Pendakian Gunung Rinjani: Sejarah, Mitos, & Pesona Alamnya

Ade Banteng

Rancak Media – , Jakarta – Kementerian Pariwisata, melalui Widiyanti Putri Wardhana, kembali mengingatkan pentingnya kepatuhan terhadap standar operasional prosedur (SOP) dalam aktivitas wisata ekstrem. Imbauan ini menyusul insiden meninggalnya pendaki asal Brasil, Juliana Marins, di Taman Nasional Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, pada Sabtu, 21 Juni 2025. “Insiden ini mengingatkan kita bahwa setiap destinasi wisata ekstrem memiliki risiko serius,” tegas Widiyanti pada Sabtu, 28 Juni 2025.

Juliana Marins ditemukan meninggal dunia di kedalaman sekitar 600 meter pada Selasa, 24 Juni 2025, setelah terjatuh saat mendaki Gunung Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025. Proses evakuasi baru dapat dilakukan keesokan harinya karena medan yang ekstrem dan cuaca buruk yang menghambat upaya penyelamatan.

Gunung Rinjani: Lebih dari Sekadar Tujuan Wisata

Taman Nasional Gunung Rinjani, sebagaimana dikutip dari situs web resmi Rinjani National Park, memiliki sejarah panjang sebagai kawasan konservasi. Sejak ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa oleh Gubernur Hindia Belanda pada tahun 1941 berdasarkan Surat Keputusan Nomor 15 Staatblaat Nomor 77 tanggal 12 Maret 1941, kawasan ini telah menjadi bagian dari Kelompok Hutan Rinjani (RTK.1) yang ditetapkan pada 9 September 1929.

Statusnya kemudian ditingkatkan menjadi Taman Nasional Gunung Rinjani pada tahun 1990 melalui Surat Pernyataan Menteri Kehutanan Nomor 448/Menhut-VI/1990 tanggal 6 Maret 1990, diumumkan pada Puncak Pekan Konservasi Alam Nasional ketiga di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Penetapan ini diperkuat kembali melalui Surat Keputusan Menhut No. 280/Kpts-VI/1997 pada 23 Mei 1997 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 298/Menhut-II/2005 pada 3 Agustus 2005.

Pada tahun 2007, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007, Taman Nasional Gunung Rinjani resmi ditetapkan sebagai Balai Taman Nasional Gunung Rinjani tipe B. Keputusan ini juga mengatur pembagian wilayah pengelolaan menjadi dua seksi:

Seksi Konservasi Wilayah I Lombok Utara mengelola area seluas kurang lebih 12.357,67 hektare (sekitar 30 persen dari total luas Taman Nasional), meliputi empat resor: Torean, Senaru, Santong, dan Aik Berik, serta beberapa pos jaga. Sementara itu, Seksi Konservasi Wilayah II Lombok Timur mengelola area seluas 22.152,88 hektare (sekitar 53 persen), mencakup empat resor: Sembalun, Aikmel, Timbanuh, dan Tetebatu, serta beberapa pos jaga.

Annisa Febiola turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Perjuangan Tim SAR Gabungan Evakuasi Pendaki Brasil di Gunung Rinjani

Ringkasan

Insiden meninggalnya pendaki asal Brasil di Gunung Rinjani pada Juni 2025 menjadi pengingat akan risiko aktivitas wisata ekstrem. Proses evakuasi yang sulit karena medan yang terjal dan cuaca buruk menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap SOP. Kejadian ini terjadi di Taman Nasional Gunung Rinjani yang memiliki sejarah panjang sebagai kawasan konservasi.

Taman Nasional Gunung Rinjani telah ditetapkan sebagai kawasan lindung sejak 1941, dan statusnya ditingkatkan menjadi Taman Nasional pada tahun 1990. Kawasan ini dikelola secara resmi oleh Balai Taman Nasional Gunung Rinjani tipe B sejak 2007, terbagi menjadi dua seksi konservasi wilayah dengan berbagai resor dan pos jaga untuk pengelolaan yang efektif.

Baca Juga

Bagikan:

Tags