Harga saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mengalami pelemahan signifikan pada awal perdagangan pekan ini. Penurunan ini dipicu oleh dugaan adanya kasus korupsi di lingkungan bank pelat merah tersebut, yang menciptakan sentimen negatif kuat di pasar modal.
Saham BBRI, yang dikenal dekat dengan masyarakat luas, menutup perdagangan awal pekan dengan penurunan 2,35% dari harga penutupan akhir pekan lalu, bertengger di angka Rp 3.740 per saham. Bahkan, pada sesi pertama perdagangan hari ini, Senin (30/6), BBRI sempat menyentuh level terendah dengan koreksi mencapai 2,61%, menunjukkan tekanan jual yang cukup besar.
Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, membenarkan bahwa pemberitaan mengenai dugaan korupsi memang memiliki dampak negatif jangka pendek terhadap pergerakan harga saham. Oleh karena itu, pelemahan yang dialami saham BBRI pada awal pekan ini dinilai sebagai respons wajar dari pasar atas sentimen tersebut.
Pemegang Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Panen Dividen Rp 31,4 Triliun Hari Ini
Menurut Ekky, efek dari kasus semacam ini dapat menyebabkan penurunan harga saham hingga 3% sampai 8% karena meningkatnya risiko reputasi dan hukum yang dihadapi emiten. Pernyataan ini disampaikan Ekky kepada KONTAN pada Senin (30/6).
Meskipun demikian, Ekky optimistis bahwa penurunan paling tajam biasanya terjadi pada hari pertama kasus tersebut diumumkan. Seperti yang terjadi pada dugaan korupsi di lingkungan BRI, berita tersebut baru mencuat pada Kamis (26/6), tepat sebelum libur panjang akhir pekan.
Seiring berjalannya waktu, pasar akan kembali mengevaluasi harga saham. Apabila isu ini mereda dan tidak ditemukan penyimpangan material yang lebih jauh, ada kemungkinan harga saham BBRI dapat berbalik naik kembali. Oleh karena itu, Ekky menekankan pentingnya bagi emiten untuk memberikan respons yang cepat dan transparan. Respons proaktif sangat krusial untuk meredam sentimen negatif terkait kasus korupsi ini agar tidak berlarut-larut.
Sebagai informasi lebih lanjut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengambil langkah serius dengan memanggil mantan Wakil Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Catur Budi Harto. Pemanggilan ini berkaitan erat dengan kasus pengadaan barang dan jasa mesin Electronic Data Capture (EDC) di lingkungan BRI.
Catur Budi Harto sendiri telah menjalani pemeriksaan oleh KPK pada Kamis (26/6) pagi. Ia terlihat mendatangi Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 09.00 WIB untuk memberikan keterangannya.
Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Siapkan Rp 3 Triliun Buyback Saham di 2025
Di samping dugaan korupsi, Ekky Topan juga menyoroti adanya faktor lain yang turut berkontribusi pada penurunan harga saham BBRI. Menurutnya, perlambatan kinerja keuangan BRI berpotensi menjadi alasan utama di balik koreksi saham tersebut.
Perlu dicatat, laba bersih tahun berjalan (bank only) yang dicetak BRI pada periode Januari hingga Mei 2025 tercatat sebesar Rp 18,64 triliun. Angka ini menunjukkan kontraksi signifikan sebesar 14,87% secara tahunan (year-on-year), sebuah indikasi adanya tekanan pada profitabilitas bank.
Penurunan laba ini sejatinya telah terlihat sejak awal tahun, dikarenakan bank melakukan pencadangan provisi besar-besaran. Langkah ini diambil sebagai antisipasi terhadap potensi pemburukan kualitas kredit di masa mendatang. Namun, setelah lima bulan berjalan, beban provisi tersebut menunjukkan sedikit penurunan, terkoreksi 0,89% secara tahunan menjadi Rp 17,73 triliun.
Ringkasan
Harga saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) melemah signifikan, dipicu dugaan kasus korupsi di lingkungan bank yang menciptakan sentimen negatif kuat di pasar. Analis Ekky Topan mengonfirmasi bahwa pemberitaan dugaan korupsi berdampak negatif jangka pendek pada harga saham, menyebabkan penurunan 3% hingga 8% akibat risiko reputasi dan hukum. Mantan Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto, bahkan telah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC).
Selain dugaan korupsi, perlambatan kinerja keuangan juga berkontribusi pada penurunan saham BBRI. Laba bersih bank periode Januari-Mei 2025 tercatat Rp 18,64 triliun, menurun 14,87% secara tahunan, salah satunya akibat pencadangan provisi besar-besaran. Namun, Ekky optimistis harga saham dapat kembali naik jika isu mereda dan tidak ditemukan penyimpangan material, menekankan pentingnya respons cepat dan transparan dari emiten.