Rancak Media – JAKARTA. Tren diversifikasi bisnis dengan ekspansi agresif ke sektor tambang mineral kini menjadi langkah strategis yang marak ditempuh oleh sejumlah emiten produsen batubara.
Langkah terbaru yang mengukuhkan tren ini datang dari PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG). Pada 4 Juli 2025, ITMG secara resmi membeli 585 juta saham PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE) dengan harga Rp 438 per saham, sehingga total transaksi mencapai Rp 285,48 miliar.
Sebagai informasi, NICE adalah emiten yang bergerak di bidang pertambangan nikel, didirikan pada tahun 2008. Perusahaan ini mengoperasikan tambang nikel di Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
“Tujuan transaksi ini untuk investasi jangka panjang dan diversifikasi investasi,” demikian penjelasan Corporate Secretary ITMG, Monica I. Krisnamurti, dalam keterbukaan informasi pada Selasa (9/7), menggarisbawahi komitmen perusahaan terhadap strategi ini.
Mitrabara Adiperdana (MBAP) Buka Peluang Bisnis di Sektor Non Batubara
Sebelum ITMG, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) juga telah menunjukkan sinyal ekspansi serupa. BUMI kini bersiap melebarkan sayap bisnisnya ke sektor pertambangan emas dan tembaga melalui rencana akuisisi Wolfram Limited, sebuah produsen emas dan tembaga yang berbasis di Australia.
Untuk mendukung ambisi ekspansinya, BUMI menerbitkan Obligasi Berkelanjutan I Tahap I dengan nilai emisi Rp 350 miliar. Dana dari obligasi ini akan digunakan untuk mendanai sebagian dari total nilai akuisisi Wolfram Limited.
Emiten batubara lain, PT Harum Energy Tbk (HRUM), bahkan sudah lebih dulu mendiversifikasi portofolionya ke tambang nikel melalui anak usahanya, PT Harum Nickel Perkasa. HRUM juga memiliki beberapa entitas anak tidak langsung dan entitas asosiasi yang aktif di industri nikel.
Keberhasilan HRUM di segmen nikel terlihat jelas dari materi paparan publik Mei 2025 lalu. HRUM mencatatkan penjualan nikel sebanyak 14,90 juta ton pada kuartal I-2025, angka ini melesat 75% secara tahunan (ytd), dengan harga rata-rata penjualan nikel yang juga naik 2%.
Segmen nikel tersebut berhasil memberikan kontribusi signifikan, yaitu sebesar 58% terhadap total pendapatan HRUM yang mencapai US$ 298,9 juta pada kuartal I-2025.
Tidak ketinggalan, PT United Tractors Tbk (UNTR) juga aktif melakukan diversifikasi ke sektor tambang mineral, termasuk nikel dan emas. Berdasarkan laporan Kontan sebelumnya, manajemen UNTR mengungkapkan rencana perusahaan untuk mengakuisisi tambang emas atau nikel baru di luar negeri, khususnya Australia.
Upaya akuisisi tambang mineral di luar negeri ini bertujuan untuk menyeimbangkan porsi pendapatan UNTR dari batubara dan non-batubara hingga mencapai rasio 50:50 dalam beberapa tahun ke depan. Saat ini, pendapatan UNTR masih didominasi oleh sektor batubara sekitar 65%, sementara 35% sisanya berasal dari sektor non-batubara.
PT Indika Energy Tbk (INDY) turut menunjukkan agresivitas dalam ekspansi ke sektor tambang mineral dalam beberapa tahun terakhir. Melalui anak usahanya, PT Masmindo Dwi Area, INDY saat ini tengah menggarap proyek tambang emas Awakmas di Sulawesi Selatan. INDY juga merambah sektor tambang bauksit melalui PT Mekko Mining dan sektor perdagangan nikel melalui PT Rockgeo Energi Nusantara.
Bakal Perusahaan Australia, BUMI Resources (BUMI)Mulai Diversifikasi Selain Batubara
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menjelaskan bahwa tren diversifikasi yang dilakukan emiten batubara ke sektor mineral didorong oleh prospek industri batubara yang dinilai tidak lagi menjanjikan dalam jangka panjang. Transisi global menuju energi hijau yang mengakibatkan komoditas batubara mulai ditinggalkan menjadi faktor pendorong utama.
“Sektor mineral masih menjadi bagian dari ekosistem di dalam industri energi baru terbarukan (EBT),” ujar Wafi pada Rabu (9/7), menegaskan posisi strategis mineral dalam lanskap energi masa depan.
