari permukaan, bukan maknanya,” jelasnya.

Ikut tren padel demi gengsi

Padel tergolong olahraga mahal. Harga raketnya bisa mencapai jutaan rupiah, belum lagi biaya sewa lapangan. Meski demikian, banyak orang rela mengeluarkan uang demi terlibat dalam tren ini.

Nia menyebut,  adanya tren baru memang kerap dipicu rasa FOMO (fear of missing out), terutama di kalangan masyarakat yang mudah terbawa arus.

Baca juga: Pramono Bakal Bangun Lapangan Padel Gratis di Taman Bendera Pusaka

   

Fenomena ini sejalan dengan temuan beberapa kajian ekonomi: masyarakat kelas menengah ke bawah kerap mengambil pinjaman, baik online maupun offline, untuk memenuhi gaya hidup.

Baca juga: Tren Olahraga Bergeser dari Sepeda ke Padel, Ini Kata Sosiolog

“Secara sosiologis, ini dilakukan untuk meningkatkan prestise (wibawa) di mata orang lain,” katanya.

Bagi sebagian orang, mengikuti tren olahraga seperti padel bukan semata-mata soal kesehatan, tetapi juga sebagai penanda status sosial, layaknya memiliki sepeda premium di masa pandemi.

Kebutuhan atau hanya FOMO?

Pengamat sosial, Devie Rahmawati, menilai FOMO bukan selalu hal buruk.

“FOMO itu seperti api, bisa menghangatkan, bisa juga membakar. Kalau diarahkan ke hal positif, misalnya mengejar informasi penting atau peluang belajar, ia bisa jadi bahan bakar motivasi,” kata Devie.

Ia menambahkan, penelitian menunjukkan bahwa pada mahasiswa, rasa takut tertinggal justru mendorong mereka lebih aktif mencari informasi dan terlibat dalam kegiatan produktif.

Baca juga: Berbahaya untuk Kesehatan, Jangan FOMO Ikut Maraton jika Jarang Olahraga Lari!

“Masalah muncul ketika FOMO hanya diarahkan untuk membandingkan diri atau konsumsi konten tanpa tujuan. Di situlah ia berubah menjadi beban psikologis,” ujarnya.

Devie menegaskan, kuncinya bukan mematikan FOMO, tetapi mengelolanya agar menjadi pemicu pertumbuhan, bukan sumber stres.

Dalam hal olahraga, meningkatnya minat pada padel juga membawa dampak positif, karena mendorong lebih banyak orang untuk aktif bergerak, mencoba hal baru, dan membangun kebiasaan sehat.

Tidak akan bertahan lama

Meski padel tengah naik daun, Nia memperkirakan tren ini tak akan bertahan lama. Seperti tren lainnya, padel akan meredup dan digantikan oleh yang baru.

Bagi Nia, yang terpenting adalah sikap kritis masyarakat.

“Kalau memang kita membutuhkan olahraga padel untuk kesehatan, dan biayanya sesuai kemampuan, itu berarti kita bertindak sesuai esensi. Tapi kalau hanya ikut-ikutan supaya terlihat keren, kita mudah terjebak dalam pola konsumsi yang merugikan,” pesannya.

Baca juga: Apa itu Padel, Olahraga yang Digandrungi Para Selebritis?

Mengelola hasrat ikut tren

Pergeseran tren olahraga, misal dari sepeda ke padel, menggambarkan dua hal sekaligus: budaya ikut-ikutan yang kuat, dan peran FOMO dalam memengaruhi pilihan gaya hidup.

FOMO yang dikelola dengan baik bisa menjadi motivasi untuk mencoba hal baru yang bermanfaat. Namun, tanpa kontrol, ia bisa mendorong perilaku konsumtif yang menguras kantong dan meninggalkan penyesalan.

Mungkin saat ini padel sedang menjadi simbol gaya hidup baru. Tapi pada akhirnya, olahraga apa pun akan lebih berarti jika dijalani karena kebutuhan dan kesenangan pribadi, bukan semata demi mengikuti arus tren.

Baca juga: Mengenal Sea Moss yang Tren di TikTok, Apa Manfaatnya untuk Tubuh?

Advertisement

Baca Juga