PTBA Tertekan Inflasi Biaya: Prospek Terbaru & Rekomendasi Analis!

Ade Banteng

Rancak Media JAKARTA. Kinerja PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menghadapi tekanan signifikan pada kuartal I-2025, mengisyaratkan prospek jangka pendek yang cenderung terbatas. Meskipun demikian, perusahaan batu bara pelat merah ini berhasil mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 5,8% secara tahunan (year on year/yoy), meningkat dari Rp 9,41 triliun pada kuartal I-2024 menjadi Rp 9,96 triliun di kuartal yang sama tahun 2025.

Namun, capaian laba bersih PTBA justru mengalami penurunan tajam hingga 50,5%, merosot dari Rp 790,94 miliar pada kuartal I-2024 menjadi hanya Rp 391,48 miliar di kuartal I-2025. Penurunan laba bersih ini menjadi sorotan utama bagi para investor dan analis pasar, menandai periode penuh tantangan bagi perusahaan.

Analis Sinarmas Sekuritas, Kenny Shan, mengidentifikasi dua faktor utama di balik tekanan kinerja PTBA. Menurutnya, kombinasi penurunan harga jual rata-rata (ASP) batu bara yang persisten dan kenaikan biaya bahan bakar menjadi pemicu terbesar tergerusnya profitabilitas perseroan. Lebih lanjut, biaya tunai operasional tercatat naik 4% yoy menjadi Rp 889.000 per ton, terutama dipicu oleh lonjakan harga bahan bakar sebesar 10% pasca pencabutan subsidi biodiesel B40.

Menakar Prospek PTBA di Tengah Pelemahan Permintaan dan Koreksi Harga Batubara

Dari sisi operasional, volume produksi batu bara PTBA di kuartal I-2025 menunjukkan peningkatan sebesar 16% yoy, mencapai 8,5 juta ton. Volume penjualan juga turut naik 7% yoy menjadi 10,3 juta ton. Kendati demikian, pencapaian volume ini tidak diimbangi dengan harga jual yang memadai. Harga jual rata-rata (ASP) batu bara justru turun 1% yoy dan 10% secara kuartalan, menyentuh angka Rp 951.000 per ton. Kondisi ini secara signifikan menekan margin keuntungan perusahaan.

Dampak dari penurunan harga jual dan kenaikan biaya tercermin jelas pada margin PTBA. Margin kotor terkompresi tajam dari 15% menjadi 11%, margin operasional anjlok dari 8% menjadi 3%, dan margin bersih hanya tersisa 4% dari sebelumnya 8%. Penurunan margin ini menjadi indikasi kuat dari tantangan yang dihadapi PTBA dalam menjaga efisiensi di tengah volatilitas pasar komoditas global.

  PTBA Chart by TradingView  

Selain tekanan margin, PTBA juga menghadapi peningkatan belanja modal (capex) yang signifikan. Sinarmas Sekuritas mencatat bahwa alokasi capex perusahaan melonjak menjadi Rp 7,19 triliun untuk tahun ini, jauh lebih tinggi dibandingkan Rp 2,3 triliun pada tahun 2024. Mayoritas dana capex tersebut dialokasikan untuk proyek infrastruktur logistik, termasuk pembangunan jalur kereta api Tanjung Enim–Keramasan yang strategis.

Bukit Asam (PTBA) Menyerap Capex Hampir Rp 1 Triliun pada Kuartal I-2025

Kenny memperingatkan bahwa lonjakan belanja modal ini berpotensi berdampak pada rasio pembagian dividen PTBA dalam jangka pendek. Namun, manajemen PTBA menegaskan komitmennya untuk menjaga fleksibilitas keuangan dengan memadukan kas internal dan pinjaman jangka pendek demi membiayai proyek-proyek tersebut, memastikan keberlanjutan ekspansi.

Melihat kondisi tersebut, Sinarmas Sekuritas mempertahankan rekomendasi “Netral” untuk saham PTBA dengan target harga Rp 2.800 per saham. Penilaian ini mempertimbangkan berbagai faktor yang memengaruhi prospek perusahaan, baik dari sisi operasional maupun fundamental.

IHSG Ditutup Jatuh 1,74% ke 6.787,14 Senin (23/6), Top Losers LQ45: PTBA, CTRA, MAPI

Meskipun prospek jangka panjang PTBA dinilai tetap solid berkat potensi pertumbuhan volume produksi dan rekam jejak pembayaran dividen yang konsisten, Kenny menilai risiko penurunan harga batu bara serta kenaikan biaya operasional masih membayangi pergerakan saham PTBA dalam jangka pendek. Secara keseluruhan, ia menyimpulkan bahwa prospek saham PTBA dalam waktu dekat cenderung terbatas karena tekanan margin dan ketidakpastian harga komoditas global, yang memerlukan pemantauan cermat dari para investor.

Ringkasan

Kinerja PT Bukit Asam Tbk (PTBA) pada Kuartal I-2025 mengalami tekanan signifikan, meskipun pendapatan tumbuh 5,8% secara tahunan menjadi Rp 9,96 triliun. Namun, laba bersih perusahaan anjlok 50,5% menjadi Rp 391,48 miliar, utamanya disebabkan oleh penurunan harga jual rata-rata (ASP) batu bara dan kenaikan biaya bahan bakar operasional. Dampaknya terlihat jelas pada kompresi margin kotor, operasional, dan bersih perusahaan.

Meskipun volume produksi dan penjualan batu bara PTBA meningkat, ASP yang menurun menekan profitabilitas. Perusahaan juga menghadapi lonjakan belanja modal (capex) menjadi Rp 7,19 triliun untuk proyek infrastruktur, yang berpotensi mempengaruhi rasio dividen. Sinarmas Sekuritas merekomendasikan “Netral” dengan target harga Rp 2.800 per saham, menilai prospek jangka pendek PTBA terbatas karena tekanan margin dan ketidakpastian harga komoditas global.

Baca Juga

Bagikan:

Tags