Gelombang diversifikasi ini juga diperkuat oleh tren peningkatan permintaan terhadap komoditas mineral seperti nikel, emas, dan tembaga. Beberapa komoditas mineral ini memegang peranan krusial sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik, yang tentunya berkaitan erat dengan transisi energi.
Selain itu, dukungan kebijakan hilirisasi mineral dari pemerintah juga menjadi katalis tambahan yang memacu semangat emiten batubara untuk melakukan diversifikasi bisnis ke sektor ini.
“Dibandingkan batubara yang permintaannya mulai melandai dan harga cenderung melemah, komoditas mineral saat ini menawarkan potensi pertumbuhan yang lebih kuat dan valuasi yang lebih tinggi,” ungkap Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, pada Rabu (9/7), memberikan pandangan optimistis terhadap sektor mineral.
Meskipun demikian, ekspansi ke sektor mineral bukan tanpa tantangan. Emiten batubara perlu mempersiapkan belanja modal yang besar untuk pengembangan infrastruktur penunjang pertambangan maupun smelter. Selain itu, mereka juga harus menghadapi kompleksitas perizinan dan risiko operasional yang berbeda jauh dari industri batubara. Adaptasi dalam hal kompetensi teknis di industri tambang mineral juga menjadi keharusan bagi pihak emiten.
Lebih lanjut, jika harga komoditas mineral dan batubara sama-sama mengalami penurunan, emiten berisiko mengalami perlambatan kinerja yang signifikan. Emiten batubara juga perlu terus memantau perkembangan pasar, mengingat risiko kelebihan pasokan pada komoditas mineral bisa sewaktu-waktu terjadi dan memengaruhi stabilitas pendapatan.
Kinerja Ekspor Batubara RI Melemah, Bagaimana Nasib Emiten Batubara?
Wafi berpendapat, selama komoditas mineral masih menjadi bagian integral dari ekosistem EBT, maka tren diversifikasi oleh emiten batubara ke sektor ini akan terus berlanjut pada masa mendatang.
Sementara itu, menurut Ekky, kesuksesan emiten batubara yang merambah sektor mineral akan sangat bergantung pada kemampuan pendanaan ekspansi, efektivitas eksekusi proyek, serta stabilitas harga komoditas global.
Dari sisi analisis teknikal, Ekky merekomendasikan saham BUMI menarik untuk mulai diakumulasi di area harga saat ini, dengan potensi target harga di level Rp 150 per saham. Saham UNTR juga menunjukkan sinyal rebound dengan target harga jangka menengah di level Rp 23.500 per saham.
“Kedua saham ini bisa dipantau untuk peluang dalam strategi swing trading maupun penempatan jangka menengah,” jelas Ekky.
Senada, Wafi juga menilai saham ITMG, BUMI, HRUM, INDY, dan UNTR dapat dipertimbangkan oleh para investor, dengan target harga masing-masing Rp 23.500 per saham, Rp 125 per saham, Rp 850 per saham, Rp 1.400 per saham, dan Rp 24.000 per saham.
Ringkasan
Emiten batubara ramai melakukan diversifikasi bisnis ke sektor tambang mineral karena prospek batubara jangka panjang yang kurang menjanjikan akibat transisi energi hijau. Berbagai perusahaan telah mengambil langkah ini, seperti ITMG yang mengakuisisi saham di tambang nikel NICE, BUMI yang berencana mengakuisisi produsen emas dan tembaga Wolfram Limited, serta HRUM yang telah sukses mendiversifikasi ke nikel. UNTR dan INDY juga aktif merambah tambang mineral seperti nikel, emas, dan bauksit untuk menyeimbangkan portofolio pendapatan.
Diversifikasi ini didorong oleh peran strategis mineral dalam ekosistem energi baru terbarukan, peningkatan permintaan komoditas seperti nikel untuk baterai kendaraan listrik, dan dukungan kebijakan hilirisasi pemerintah. Meskipun menawarkan potensi pertumbuhan yang lebih kuat, ekspansi ke sektor mineral menuntut belanja modal besar, adaptasi teknis, serta menghadapi kompleksitas perizinan dan risiko operasional yang berbeda. Emiten juga berhadapan dengan potensi perlambatan kinerja jika harga komoditas mineral dan batubara sama-sama turun, serta risiko kelebihan pasokan.