Rancak Media — Mentalitas baja menjadi fondasi utama yang membentuk perjalanan karier Agam Haris, pelatih muda berlisensi A AFC asal Lamongan yang kini turut menyuarakan pandangannya mengenai persaingan ketat antar pelatih lokal di Super League 2025/2026. Di tengah dominasi pelatih asing yang kian terasa, Agam Haris hadir dengan bekal kepercayaan diri tinggi, ditopang lisensi internasional dan pengalaman global yang patut diperhitungkan.
Kisah inspiratifnya bermula pada tahun 2012, ketika mimpi Agam untuk meniti karier sebagai pesepak bola profesional harus dikubur dalam-dalam akibat cedera lutut parah. Namun, dari balik tragedi tersebut, justru muncul tekad baru yang membara: menjadi seorang pelatih sepak bola profesional yang tidak hanya unggul secara teknis, tetapi juga tangguh secara mental dalam menghadapi setiap tantangan.
Agam Haris adalah alumni S1 Pendidikan Kepelatihan Olahraga dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), sebuah landasan kuat yang ia bangun sejak awal. Langkah pertamanya dalam dunia kepelatihan dimulai dengan mengambil Lisensi D Nasional pada tahun 2014, sebuah gerbang awal yang membawanya menapaki jalur profesional. Perjalanan lisensinya terus menanjak secara konsisten: dari Lisensi C AFC pada 2018, kemudian Lisensi B Diploma PSSI di 2020. Puncaknya, ia berhasil meraih Lisensi A Diploma, setara dengan Lisensi A AFC, pada tahun 2022. Pencapaian prestisius ini menjadi bukti nyata konsistensi dan dedikasi tingginya terhadap pengembangan diri di bidang kepelatihan.
Usai meraih Lisensi A AFC, Agam Haris menerima tawaran berharga dari legenda sepak bola Papua, Eduard Ivakdalam, untuk bergabung sebagai asisten pelatih di Persewar Waropen. Dua musim ia mengabdi dan menimba ilmu di sana, hingga akhirnya sebuah tawaran luar negeri yang menarik datang dan mengubah arah kariernya secara signifikan.
Tawaran tersebut berasal dari klub Liga Arab Saudi, Al Wehda. Dengan dukungan penuh dari manajemen Persewar yang mengizinkannya mengejar karier internasional, Agam Haris pun berangkat. Di sana, perannya tidak hanya sebatas asisten pelatih; ia juga dipercaya sebagai pelatih kepala tim U-16 hingga U-18 di Jedda Pro Football Academy. Tak butuh waktu lama, kemampuannya yang mumpuni segera diakui, dan ia naik jabatan menjadi direktur teknis sekaligus asisten pelatih tim wanita Al Wehda (Al Wehda Women’s). Pengalaman internasional yang luas ini menjadi bekal yang sangat penting dalam memperkuat karakter dan kompetensinya sebagai seorang pelatih muda.
Kini, sejak 13 Juni 2025, Agam Haris telah kembali ke Tanah Air dan bergabung sebagai asisten pelatih Deltras Sidoarjo untuk menyongsong Championship musim 2025/2026. Di tengah tantangan kompetisi yang semakin ketat dan minimnya kepercayaan terhadap pelatih lokal, ia justru melihat peluang besar untuk membuktikan kualitas dan kapasitasnya.
Fakta yang memprihatinkan muncul di Super League 2025/2026: dari 18 klub yang akan berlaga, hanya ada satu pelatih lokal yang menjabat sebagai pelatih kepala, yakni Hendri Susilo di Malut United. Sisa kursi kepelatihan kepala didominasi oleh pelatih asing. Kondisi inilah yang memicu keprihatinan mendalam dan refleksi dari Agam Haris.
“Fakta bahwa saat ini hanya ada satu pelatih lokal di Super League tentu menjadi refleksi bersama, bukan hanya bagi kami para pelatih, tapi juga bagi ekosistem sepak bola nasional,” ujarnya kepada JawaPos.com pada Sabtu, 26 Juli 2025. Ia menilai, perlu adanya evaluasi mendalam untuk menjawab apakah pelatih lokal benar-benar diberikan ruang dan kepercayaan yang setara. “Saya tidak ingin menyalahkan siapapun, tapi kondisi ini seharusnya mendorong evaluasi serius. Apakah pelatih lokal diberi ruang dan kepercayaan yang setara untuk berkembang dan berkontribusi?” tegasnya.
