Pada Jumat (8/1) malam, suasana di depan Lapas Cipinang, Jakarta Timur, diselimuti antusiasme saat Thomas Trikasih Lembong, atau lebih dikenal sebagai Tom Lembong, resmi menghirup udara bebas. Tepat pukul 22.05 WIB, ia melangkah keluar dari gerbang lapas, didampingi oleh figur-figur penting seperti kuasa hukumnya, Ari Yusuf Amir, dan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Anies Baswedan. Kehadiran Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu serta Wakil Ketua KPK 2015-2019 Saut Situmorang juga turut menandai momen bersejarah ini.
Mengenakan kaus polo biru, air muka Tom Lembong, yang juga menjabat Co-kapten Tim Nasional (Timnas) Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar untuk Pilpres 2024, tampak berkaca-kaca. Sorot matanya memendam haru yang mendalam, seolah menahan luapan emosi setelah menyadari bahwa proses hukum yang membelenggunya kini telah resmi dihentikan. “Malam ini saya kembali menghirup udara bebas,” ucap Tom Lembong penuh syukur, sembari merangkul erat sang istri, Ciska Wihardja.
Keluarnya Tom Lembong dari gerbang Lapas Cipinang disambut dengan sorak gembira dan antusiasme tinggi dari para massa pendukung yang setia menanti seremoni kebebasan tersebut. Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) periode 2016-2019 ini mengungkapkan rasa syukur yang mendalam setelah ia dibebaskan dari tahanan berkat pemberian abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto.
Keputusan Presiden (Keppres) sebagai payung hukum abolisi bagi Tom Lembong disebut akan segera diterbitkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Menariknya, Keppres ini juga direncanakan akan mencakup pemberian amnesti kepada Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, menunjukkan cakupan yang lebih luas dari kebijakan hukum tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Yusril Ihza Mahendra, sebelumnya telah menjelaskan secara rinci bahwa proses hukum terhadap Tom Lembong kini resmi dihentikan. Yusril menegaskan bahwa penghentian perkara ini berlaku meskipun telah ada putusan hukum di pengadilan tingkat pertama. “Maka dengan pemberian abolisi, segala proses penuntutan terhadap beliau itu dihapuskan. Jadi dianggap tidak ada penuntutan terhadap beliau,” jelas Yusril dalam video keterangan persnya kepada wartawan pada Jumat (1/8).
Sebagai informasi, Tom Lembong mendekam di Lapas Cipinang setelah dijatuhi vonis penjara 4 tahun 6 bulan oleh hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada 18 Juli lalu. Dalam kasus impor gula ini, ia juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 750 juta subsider enam bulan kurungan. Ia didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp 578,1 miliar, karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015—2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Tindakan Tom Lembong tersebut dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selama masa penahanan, Tom Lembong mengaku waktu di penjara memberinya ruang untuk berpikir secara mendalam dan merenungi kasus pribadinya. “Terima kasih yang mendalam dan dengan komitmen untuk menjadi manusia yang lebih baik dan berguna bagi negeri kita tercinta,” pungkasnya, menandai babak baru dalam hidupnya.
Ringkasan
Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong, telah resmi bebas dari Lapas Cipinang pada Jumat (8/1) malam, disambut oleh pendukung dan didampingi Anies Baswedan. Ia dibebaskan berkat pemberian abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto, sebuah keputusan yang menghentikan seluruh proses hukum terhadapnya. Keputusan Presiden (Keppres) mengenai abolisi ini akan segera diterbitkan, dan juga direncanakan mencakup amnesti untuk Hasto Kristiyanto.
Sebelumnya, Tom Lembong divonis 4 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 750 juta oleh pengadilan Tipikor pada 18 Juli. Kasusnya terkait korupsi impor gula, di mana ia didakwa menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah tahun 2015-2016 tanpa prosedur yang benar. Tindakan tersebut dinilai merugikan keuangan negara hingga Rp 578,1 miliar.