Nilai investasi saham di industri asuransi jiwa menunjukkan sinyal pemulihan yang menggembirakan sepanjang empat bulan pertama tahun ini, setelah sebelumnya sempat menghadapi tekanan signifikan akibat volatilitas pasar yang tinggi.
Berdasarkan data resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tren investasi saham pada sektor asuransi jiwa terekam sebesar Rp 124,63 triliun pada Januari 2025. Angka ini kemudian sedikit terkoreksi menjadi Rp 112,59 triliun pada Februari. Namun, momentum positif mulai terlihat dengan kenaikan bertahap ke Rp 113,85 triliun pada Maret, dan kembali melonjak hingga mencapai Rp 116,36 triliun pada April 2025.
Meskipun demikian, Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo mengingatkan bahwa kondisi pasar modal masih berada dalam fase yang bergejolak dan berpotensi memengaruhi kinerja hasil investasi perusahaan asuransi jiwa. Menurutnya, berbagai faktor eksternal turut menjadi penentu arah portofolio investasi sepanjang tahun ini. Ini mencakup volatilitas di bursa saham global, fluktuasi nilai tukar rupiah, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN), hingga dinamika lonjakan harga emas yang belum stabil.
Irvan memproyeksikan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di tahun 2025 akan berada di kisaran 6.800–6.900, menjadikannya sulit untuk kembali menyentuh level 7.400 seperti yang sempat terjadi sebelumnya. “Situasi ini terutama dipengaruhi oleh ketidakpastian global akibat kebijakan tarif dari pemerintahan Trump dan lonjakan defisit APBN yang signifikan karena jatuh tempo utang sebesar Rp 800 triliun sepanjang tahun ini,” jelasnya kepada Kontan, Minggu (29/6).
Menyikapi kondisi tersebut, Irvan menyarankan pelaku industri asuransi jiwa untuk mulai memperkuat strategi diversifikasi portofolio investasi mereka. Langkah proaktif ini dapat diwujudkan dengan mengalihkan sebagian penempatan dana ke instrumen yang menawarkan imbal hasil lebih menjanjikan, seperti SBN dan dolar AS, sekaligus menjaga likuiditas perusahaan agar tetap optimal.
Di tengah gejolak pasar, PT Asuransi Jiwa Ciputra Indonesia (Ciputra Life) menunjukkan komitmen untuk mempertahankan pertumbuhan pada instrumen saham, meskipun kontribusi investasi saham mereka belum terlalu besar. Direktur Utama Ciputra Life, Hengky Djojosantoso, menjelaskan bahwa portofolio investasi perusahaan saat ini masih didominasi oleh instrumen berisiko rendah. Ini meliputi SBN, obligasi, dan deposito, yang secara kolektif mencakup sekitar 83% dari total portofolio. Sementara itu, porsi instrumen ekuitas dan reksa dana berada di kisaran 17%.
Berdasarkan laporan keuangan internal, nilai investasi saham Ciputra Life berhasil meningkat menjadi Rp 100,26 miliar per April 2025, melonjak dari posisi Rp 85,23 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. “Di sisi instrumen saham, strategi kami terfokus pada emiten-emiten dengan fundamental yang kuat,” ungkap Hengky kepada Kontan, Sabtu (28/6). Strategi ini, lanjut Hengky, bertujuan untuk menangkap peluang pertumbuhan di pasar tanpa secara berlebihan meningkatkan eksposur risiko.
Penyesuaian portofolio saham juga terlihat pada sejumlah perusahaan asuransi jiwa besar lainnya. Investasi saham PT Prudential Life Assurance tercatat menjadi Rp 26,68 triliun per April 2025, turun dari Rp 31,21 triliun pada April 2024. Senada, PT Asuransi Allianz Life Indonesia mencatat nilai investasi saham sebesar Rp 10,60 triliun per April 2025, berkurang dari Rp 12,76 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Demikian pula dengan PT MSIG Life Insurance Indonesia yang membukukan investasi saham mencapai Rp 1,70 triliun per April 2025, menurun dari Rp 1,96 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, PT Zurich Topas Life mencatatkan nilai investasi saham sebesar Rp 575,49 miliar per April 2025, namun data pembanding dari tahun sebelumnya tidak tercantum dalam laporan keuangan perusahaan.
Ringkasan
Nilai investasi saham di industri asuransi jiwa menunjukkan sinyal pemulihan pada empat bulan pertama tahun ini setelah sempat menghadapi tekanan signifikan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat peningkatan bertahap dari Rp 112,59 triliun pada Februari 2025 menjadi Rp 116,36 triliun pada April 2025. Ini menandakan momentum positif kembali terlihat setelah koreksi sebelumnya.
Pengamat Irvan Rahardjo mengingatkan kondisi pasar modal masih bergejolak dan menyarankan diversifikasi portofolio ke instrumen seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan dolar AS, mengingat ketidakpastian global dan lonjakan defisit APBN. Beberapa perusahaan asuransi jiwa menunjukkan penyesuaian; Ciputra Life meningkatkan investasi sahamnya pada emiten fundamental kuat. Namun, Prudential Life dan Allianz Life justru mengurangi nilai investasi saham mereka per April 2025.