Menurut Agam Haris, pelatih lokal sejatinya memiliki kapasitas, pengalaman lapangan, serta pemahaman yang lebih baik mengenai budaya dan karakter pemain Indonesia. Namun, yang seringkali menjadi kendala adalah akses terhadap kesempatan dan keberanian klub dalam memberikan tanggung jawab di level tertinggi. “Saya percaya pelatih lokal memiliki kapasitas, pengalaman lapangan, serta pemahaman budaya dan karakter pemain Indonesia yang sangat kuat. Namun, yang seringkali tertinggal adalah akses terhadap kesempatan dan keberanian untuk diberi tanggung jawab di level tertinggi,” jelasnya.
Sebagai pelatih muda, Agam Haris menolak untuk larut dalam keluhan. Ia justru menjadikan tantangan ini sebagai bahan bakar untuk terus membuktikan diri melalui kualitas, profesionalisme, dan hasil nyata di lapangan. “Sebagai pelatih muda lokal, saya tidak berkecil hati. Justru ini menjadi panggilan untuk terus membuktikan bahwa kami bisa menghadirkan kualitas dan profesionalisme yang tidak kalah dari pelatih asing,” ujarnya penuh keyakinan.
Agam Haris menilai bahwa kinerja harus menjadi tolok ukur utama dalam menilai seorang pelatih, bukan semata-mata latar belakang atau asal negara. “Bukan sekadar bicara nasionalisme, tetapi tentang kompetensi dan hasil nyata,” tambahnya. Ia sangat berharap agar para pemilik klub dan pemangku kepentingan dalam ekosistem sepak bola Indonesia mulai membuka mata dan melihat potensi besar yang dimiliki oleh pelatih lokal.
Menurutnya, penguatan sumber daya manusia (SDM) lokal, termasuk para pelatih, adalah salah satu fondasi terpenting jika Indonesia ingin memiliki sistem sepak bola yang berkelanjutan dan berdaya saing global. “Harapan saya, klub-klub dan para pemangku kepentingan bisa mulai melihat pelatih lokal dengan kacamata yang lebih objektif, berbasis kinerja dan kapasitas. Jika kita ingin membangun sepak bola Indonesia yang berkelanjutan, maka penguatan SDM lokal, termasuk pelatih adalah salah satu fondasi,” pungkas Agam Haris.
Ahmad Agam Haris Pambudi, lahir pada 18 Juli 1993 di Lamongan dan kini berusia 32 tahun, adalah contoh nyata bahwa pelatih muda Indonesia memiliki potensi besar untuk bersaing secara global. Mentalitas baja, kerja keras, dan konsistensi menjadikannya sosok inspiratif di tengah dominasi asing dalam persepakbolaan nasional. Dengan Lisensi A AFC dan pengalaman melatih lintas benua, ia siap menjawab tantangan sebagai bagian integral dari regenerasi pelatih lokal berkualitas. Kiprahnya bersama Deltras Sidoarjo di musim ini akan menjadi sorotan, apakah ia mampu mencetak prestasi dan pada gilirannya, membuka lebih banyak ruang bagi pelatih muda Indonesia lainnya. Terkadang, jalan besar justru dibuka lewat cedera dan kegagalan—asal disikapi dengan mentalitas baja seperti dirinya.
Ringkasan
Agam Haris adalah pelatih muda lokal berlisensi A AFC asal Lamongan yang menyoroti dominasi pelatih asing di Super League 2025/2026. Kariernya di dunia kepelatihan dimulai setelah cedera lutut pada 2012 menghentikan mimpinya sebagai pemain. Ia menempuh pendidikan di Unesa dan secara konsisten meraih lisensi hingga Lisensi A AFC pada tahun 2022.
Setelah mengabdi di Persewar Waropen, Agam melanjutkan karier internasional di klub Arab Saudi, Al Wehda, melatih berbagai level tim dan menjabat direktur teknis. Kini ia kembali sebagai asisten pelatih Deltras Sidoarjo dan menyerukan pentingnya memberikan kesempatan serta kepercayaan lebih kepada pelatih lokal. Agam Haris percaya bahwa kinerja dan kapasitas, bukan asal negara, seharusnya menjadi tolok ukur utama dalam penilaian pelatih.