Rancak Media – , Jakarta – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan lebih rendah setelah Kementerian Keuangan memangkas jumlahnya menjadi 5 persen. “Realitasnya akan lebih rendah,” kata peneliti (INDEF) Esther Sri Astuti, dalam sesi diskusi yang disiarkan secara daring melalui YouTube, Selasa, 2 Juli 2025.
Menurut Esther, kondisi itu bisa terjadi karena adanya defisit fiskal sebesar 2,78 persen pada semester awal tahun ini.
Esther menyatakan melambungnya defisit fiskal akan berdampak terhadap porsi pembayaran utang terhadap produk domestik bruto (PDB). Ia memprediksi porsi pembayaran utang terhadap PDB akan naik menjadi 40 persen. “Ini tidak sekadar tekanan fiskal, tetapi ada multiplier effect yang sangat luar biasa,” ujar dia.
Ia juga menyoroti potensi berkurangnya belanja kementerian/lembaga dan transportasi daerah. “Hal ini tidak hanya dirasakan oleh nasional, tetapi juga daerah.” Menurutnya target pertumbuhan ekonomi 8 persen tidak akan terwujud apabila pemerintah terus-menerus mengeluarkan kebijakan yang bersifat kontraktif.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan pemangkasan pertumbuhan ekonomi Indonesia. “Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 pada kisaran 4,7 sampai 5,0 pada semester kedua,” kata dia dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Senin, 1 Juli 2025.
Dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025, IMF merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia. IMF memprediksi ekonomi Indonesia pada 2025 hanya tumbuh 4,7 persen dari ramalan sebelumnya, 5,1 persen.
Koreksi pertumbuhan oleh IMF dilakukan seiring peningkatan eskalasi perang dagang imbas pengumuman tarif resiprokal Amerika Serikat. Sri Mulyani mengatakan IMF mengoreksi ramalan pertumbuhan ekonomi Tanah Air menjadi 0,4 persen lebih rendah dari prediksi sebelumnya.
Meski demikian, Sri Mulyani menyatakan koreksi IMF terhadap perekonomian Indonesia lebih baik dibanding negara lain. Misal Thailand yang direvisi sebesar 1,1 persen lebih rendah dari perkiraan sebelumnya atau Vietnam dikoreksi 0,9 persen lebih rendah. Begitu pun Filipina yang jadi 0,6 persen lebih rendah dan Meksiko yang dikoreksi turun 1,7 persen.
Menurut Sri Mulyani, dalamnya penurunan revisi IMF terhadap beberapa negara disebabkan ketergantungan yang besar dari negara tersebut terhadap perdagangan luar negeri. “Exposure dari perdagangan internasional mereka lebih besar dan dampak atau hubungan dari perekonomian mereka terhadap AS juga lebih besar,” ucap Sri.
Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Mengapa Daya Saing Indonesia Merosot Tajam